Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.
“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.
Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.
“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.
Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.
“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Di dalam kamar yang dekat dengan kolam tapi masih dalam area rumah, Sean diberi tempat di sana. Meski sama-sama pelayan seperti yang lain, tapi dia tidak tinggal di mess khusus pekerja keluarga Hain.
Sean sendiri sudah semakin kesal dengan Remi dan Estella, tapi kedua orang itu masih tidak meninggalkannya. Di dalam hati dia bersumpah akan menghindari kemungkinan berinteraksi dengan keduanya, lebih khusus Estella di masa depan. Itu karena menurut Sean, Estella terlalu angkuh dan tidak sopan meski lebih muda.
“Omong kosong apa ini! Bagaimana kau tidak tahu usiamu?”
Menghela nafas panjang, Sean menatap Estella. “Usiaku bukan urusan anda. Lagipula tidak pantas menanyakan usia seseorang saat pertama bertemu.”
“Wah, belagu juga kau rupanya….” Tambah Remi, memanas-manasi Estella.
Estella dengan kesal berkacak pinggang.
“Hei kau ini hanya pekerja Kakakku! Kau sudah seharusnya bersikap sopan kepadaku. Bagaimanapun juga—”
Ucapan Estella terhenti dengan pintu yang tiba-tiba dibuka. Ketika dilihatnya itu Victoria, dia sempat membeku sesaat.
“Ka-kakak….” Estella dengan tersenyum tertahan segera menyingkir dari depan Sean, membiarkan tempat itu diambil alih Victoria.
Remi sangat penasaran sekarang, alasan kenapa Kakak iparnya membawa pria asing ke rumah mereka. Tapi sayang, keingintahuannya hanya bisa ditelan mentah-mentah.
“Kalian keluarlah dan temui Kakek.”
Remi hendak mengatakan sesuatu, tapi kalah cepat dengan Victoria. “Mintalah hadiah sebelum dia pergi.”
Mendengar hadiah, Estella segera melompat kesenangan. “Yass … hadiah kakek, hadiah kakek, ayo Rem!”
Dia dengan tidak tahu malu, berlari mendahului cucu kandung Orlando, Remi. Membuat remaja laki-laki itu tidak punya pilihan, selain mengejar sahabat yang sudah jadi saudarinya itu.
Kini tersisa Sean dan Victoria yang tinggal bersama di ruangan, yang menjadi kamar Sean itu. Sean sendiri tidak nyaman, karena ini adalah pertama kalinya dia di ruangan bersama seorang wanita.
Pikiran mengenai kecurigaan Estella, bahwa Victoria membawanya sebagai pria simpanan membuat Sean meringkuk tanpa sadar.
Perubahan sikap ini ada dalam penglihatan Victoria yang membuat alisnya mengernyit heran. Karena pria didepannya bersikap seolah-olah dia telah melecehkannya.
“Ada apa denganmu?”
Sean menggeleng, membuat kesabaran Victoria yang setipis tisu sobek. “Aku bertanya ada apa denganmu!? Kenapa kau meringkuk-meringkuk begitu, seolah aku melakukan sesuatu yang salah padamu?”
Tapi Sean tidak berpikiran seperti orang-orang pada umumnya karena dia tidak melewati kehidupan normal. Dia ada di usia yang masih muda, serta baru saja keluar dari kamp pertarungan setelah bertahun-tahun jadi pandangannya terhadap dunia sedikit berantakan. Jadi dia dengan tekad dan kepolosan menyatakan diri pada Victoria.
“Saya tidak tahu alasan anda membawa saya kemari. Memang saya adalah seorang petarung yang bisa anda panggil budak sesuka hati. Tapi yang pasti saya, …”
“Saya apa?” tanya Victoria tidak sabar.
Sean menarik nafas panjang, bersiap menerima konsekuensi bahkan jika dikembalikan kepada kamp pertarungan.
“Tidak bersedia menjadi pria simpanan anda.”
Rahang Victoria jatuh dengan bebasnya, tapi Sean membusungkan dada, merasa hormat dengan dirinya sendiri.
“Ya, maafkan saya. Tapi jika anda memaksa, saya tidak segan untuk melakukan pertahanan diri.”
Semakin Victoria dengar semakin sakit kepalanya. Kini dia bersyukur bahwa Adrian mengganti uangnya, jadi dalam perhitungan dia menerima Sean secara gratis. Atau kalau tidak, dia bersumpah akan mengembalikan Sean malam ini juga.
