"Aliza suka kak diva!!"
"gue gak suka Aliza!!"
"kak diva jahat!!"
"bodo amat"
apakah seorang Aliza akan melelehkan hati seorang ketua OSIS yang terkenal dingin dan cuek itu?atau Aliza akan menyerah dengan cintanya itu?
"Aliza,kenapa ngejauh?"
"kak diva udah pacaran sama Dania"
"itu bohong sayang"
"pret"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akuadalahorang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
support system chapter 22
Aliza dan Diva duduk berdua di dalam mobil, saling menggenggam tangan. Aliza terisak, tangisannya tak kunjung reda. Diva memeluknya erat, mencoba memberikan ketenangan meski hatinya ikut perih melihat Aliza seperti ini.
“Kenapa nangis, By? Kan nggak ada bukti sama sekali,” ujar Diva lembut, berusaha menenangkan.
“Aku nggak nangis, cuma aku takut nanti dituduh macam-macam sama mereka,” jawab Aliza sambil menatap Diva dengan mata berkaca-kaca.
“Kan ada aku. Kita pasti bisa buktiin kebenarannya,” balas Diva yakin. Aliza hanya mengangguk kecil.
“Kita pulang aja ya. Kamu istirahat dulu di rumah, jangan keluar dulu sampai semuanya tenang.” Aliza kembali mengangguk. Diva pun menyalakan mesin mobil dan segera meninggalkan area rumah sakit, meninggalkan motornya yang rencananya akan diambil nanti setelah memastikan Aliza aman di rumah.
Sementara itu, di rumah sakit, Nathan melangkah dengan penuh emosi menuju ruangan Carissa. Hatinya panas mengetahui adiknya, Aliza, dituduh melakukan kekerasan hingga menyebabkan Carissa dirawat. Ini terlalu kejam, pikirnya. Kondisi Aliza yang sudah rapuh secara mental akan semakin terpuruk jika tuduhan ini terus dibiarkan.
Nathan membuka pintu ruangan Carissa tanpa mengetuk. Namun, pemandangan yang ia dapati membuat darahnya mendidih: Carissa sedang berciuman mesra dengan Ikbal. Tanpa berpikir panjang, Nathan segera mengeluarkan ponselnya dan merekam momen tersebut.
“Enak, ya?” Nathan menyindir tajam. Suaranya membuat Carissa dan Ikbal langsung terlonjak kaget, melepaskan diri dengan wajah panik.
“Nathan!” Ikbal berdiri, mencoba menunjukkan keberanian, meski terlihat gugup.
“Lucu, ya? Bokap lo mati-matian nuduh adik gue ngebully lo sampai lo masuk rumah sakit, tapi lo malah enak-enakan ciuman sama bajingan kayak dia.” Nathan menunjuk Ikbal sambil terkekeh sinis.
“Gue mohon, jangan bilang ke bokap gue,” pinta Carissa dengan nada panik, mencoba mendekati Nathan.
Nathan maju beberapa langkah, menatap mereka dengan dingin. “Kalau lo mau gue nggak bilang ke bokap lo, ada satu syarat: Lo ngaku didepan semua orang di sekolah, dan minta maaf atas fitnah lo ke Aliza.”
“Gue nggak mau!” bentak Carissa keras.
Nathan tertawa pendek, penuh ejekan. “Ya udah, lihat aja besok,” ucapnya santai sambil berbalik meninggalkan ruangan.
Namun langkah Nathan terhenti ketika Carissa berteriak, “Diva sama Aliza pacaran!”
Nathan membalikkan badan, menatap Carissa dengan tajam. “Tanpa lo ngomong pun gue udah tahu. Diva jauh lebih baik daripada bajingan kayak lo.” Ucapannya dingin, menusuk. Ia lalu melangkah keluar tanpa menoleh lagi.
Carissa, yang masih berdiri di tempatnya, memukul meja dengan marah. “Aku nggak mau! Ini semua salah Aliza!” teriaknya dengan emosi meledak-ledak, sementara Ikbal hanya diam tanpa kata, merasa kecil di hadapan situasi tersebut.
---
Diva memarkirkan mobil Aliza di garasi. Aliza turun sambil memegang kepalanya yang terasa pusing. Diva yang melihat Aliza hampir pingsan segera keluar dari mobil dan memeluknya. Wajah Aliza yang sangat pucat membuat Diva panik. Tanpa ragu, ia menggendong Aliza ala bridal style menuju rumah Aliza.
Ibu Aliza, yang sedang menyiram tanaman di depan rumah, terkejut melihat putrinya digendong oleh Diva.
"Diva, kenapa Aliza?" tanyanya panik saat melihat Aliza menutup mata.
"Lambung Aliza kambuh, Bu," jawab Diva cemas.
Karina, ibu Aliza, segera masuk ke rumah dan mengambil obat Aliza.
"Kenapa bisa kambuh lagi? Mama kan sudah bilang, jangan pernah telat makan, Aliza! Jadinya begini kan?" omel Karina sambil menyiapkan sofa untuk tempat istirahat Aliza.
Diva dengan hati-hati membaringkan Aliza di sofa.
"Assalamualaikum," sapa Nathan yang baru datang bersama teman-teman lainnya. Mereka langsung mendekati Aliza dengan wajah khawatir. Nathan terlihat paling panik saat melihat Aliza tidak sadarkan diri.
