NovelToon NovelToon
Jodohku Suporter Bola

Jodohku Suporter Bola

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:260
Nilai: 5
Nama Author: Hanyrosa93

Sekelompok anak muda beranggotakan Rey Anne dan Nabila merupakan pecinta sepak bola dan sudah tergabung ke kelompok suporter sejak lama sejak mereka bertiga masih satu sekolah SMK yang sama
Mereka bertiga sama-sama tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena terbentur biaya kala itu Akhirnya Anne melamar kerja ke sebuah outlet yang menjual sparepart atau aksesories handphone Sedangkan Rey dan Nabila mereka berdua melamar ke perusahaan jasa percetakan
Waktu terus berlanjut ketika team kesayangan mereka mengadakan pertandingan away dengan lawannya di Surabaya Mereka pun akhirnya berangkat juga ke Surabaya hanya demi mendukung team kesayangannya bertanding
Mereka berangkat dengan menumpang kereta kelas ekonomi karena tarifnya yang cukup terjangkau Cukuplah bagi mereka yang mempunyai dana pas-pasan
Ketika sudah sampai tujuan yaitu stadion Gelora Bung Tomo hal yang terduga terjadi temannya Mas Dwi yang merupakan anggota kelompok suporter hijau itu naksir Anne temannya Rey.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanyrosa93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mas Yuda Pulang

Malam pun telah tiba, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Mas Yuda belum kembali mengabarkan.

Akhirnya aku tidur di kamar, dan handphone pun disimpan dalam laci meja rias.

Baru lima belas menit terlelap tidur, lalu Mas Yuda menghubungi lewat WhatsApp.

Aku pun akhirnya bangun lagi, ketika dibuka dan dibaca WhatsAppnya, dia tanya mau dibelikan lumpia dan ikan pindang asap atau tidak.

Aku terdiam sejenak setelah membaca pesannya. Mas Yuda belum pulang, tapi masih sempat memikirkan aku. Jujur, ada sedikit rasa kesal karena dia baru menghubungi sekarang, tapi di sisi lain, perhatiannya membuatku luluh.

Aku menarik napas panjang sebelum mengetik balasan.

"Iya, aku mau. Lumpia dua box, ikan pindang asap satu bungkus aja."

Tak butuh waktu lama, pesan terkirim, dan tanda centang dua langsung berubah biru. Berarti dia sedang memegang ponselnya. Namun, tak ada balasan.

Aku melirik jam di dinding. 22.20. Mataku masih berat, tubuhku masih ingin terlelap, tapi rasa penasaran mengalahkan kantukku. Aku ingin tahu, sebenarnya dia di mana sekarang? Sedari tadi aku sudah cemas, menduga-duga macam-macam.

Kududuk di tepi ranjang, meraih handphone lagi, lalu mengetik pesan baru.

Anne

[ Mas di mana sekarang?]

Kali ini, dia langsung membalas.

Mas Yuda

[ Mas masih di jalan, habis mampir ke tempat langganan beli lumpia. Pindangnya belum dapat, ini masih cari.]

Aku membaca pesannya dengan dahi mengernyit. Jam segini dia masih sibuk mencarikanku pindang asap? Aku sebenarnya tidak seberapa ingin. Aku hanya menjawab iya supaya dia tidak kecewa.

Anne

[ Udah, Mas, kalau susah nyarinya, beli lumpia aja, gapapa.]

Balasanku tak kunjung dibaca. Aku mulai gelisah.

Aku mencoba membujuk diri sendiri untuk tidak berpikiran aneh-aneh, tapi tetap saja ada rasa tidak tenang. Sudah hampir setengah jam sejak dia pertama kali mengirim pesan. Aku pun membuka WhatsApp, melihat foto profilnya yang masih sama, lalu mengecek kapan terakhir dia online. 22.23.

Tiga menit lalu.

Aku kembali merebahkan diri di kasur, mencoba untuk memejamkan mata. Namun, suara motor berhenti di depan rumah membuatku spontan bangkit lagi.

Dari balik jendela, pukul 01.00 dinihari kulihat bayangan seseorang di depan pagar bersama driver ojek online. Aku menahan napas.

Lalu ponselku bergetar.

Mas Yuda

[ Sayang, Mas udah di depan rumah. Bukain pintu.]

Aku buru-buru ke luar kamar, berjalan ke pintu depan, lalu membukanya.

Mas Yuda berdiri di sana, masih mengenakan jaket hitamnya. Rambutnya sedikit berantakan, mungkin karena terkena angin malam. Di tangannya ada kantong plastik hitam berisi pesanan tadi.

“Maaf ya, lama.” Dia tersenyum kecil, menyerahkan bungkusan itu kepadaku.

Aku menerima bungkusan itu sambil menatapnya lekat. “Kenapa lama banget? Aku jadi khawatir.”

Dia terkekeh. “Tadi sempat muter-muter nyari pindang asap, tapi udah habis di semua tempat langganan dan juga baru saja pesawatnya landing di Bandara.”

Aku menghela napas. “Kan aku tadi bilang gapapa kalau gak ada.”

“Tapi Mas maunya beliin,” katanya santai, lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Aku menutup pintu, lalu mengikutinya ke ruang makan. Mas Yuda duduk di kursi, sementara aku membuka bungkusan lumpia yang masih hangat.