“Huffft … tenang Victoria, tenang.” Victoria memaksakan dirinya untuk tenang, menarik hembuskan nafas seperti orang melakukan yoga.
Setelah merasa tenang, dia dengan berkacak pinggang menatap pria muda di depannya. Dia terlalu menyukai karakter Sean dalam cerita, yang tangguh, patuh dan setia. Lupa memperhatikan aspek lainnya, seperti mengambil Sean terlalu awal.
Victoria baru saja teringat, bahwa karakter Sean bertemu pemeran utama wanita Viona nanti beberapa tahun lagi, dimana itu adalah gambaran Sean yang lebih matang. Sementara pria di depannya sekarang, masih-lah darah muda yang konyol yang memerlukan bimbingan. Tapi lagi, … tiba-tiba ini mengingatkan Victoria sebuah detail.
“Sean?”
Sean menatap heran Victoria, yang hanya memanggil namanya setelah terdiam lama.
“I-iya?”
“Apa kau ingin belajar?”
“Apa?”
Kali ini giliran Sean yang terkejut. Dari semua hal yang akan Victoria katakan, dia tidak menyangka wanita itu akan menanyakan hal mengenai belajar. Sesuatu yang selalu menjadi keinginan terpendamnya. Tapi begitu Sean masih was-was terhadap Victoria, jadi dia berbohong dengan mengatakan tidak.
Jawaban ini membuat alis Victoria berkerut.
Dia ingat betul Sean bukan hanya sekedar petarung untuk Adrian dalam cerita itu, tapi juga berhasil menjadi tangan kanan Adrian sampai pada urusan pekerjaan, karena latar belakang pendidikannya yang baik. Yang artinya, dalam cerita itu dia menempuh pendidikan lanjutan saat masih menjadi bawahan Adrian.
“Kalau begitu sayang sekali jika kau tidak menyukai belajar, karena kau pasti akan kesulitan. Padahal aku berencana mengirimmu ke universitas tahun ini juga,” jelasnya.
Lepas mengatakan itu, Victoria pun sudah siap meninggalkan ruangan Sean ketika akhirnya dicegat juga. Inilah yang Victoria nantikan, satu tangan yang di cegat dan satu tangannya yang lain, membalikkan Sean.
Itu gerakan yang benar-benar cepat dan tidak diduga oleh Sean sama sekali. Pergerakan badannya di udara, tidak bisa ditahan sama sekali. BRANG.
Victoria benar-benar melempar Sean ke arah dinding, membuat dia menyambar meja kecil disamping tempat tidur. Remi yang kembali untuk berbicara dengan Victoria dibuat terkejut mendengar suara dari dalam kamar Sean. Ini membuatnya mengambil langkah panjang, takut-takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
“Aaa-an-daa ….” Sean berujar tergagap, karena syok dan sakit akibat kepalanya terbentur.
Victoria yang melihat ini, melipat kedua tangannya di dada. “Saya anda, saya anda? Sudah muak aku mendengarnya. Aku sudah lelah sepanjang hari dan kau berani membuatku kesal di penghujung hari. Dengarkan baik-baik, … mulai sekarang panggil aku sebagaimana mestinya. Jangan meremehkan karena aku perempuan, kalau mau aku bisa mengirimmu pada pencipta.” Victoria berujar tenang, jelas dan lambat.
“Kau selalu menyebut diri budak bukan? Maka bersikaplah seperti itu. Karena aku sebenarnya majikan yang baik, selama kau tidak mencoba kurang ajar,” sambungnya, dengan mata yang berkilat jahat yang bisa dilihat. Baik dilihat oleh Sean, maupun Remi.
Tangan Remi bergetar di atas gagang pintu. Keinginan menemui sang Kakak ipar dengan segudang pertanyaan, ditelannya dalam-dalam. Dia teringat perawakan Sean yang sudah cukup sangar. Jika Sean saja yang seperti itu bisa dibanting, bagaimana dengan dirinya?
Mendengar langkah kaki dari dalam, Remi segera bersembunyi di balik dinding dengan gemetar. Sekarang dia sepenuhnya takut menemui Victoria.
Dari keremangan, dia masih bisa melihat sileto tajam sepatu Victoria. “Sial, jika Kakak ipar menendang dengan sepatu itu, aku benar-benar akan bertemu pencipta,” gumam Remi hampir kehilangan suaranya.
