"Kulihat-lihat, Om sudah menua, apakah Om masih sanggup untuk malam pertama?" ucap Haura menatap Kaisar dengan senyum sinis.
Kaisar berjalan ke arah Haura dan menekan gadis itu ke tembok. "Harusnya saya yang nanya, kamu sanggup berapa ronde?"
-
Karena batal menikah dengan William, cucu dari konglomerat terkenal akibat perselingkuhan William. Haura Laudya Zavira, harus menerima dijodohkan dengan anggota keluarga lain yaitu Om dari William, atas dasar kerjasama keluarganya dan keluarga William.
Tapi siapa sangka, laki-laki yang menggantikan William adalah Kaisar Zachary Zaffan—putra bungsu sang konglomerat, pria dewasa yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Lima Belas
Mama Kartini terkejut melihat kedatangan putranya dan Haura. Air mata tak bisa dia bendung lagi. Namun, wanita paruh baya itu langsung menghapusnya, tak ingin ada yang melihat. Rasa haru, dia rasakan karena akhirnya sang putra mau kembali seperti dulu. Lima tahun dia mengurungkan diri sejak meninggalnya sang papa.
"Mama masak apa?" tanya Kaisar. Tangannya tanpa sadar masih terus melingkar di pinggang sang istri.
Mama Kartini yang melihat itu jadi tersenyum. Dia bersyukur karena bisa memaksa keduanya menikah.
"Masak dendeng balado, udang saos Padang. Sup Iga dan sambal terasi. Ada juga lalapan," jawab Mama Kartini dengan semangat. Bi Imah yang berdiri di samping Mama Kartini ikut tersenyum melihat Kaisar yang telah mau ke dapur.
"Semua makanan kesukaanku," jawab Kaisar.
"Iya, Nak. Mama memang sengaja masak semua ini untuk menyambut pengantin baru," balas Mama Kartini lagi.
"Aku bantu ya, Ma," ujar Haura.
"Kamu temani Kaisar aja. Mama dan Bi Imah aja yang masak."
"Om Kaisar bisa duduk di sini aja," balas Haura.
Dahi Mama Kartini berkerut mendengar ucapan sang menantu. Dia merasa ada yang janggal mendengar panggilan Haura pada sang suami.
"Kenapa masih panggil Om? Kaisar sekarang sudah menjadi suami kamu. Seharusnya panggil Abang, Mas atau Kakak," ujar Mama Kartini.
Haura memandangi wajah suaminya itu. Kaisar tersenyum menanggapi.
"Aku harus panggil Om apa?" tanya Haura.
"Terserah kamu ...!" jawab Kaisar masih dengan tersenyum.
"Mas aja ya ...?" tanya Haura lagi.
"Bolehlah ... Kalau mau panggil sayang juga tak apa, apa lagi kalau panggilnya ayang beb," ujar Kaisar sambil bercanda.
Haura lalu mencubit pinggang Kaisar, membuat pria itu terkejut karena geli sehingga langsung memeluk istrinya. Mama Kartini yang melihat itu jadi tersenyum.
Sejak meninggalnya sang papa, baru sekarang dia melihat Kaisar bisa tertawa lepas lagi. Kemarin, dia bukan hanya kehilangan suami, tapi juga putranya karena sejak kejadian itu, Kaisar tak pernah mau berkumpul.
Saat tersadar mereka dalam posisi berpelukan, Kaisar lalu melepaskan segera. Dia berjalan ke arah meja makan dan menarik kursinya untuk duduk.
"Katanya mau bantu Mama masak, ayo cepat. Aku sudah tak sabar mau melahap semuanya!" seru Kaisar.
"Iya, ini aku mau bantu. Mas duduk manis aja. Jangan banyak tanya dan jangan banyak bicara!" balas Haura.
Haura lalu mendekati Mama Kartini dan membantunya memasak. Seperti perintah istrinya, dia hanya diam memandangi kedua wanita itu memasak. Sedangkan Melli masuk ke kamar dan mengadu pada suaminya mengenai ancaman Kaisar.
**
Setelah semua makanan siap dimasak, Mama Kartini lalu menatanya di meja. Dia lalu meminta bibi memanggil putra sulungnya Yusuf dan istrinya Melli.
Ketika sedang makan, tiba-tiba Yusuf bicara sesuatu yang membuat keadaan Kaisar kembali drop. Abang angkatnya itu menyinggung mengenai kematian sang ayah.
"Makanannya enak-enak, Ma. Aku jadi teringat papa. Dia paling suka dendeng balado ini," ucap Merry memulai obrolan.