“Mas udah makan?” tanyaku.

Dia menggeleng. “Belum.”

Aku menatapnya, merasa bersalah. “Ya ampun, harusnya Mas makan dulu tadi. Jangan malah sibuk muter-muter.”

Dia hanya tersenyum tipis. “Gak apa-apa. Yang penting kamu senang.”

Aku terdiam, menatapnya dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Terkadang, Mas Yuda memang seperti ini. Dia lebih memikirkan aku daripada dirinya sendiri.

Aku menghela napas pelan, lalu mengambil sepotong lumpia dan menyodorkannya padanya. “Ayo makan bareng.”

Dia tersenyum, lalu menerimanya.

Kami makan dalam diam, hanya suara kunyahan yang terdengar. Aku memperhatikan wajahnya yang terlihat sedikit lelah, tapi dia tetap terlihat bahagia.

Tiba-tiba ayah dan ibuku menuju ke ruang makan, menemani aku dan Mas Yuda yang sedang menikmati makan malam.

“Besok kerja jam berapa?” tanyaku akhirnya.

“Jam delapan,” jawabnya santai.

Aku mengerutkan kening. “Kalau gitu kenapa pulang malam banget?”

Dia mengunyah sebentar sebelum menjawab, “Ada sedikit delay tadi pesawatnya.”

Aku menatapnya, mencoba membaca ekspresinya.

“ Delay sampai jam berapa?” tanyaku lagi.

Dia menatapku sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Sebenarnya pesawatnya sudah mau take off dari jam sembilan. Tapi habis itu Mas cari makan dulu, terus muter-muter cari pesanan kamu.”

Aku menghela napas. “Mas, kalau capek, gak usah maksa. Aku gak akan marah kalau Mas pulang tanpa bawa apa-apa.”

Dia tersenyum kecil. “Tapi Mas pengen.”

Aku terdiam. Kata-katanya sederhana, tapi entah kenapa terasa begitu dalam.

Aku tahu, dia melakukan semua ini bukan karena merasa terpaksa. Tapi karena dia ingin. Karena dia peduli.

Aku tersenyum kecil. “Makasih ya, Mas.”

Dia mengangguk, lalu melanjutkan makannya.

Malam semakin larut. Setelah selesai makan, aku membereskan meja, sementara Mas Yuda langsung pamit menuju ke kosannya yang tak jauh dari rumah Anne.

“Kamu besok gak ada acara pagi?” tanyanya sambil membuka pintu.

Aku menggeleng. “Gak ada. Kenapa?”

Dia tersenyum tipis. “Kalau gitu, besok bangunnya jangan kesiangan, ya?”

Aku tertawa kecil. “Mas juga. Jangan kesiangan.”

Dia membuka pintu, menatapku. “Kalau kesiangan, bangunin Mas, ya? Soalnya pakai alarm tidak mempan.”

Aku tersenyum. “Iya, aku bangunin.”

Dia tertawa kecil, lalu segera meninggalkan rumah. Tak butuh waktu lama, kini bayangan Mas Yuda sudah hilang ditelan gelapnya malam.

Aku menatapnya sejenak ke arah jalan, lalu aku segera menutup pintu kembali, karena suhu udara malam sangat dingin.

Malam ini mungkin terasa panjang, tapi setidaknya aku tahu satu hal: Mas Yuda selalu berusaha membuatku bahagia. Dan itu lebih dari cukup.

Ayah dan Ibu juga hanya melihatnya dari dekat lorong menuju ruang tengah, sebelum akhirnya mereka pun kembali menuju kamarnya untuk tertidur lagi, mereka hanya memastikan bahwa anak gadisnya tidak berbuat apa-apa tadi. Setelah dirasa semuanya tidak ada apa-apa, lalu mereka segera mematikan kembali lampu kamar dan bergegas tidur hingga adzan subuh tiba.

Adzan Subuh pun sudah berkumandang dari mushola belakang rumah, seperti biasa aku sudah bangun dan segera bersih-bersih badan. Karena semalam suhu udara sangat panas menjadi gerah sepanjang malam. Tak lupa aku juga segera mengambil air wudhu dan langsung mengerjakan kewajiban ku. Setelah selesai, ibuku lalu menuju ke arah kamarku dan segera menyuruhku untuk menyiram tanaman hias yang ditanam ibuku di pekarangan rumah.

Setelah selesai, aku segera siap-siap untuk segera berangkat menuju ke Toko aksesories ponsel, tempat aku mencari nafkah disitu.

Aku segera memakai sepatu kerjaku, setelah sepatu terpasang lalu aku mengeluarkan handphone kesayanganku, aku pijit-pijit tombol yang ada dilayar ponsel, lalu aku mengirim pesan untuk Mas Yuda. Setelah pesan berhasil terkirim, lalu aku pamit pada ibuku.

“ Bu, aku berangkat dulu, ya! ” ucapku kepada ibu.

“ Iya, hati-hati nak, udah gak usah salam gak apa-apa, ibu lagi repot, nih!” ucap ibuku kemudian.

Aku lalu segera meninggalkan rumah dan aku berjalan ke depan berharap Mas Yuda muncul dari arah kost'annya.

***

1
Hanyrosa93
boleh, yang mana ya novelnya?
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Mercenary of Dorado
Hanyrosa93: boleh
total 1 replies
Nay
mampir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!