Pengingat bahwa Aku tidak akan pernah kembali padamu. "Nico kamu bajing*n yang hanya menjadi benalu dalam hidupku. aku menyesal mengenal dan mencintai mu."
Aku tidak akan bersedih dengan apa yang mereka lakukan padaku. "Sindy, aku bukan orang yang bisa kamu ganggu."
Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku kembali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syari_Andrian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bisa..
Di vila keluarga Roni, suasana mulai terasa lebih berat. Bu Rianti semakin gelisah, terutama setelah mendengar berita tentang Nico dan ancamannya terhadap Nisa. Dia tidak bisa membiarkan putrinya terlibat dalam bahaya seperti ini.
"Nisa, kamu harus berhati-hati. Nico itu bukan orang biasa. Aku takut dia akan melakukan sesuatu yang bisa melukai kamu," kata Bu Rianti dengan nada cemas.
Nisa berusaha menenangkan ibunya, meskipun dia sendiri merasa khawatir. "Aku tahu, Ma. Tapi aku juga tidak bisa terus bersembunyi. Kita harus melawan, atau mereka akan terus menguasai hidup kita."
Pak Roni yang mendengar percakapan itu datang mendekat. "Nisa benar, Rianti. Kita harus berani menghadapi mereka. Dengan bantuan dari Arfan dan Rey, kita punya kesempatan. Tapi kita harus bersatu."
Bu Rianti menatap suaminya dengan mata penuh kekhawatiran. "Tapi bagaimana jika sesuatu terjadi pada Nisa? Aku tidak bisa kehilangan dia."
Pak Roni memegang tangan istrinya dengan lembut. "Aku juga tidak mau kehilangan siapa pun di keluarga ini. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus bertindak sebelum mereka semakin berkuasa."
Di tempat lain, Nico sedang memantau pergerakan Nisa dan keluarganya. Dia merasa di atas angin, yakin bahwa rencananya akan berhasil. Namun, dia tidak menyadari bahwa Nisa dan keluarganya tidak sendiri.
Rey, yang diam-diam sudah bergerak lebih dulu, mulai mengaktifkan jaringan bawah tanahnya untuk melacak setiap langkah Nico. Rey tahu bahwa satu-satunya cara untuk mengalahkan Nico adalah dengan menyingkap semua kebusukan yang telah dia lakukan.
"Dia mungkin merasa tidak terkalahkan, tapi kali ini dia akan menghadapi lawan yang tidak dia duga," kata Rey dengan tekad.
Di malam yang tenang di vila, Nisa duduk di teras, memandang langit yang dipenuhi bintang. Dalam pikirannya, berbagai rencana berputar, mencoba memahami langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Dia tahu bahwa pertempuran ini belum selesai, dan Nico masih menjadi ancaman besar.
Rey mendekat dan duduk di sebelah Nisa. "Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya, menatap Nisa dengan penuh perhatian.
Nisa menghela napas. "Aku hanya memikirkan bagaimana kita bisa mengakhiri semua ini. Aku tidak ingin keluargaku terus hidup dalam ketakutan. Tapi aku juga sadar, Nico tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan."
Rey mengangguk. "Kamu benar. Tapi kita punya keunggulan sekarang. Aku sudah mengatur beberapa orang untuk memantau pergerakan Nico. Dia tidak akan bisa bergerak bebas seperti sebelumnya."
Nisa menoleh ke Rey, mata mereka bertemu. "Terima kasih, Rey. Aku tahu ini bukan hanya untukku, tapi aku sangat menghargai apa yang kamu lakukan."
Rey tersenyum tipis. "Kita melakukan ini bersama. Kamu bukan satu-satunya yang ingin melihat Nico jatuh. Dan aku akan memastikan dia mendapatkan balasannya."
Di tempat lain, Nico duduk di ruangannya, menatap peta kota yang tergelar di meja. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia tidak bisa meletakkan jarinya pada apa itu. "Mereka mungkin berusaha melawan, tapi mereka tidak tahu dengan siapa mereka berurusan," gumamnya dengan nada dingin.
∆∆
Pagi berikutnya, Nisa terbangun dengan semangat baru. Dia sadar bahwa dirinya tidak bisa terus-menerus hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Ada banyak yang harus dilakukan, dan dia bertekad untuk melindungi keluarganya serta menegakkan keadilan.
Di ruang makan, Pak Roni dan Bu Rianti sudah menunggu. Mereka tampak lebih tenang setelah kejadian semalam, meski kekhawatiran masih terpancar dari wajah mereka.
"Nisa, bagaimana tidurmu?" tanya Bu Rianti, suaranya lembut namun penuh perhatian.
"Baik, Ma. Aku merasa lebih baik sekarang," jawab Nisa, mencoba memberikan senyum menenangkan kepada ibunya.
Pak Roni menatap putrinya dengan penuh kasih. "Kita akan menghadapi ini bersama, Nak. Apa pun yang terjadi, kamu tidak sendirian."
Nisa mengangguk, merasakan kekuatan dari dukungan keluarganya. "Aku tahu, Pa. Aku siap untuk apa pun yang datang."
Sementara itu, di sisi lain kota, Rey sedang berada di kantornya, memantau pergerakan Nico. Informasi terbaru dari anak buahnya menunjukkan bahwa Nico mulai merencanakan sesuatu yang besar. Rey tahu bahwa waktunya semakin sempit, dan dia harus bertindak cepat.
Di sudut ruangannya, Rey menghubungi kakek Nisa, Arfan, yang masih berada di Australia. Mereka berbicara dalam kode, memastikan bahwa setiap langkah mereka tetap rahasia.
"Rey, kita harus lebih berhati-hati. Nico tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan yang dia inginkan," kata Arfan dengan nada tegas.
"Ya, Kakek. Aku sudah menyiapkan segalanya. Tapi kita perlu memastikan bahwa Nisa dan keluarganya tetap aman," jawab Rey dengan serius.
"Jangan khawatir, aku juga akan mengirim bantuan tambahan. Kita akan membuat Nico menyesali setiap langkah yang dia ambil," kata Arfan, suaranya penuh keyakinan.
Rey menutup telepon, matanya menyipit dengan tekad. Dia tahu bahwa ini adalah pertempuran yang harus mereka menangkan, bukan hanya untuk Nisa, tapi juga untuk keadilan yang telah lama dinantikan.
Di tempat lain, Nico mulai memobilisasi orang-orangnya, merasa bahwa waktunya sudah dekat. Dia belum menyadari jebakan yang sedang dipersiapkan untuknya, dan dia terlalu yakin bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencana. Tapi kali ini, dia berhadapan dengan lawan yang jauh lebih tangguh daripada yang pernah dia bayangkan.