"Hhmmm ...," jawab Mama Kartini hanya dengan berdehem.
Kaisar yang sedang lahap makan sempat menghentikan suapannya dan memandangi kakak iparnya itu. William yang tak tahu maksud ibunya hanya untuk menyindir sang oom ikutan bicara.
"Opa kalau makan dengan lauk dendeng, bisa lupa segalanya. Nasi aja semangkok habis buat sendiri. Jadi kangen Opa," ujar William.
"Kalau makan jangan bicara. Nanti bisa tersedak!" seru Mama Kartini mulai mengingatkan.
"Maaf, Oma. Aku hanya cuma ingin mengingatkan kebersamaan kita. Aku masih belum percaya jika Opa secepat ini pergi meninggalkan kita," jawab William dengan nada sendu.
Mama Kartini tampak menarik napas. Sedangkan Kaisar mulai tampak gelisah. Melli dan Yusuf yang memandang ke arah adiknya tampak tersenyum.
"Ma, maklum saja kalau William masih terus mengingat opanya. Dia'kan cucu kesayangan Opa. Bagaimana bisa dia melupakan begitu saja kepergian Opa-nya yang begitu mendadak. Kalau saja hari itu Papa tak bertengkar dengan Kaisar, mungkin masih ada papa di samping kita," ujar Yusuf kembali memancing obrolan.
"Sudahlah, Yusuf. Bisa nggak kalau makan jangan bicara. Semua sudah menjadi takdir Tuhan. Kamu harus percaya dengan kehendak Allah!" seru Mama Kartini.
Tangan Kaisar mulai gemetar. Dia teringat dengan pertengkarannya siang itu. Ketika itu mereka memang habis makan siang. Haura yang tak tahu apa-apa menjadi heran melihat perubahan sikap suaminya yang tiba-tiba diam.
"Mas, kamu kenapa?" tanya Haura saat melihat keringat dingin membasahi tubuh suaminya.
"Aku yang membuat papa meninggal. Semua karena aku," ucap Kaisar pelan.
"Kenapa kamu bicara begitu, Mas?" tanya Haura lagi.
"Aku jahat, aku yang menyebabkan papa meninggal. Aku jahat ...," teriak Kaisar.
Kaisar lalu menghentikan makannya. Dia menarik rambutnya dengan keras karena kepala yang terasa sangat sakit.
"Aku yang menyebabkan papa meninggal," ucap Kaisar sambil terus menarik rambutnya.
Mama Kartini menghentikan suapannya dan langsung berdiri. Dia mendekati sang putra.
"Sayang, semua sudah takdir. Bukan kamu yang salah," ucap Mama Kartini.
Kaisar tak peduli dengan ucapannya mama Kartini. Dia terus menarik rambutnya. Tubuhnya tampak sangat gemetar.
Kaisar lalu berdiri dan terus saja menarik rambutnya dengan keras, seolah ingin mencabutnya. Dia lalu mendekati dinding dan ingin membentur kepalanya. Mama Kartini langsung memeluk putranya dan menangis.
"Sayang, bukan salahmu, Nak. Papa pergi karena memang sudah menjadi kehendak Allah," ucap Mama Kartini.
"Aku yang membuat papa meninggal," ucap Kaisar lagi. Dia terus mengatakan itu berulang kali.
"Haura, tolong ambilkan obat yang ada di dalam tas kecil yang selalu Kaisar bawa," ucap Mama Kartini.
"Baik, Ma," jawab Haura. Dia lalu berlari menuju kamar di lantai atas. Teringat tentang sang suami yang suka minum obat.
Sementara itu, Kaisar kembali mencoba ingin membentur kepalanya yang terasa sangat pusing.
"Yusuf, tolong bawa adikmu ke kamar!" perintah Mama Kartini.
Melli dan Yusuf tampak tersenyum. Dia lalu berdiri dan mendekati Kaisar. Menarik lengan Kaisar dan mengajaknya ke kamar. Mama Kartini lalu mengambil minum.
Dalam kamar Yusuf kembali mengingatkan Kaisar tentang kepergian papa mereka.
"Semua salahmu, Kaisar. Seandainya kamu tak bertengkar dengan papa, pasti beliau masih hidup!" seru Yusuf.
Kaisar langsung melepaskan pegangan tangan Yusuf di lengannya. Dia lalu berlari ke kamar mandi dan membentur kepalanya. Darah segar mengalir dari dahinya.
Mama dan Haura yang masuk ke kamar langsung histeris melihat keadaan Kaisar.
"Kaisar ...," teriak Mama Kartini dan segera memeluk putranya dengan erat.
terimakasih 🙏
bagus