Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Keesokan paginya, di dalam apartemen Ayaka, Yuki sudah mengenakan seragam sekolahnya. Ia berdiri di depan jendela besar, menatap pemandangan kota yang mulai sibuk dengan aktivitas pagi. Namun, pikirannya tidak benar-benar ada di sana.
Matanya secara tidak sengaja menangkap sesuatu di meja. Sebuah tas hitam milik Ayaka tergeletak dengan resleting yang terbuka sedikit. Tapi yang benar-benar mengganggu perhatiannya bukanlah tas itu, melainkan sesuatu yang terlihat menyembul keluar dari dalamnya.
'Pistol?'
Dahi Yuki berkerut, ia melangkah pelan mendekat untuk memastikan. Namun, sebelum ia bisa melihat lebih jelas, Ayaka keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk.
Dengan gerakan cepat, Ayaka mengambil tasnya dan menutup resletingnya rapat.
"Tunggu sebentar, sayang. Aku mau make-up dulu," ucap Ayaka santai, seolah tidak ada yang terjadi.
Yuki terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Tapi pikirannya terus bertanya-tanya. 'Siapa sebenarnya Ayaka ini?' 'Kenapa dia membawa pistol di dalam tasnya?'
Namun, Yuki tetap diam. Ia tidak ingin membuat keributan sebelum ia benar-benar memahami situasinya.
Setelah beberapa menit, Ayaka keluar dengan tampilan sempurna seperti biasa. Rambutnya tergerai indah, bibirnya dipulas dengan lipstik merah muda yang membuatnya terlihat semakin menggoda.
"Ayo, sayang. Kita berangkat," ucap Ayaka dengan senyum manis.
Yuki mengangguk, dan mereka turun bersama. Mobil Ayaka yang mewah sudah menunggu di parkiran.
Dalam perjalanan menuju sekolah, Ayaka melirik Yuki sebelum akhirnya membuka pembicaraan. "Sayang, nanti di sekolah, jangan terkejut kalau banyak orang yang menghormatimu," katanya dengan nada lembut.
Yuki mengangkat alis. "Kenapa mereka harus menghormatiku?"
Ayaka tersenyum tipis, lalu menepikan mobil ke pinggir jalan. "Dengar, sayang. Di sekolah ini, pertarungan itu segalanya. Setiap kelas punya pemimpin, seseorang yang paling kuat. Dan di pertarungan besar seluruh kelas satu yang terjadi di lapangan sekolah beberapa waktu lalu, kamu adalah orang terakhir yang masih berdiri."
Yuki mengerutkan kening. "Lalu?"
"Itulah kenapa mereka menunjukmu sebagai pemimpin seluruh kelas satu," jelas Ayaka sambil memainkan rambutnya. "Tapi tidak semua orang setuju dengan itu, terutama Nana Aoi."
Yuki menatap Ayaka dengan ragu.
"Nana selalu ingin berkuasa," lanjut Ayaka. "Jadi jangan heran kalau dia berusaha melawanmu. Hati-hati dengannya."
Yuki hanya diam, tidak merespons. Pikirannya berusaha menghubungkan semua informasi yang ia dengar, tapi tetap saja ada sesuatu yang terasa tidak masuk akal.
Ayaka memperhatikan ekspresi Yuki lalu tersenyum. Ia mendekat dan mengecup bibirnya pelan. "Jangan terlalu dipikirkan, sayang. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di dekatmu," bisiknya lembut.
Yuki hanya mengangguk kecil, lalu Ayaka kembali menyalakan mesin mobil dan melanjutkan perjalanan.
Saat mobil Ayaka berhenti di depan gerbang sekolah, Yuki turun dengan ragu. "Kelasku di mana?" tanyanya.
"1C. Lantai tiga, paling ujung," jawab Ayaka.
Yuki mengangguk dan mulai berjalan menuju gedung sekolah. Saat ia melewati koridor, suasana terasa aneh. Siswa-siswa yang melihatnya langsung berdiri dan menunduk dengan hormat. "Selamat datang kembali, bos," ucap salah satu siswa.
Yuki mengerutkan kening. Orang-orang berbisik-bisik di sekitarnya.
"Bos? Kenapa mereka memanggilku begitu?"
Namun, ia memilih untuk tidak bereaksi dan terus berjalan lurus tanpa memperdulikan mereka. Di lantai tiga, di depan kelas 1B, Nana dan Yuna sedang berdiri seperti biasa.
Saat melihat Yuki mendekat, Nana langsung menatapnya dengan sorot mata tajam.
Yuna, yang menyadari bahaya, segera menyenggol lengan Nana.
"Tetap tenang, Nana," bisiknya mengingatkan.
Nana menghela napas pelan, mencoba mengatur emosinya.
Yuki melewati mereka begitu saja, tanpa menoleh sedikit pun.
Nana menggertakkan giginya, tapi ia tetap diam.
Yuna menghela napas lega. Syukurlah Nana bisa menahan diri, untuk sekarang.
Saat Yuki tiba di kelas, Naoki dan Keisuke langsung menyambutnya. "Syukurlah lu akhirnya balik sekolah," ucap Keisuke dengan nada lega.
Namun, Yuki hanya mengangguk sopan.
Naoki dan Keisuke saling bertukar pandang. Biasanya, Yuki adalah orang yang cuek dan santai, tapi sekarang, dia malah terlihat sopan?
"Ada apa sama dia?" bisik Naoki pelan.
Yuki berjalan masuk ke kelas tanpa berkata apa-apa, meninggalkan mereka yang masih berdiri kebingungan di depan pintu.
Tidak jauh dari mereka, Yuna yang memperhatikan semua itu segera memanggil. "Keisuke. Naoki."
Keduanya menoleh. "Ada apa?"
"Kesini, brengsek!" Ucap Yuna tegas.
Tanpa banyak bicara, Keisuke dan Naoki berjalan mendekati Yuna.
Yuna menatap mereka dengan serius. "Ada sesuatu yang harus kalian tahu tentang Yuki," katanya pelan.
Keisuke dan Naoki saling berpandangan sebelum menatap Yuna dengan serius.
Beberapa menit kemudian, setelah mendengar semua yang Yuna katakan, wajah mereka berubah drastis. Mereka terkejut. Keisuke menoleh ke arah Nana yang berdiri diam di samping Yuna. Dengan sorot mata tajam, Keisuke mengepalkan tangannya. "Ini semua gara-gara lu."
Nana tetap diam. Ia tahu bahwa ini memang salahnya. Namun, sebelum Keisuke bisa mengatakan hal lain, Yuna langsung menarik kerah bajunya. "Jangan nyalahin Nana. Semuanya udah terjadi," tegas Yuna. Lalu tanpa ragu, Yuna mendorong Keisuke ke belakang.
Keisuke menatap Yuna dengan kesal, tapi Yuna balas menatapnya dengan lebih tajam. Tidak ada gunanya saling menyalahkan. Yang mereka butuhkan sekarang adalah mencari cara untuk membuat Yuki kembali.