"Kenapa bisa begini?" tanya Nathan kepada Diva.
Diva menjawab singkat, "Pikiran."
Hanya satu kata itu saja sudah cukup membuat Nathan merasa sakit. Ia tahu, Aliza sedang memikirkan sesuatu yang berat. Tanpa ragu, Nathan memeluk Aliza, menunjukkan betapa ia peduli. Teman-temannya yang melihat itu hanya bisa iri.
"Kalau nanti Nathan punya pacar, pasti romantis banget," gumam Cesya sambil memeluk Velyn, tetapi Velyn malah mendorongnya pelan. Cesya langsung manyun.
"Eh, ngomong-ngomong... Carissa hamil," celetuk Bagas tiba-tiba.
Semua orang menoleh ke arah Bagas dengan wajah terkejut.
"Hah?! Serius lo?" seru mereka serempak.
Bagas mengangguk santai. "Lo pada nggak tahu, ya? Dia di rumah itu bukan karena sakit, tapi abis aborsi," katanya blak-blakan.
Mendengar itu, Karina yang sedang membawa camilan hanya bisa menggeleng. "Anak zaman sekarang memang nggak bener," komentarnya sebelum kembali ke dapur.
Sementara itu, Aliza perlahan mulai sadar. Ia membuka mata dan melihat Diva yang tengah mengelus kepalanya lembut.
"Udah mendingan?" tanya Diva. Aliza mengangguk pelan.
Namun, suasana kembali memanas saat Velyn menatap sinis ke arah Bagas. "Lo kan yang paling deket sama tuh jalang," sindirnya.
Bagas hanya terdiam meskipun merasa tersinggung. Namun, ia sadar ucapan Velyn ada benarnya.
"Carissa udah lama hamil. Itu alasan dia di rumah terus," Bagas menambahkan dengan nada datar.
"Gila, anak zaman sekarang," sahut Zia sambil menggeleng.
Di sisi lain, Cesya mencoba menyemangati Aliza. "Aliza, semangat ya!" katanya sambil tersenyum.
"Iya, Aliza. Lo nggak sendirian. Ada gue di sini," tambah Gavin sambil tersenyum.
Diva langsung melotot ke arah Gavin. "Kalem aja, Div. Jangan melotot gitu, kayak mau keluar matanya," canda Gavin sambil tertawa.
"Awas lo kalau ganggu cewek gue lagi! Habis lo di tangan gue!" ancam Diva tegas.
Teman-temannya langsung menggoda. "Anjay! Cewek gue, katanya!" teriak Bagas, diikuti tawa mereka semua.
Aliza yang malu-malu hanya bisa tersenyum kecil. "Cuma punya Aliza Exelyn Zamora," gumamnya lirih.
Mendengar itu, semua orang langsung tertawa. Wajah Diva memerah seketika.
"Udah dua tahun diam-diam suka, akhirnya sekarang dapet juga," celetuk Gavin sambil tertawa.
"GAVIN WATSON!" bentak Diva kesal. Gavin langsung sembunyi di balik tubuh Bagas sambil cekikikan.
"Cieeeeee," seru teman-temannya serempak, menggoda Diva dan Aliza yang kini saling tersipu malu.
Diva menuntun Aliza menuju kamar. Ia tersenyum kecil melihat Aliza yang terlihat manja ketika sedang sakit. Sesampainya di kamar, mereka masuk, tetapi Diva membiarkan pintu tetap terbuka lebar agar tidak ada yang berpikiran macam-macam tentang dirinya.
Setelah sampai di dekat tempat tidur, Diva dengan hati-hati membantu Aliza berbaring. Ketika sudah tertidur, Aliza tiba-tiba memeluk Diva dari samping. Diva hanya tersenyum dan merangkul Aliza dengan lembut.
"Aliza," panggil Diva pelan.
Aliza tidak menjawab, hanya diam, siap mendengar nasihat Diva seperti biasanya.
"Kamu nggak boleh begini terus. Kasihan badan kamu, Aliza. Kamu butuh istirahat, bukan malah mikirin hal-hal yang nggak penting," ucap Diva tegas.
Aliza mengangguk lemah, menunjukkan bahwa ia mendengarkan.
"Kamu boleh, kok, pergi ke mana saja, asal ijin dulu ke aku. Tapi, tolong jaga dirimu. Jaga badan kamu, jaga mahkota kamu, dan terutama jaga perut kamu yang sering kambuh itu. Masalah Carissa, biar aku yang urus. Kamu nggak usah khawatir. Aku benar-benar panik lihat kamu kayak tadi. Paham?"
Aliza menatap Diva dan mengangguk pelan. "Paham," jawabnya lirih.
Diva tersenyum dan membantu Aliza kembali berbaring dengan nyaman. "Sekarang kamu tidur, oke? Mimpi yang indah, dan jangan pikirkan apa-apa dulu. Setuju?"
Aliza kembali mengangguk, matanya mulai terpejam. Sebelum pergi, Diva mengecup kening Aliza dengan lembut.
"I love you, sayang," bisik Diva.
"I love you more, Diva Arkatama," balas Aliza pelan, membuat Diva tersenyum sebelum keluar dari kamar.
---