Tepat setelah Victoria benar-benar tidak terlihat, dia segera masuk ke kamar Sean untuk mengecek kondisi pria itu. Siapa sangka, bukan hanya Remi, Sean juga sama traumanya sekarang.
“Ya ampun, hidungmu berdarah!” panik Remi.
•
•
Beberapa saat kemudian, di halaman depan mereka berkumpul untuk mengantar Orlando yang akan pergi untuk penerbangan malam ini. Melihat kepergian sang Kakek serta dua adik mereka yang masuk, Raphael akhirnya tertawa bebas.
Sungguh, dia tidak bisa menahan kesenangan hari ini. “Victoria, terimakasih banyak. Aku akan menambahkan jumlah tunjangan perceraianmu.”
Victoria mengerti alasan kesenangan Raphael, itu karena Raphael juga sama ambisiusnya untuk mendapatkan hak waris, yang sebenarnya memang bagian Ayahnya.
Victoria melipat tangannya di dada. “Mendapatkan yang kau inginkan?”
Raphael mengangguk dengan senyum, hal yang hampir tidak pernah dia lakukan sebelumnya. “Belum resmi, tapi setengah langkahku sudah disana.”
Mendengar ini Victoria sedikit miris. Karena dia tahu bahwa pria didepannya ini harus mengalami waktu sulit, ya walaupun akan tetap mendapatkan semuanya kembali. Memikirkan ini Victoria mencoba sedikit memperingatkan.
“Aku rasa pamanmu tidak akan senang, bahaya darinya pasti akan mengincarmu.”
Raphael terkekeh dengan kedua tangan dibelakang. Tidak menyangka bahwa Victoria akan memiliki pandangan kedepan seperti ini. “Kamu ternyata tidak sebodoh yang terlihat selama ini.”
Tapi Victoria tidak menjawab, hanya menatap Raphael tanpa bisa dibaca rautnya. Raphael yang karena suasana hati yang baik, memilih memperpanjang percakapan.
“Baiklah, terima kasih mengingatkan. Soal pamanku itu sudah pasti. Dia pasti akan mengambil tindakan cepat atau lambat, karena Kakek akan segera membuat pengumuman.”
“Biar kutebak, pada ulang tahunnya?”
Raphael menggeleng.
“Apa tidak akan menunggu ulang tahunnya?” syok Victoria.
Raphael tersenyum. “Kakek terlalu senang karenamu, jadi dia mempercepat ini semua.”
Victoria yang mendengar ini merasakan lututnya gemetar. Kedatangannya benar-benar merubah banyak hal, termasuk tempo kejadian. Ini membuatnya menarik nafas panjang, langsung menguras otak membayangkan apa yang harus dia lakukan, jika semuanya terjadi dengan cepat.
Dan ketika kembali dilihatnya suasana hati Raphael, Victoria tiba-tiba menemukan keberanian untuk bicara. “Aku bertaruh pamanmu akan mengambil langkah cepat juga, sebelum ulang tahun Kakekmu. Ini membuatku khawatir, kalau sesuatu terjadi tapi perceraian belum dilaksanakan.”
Raphael tertegun mendengar ini, namun dengan cepat pula terkekeh. Suasana hatinya yang baik, membuatnya menjadi lebih luwes terhadap Victoria.
“Jadi kamu mengkhawatirkan uangmu?”
“Uangku?”
“Tentu saja. Apalagi?”
Victoria terdiam sesaat. Sebenarnya dia benar-benar memikirkan serangan Orlando yang sudah pasti akan mengikuti. Tapi ucapan Raphael membuatnya tersadar juga, bahwa jika penyerangan terjadi dan pria itu terluka tapi mereka belum bercerai, maka dia bisa pergi dengan tangan kosong.
“Tidak begitu. Aku tidak memikirkan uang, atau juga meremehkanmu. Aku percaya kau bisa mengalahkan Pamanmu, hanya saja ….”
“Hanya apa?”
Victoria menarik nafas panjang. “Hanya saja aku tidak ingin terlibat dalam ketegangan keluarga kalian. Apalagi semenjak kejadian dengan Estella kemarin, aku pikir setidaknya surat perceraian akan membuatku sedikit lebih tenang.”
Raphael yang mendengar ini, memicingkan mata menatap Victoria. “Yakin ingin segera mendapatkan surat perceraian karena ketegangan keluargaku, bukan karena pria yang membuatmu bertukar mobil tadi?”