Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Di kala malam yang dingin dan sunyi. tubuh Radit menggigil, Bu Drajat yang mengompres Radit yang sedang demam tinggi begitu panik. Pasalnya suhu badan Radit tak jua turun.
"Arkan...Arkan..nak..buka pintunya tolong mama" Bu Radit yang panik akhirnya membangun kan Arkan.
"Ada apa ma...kenapa mama minta tolong" seru Arkan sembari mengucek matanya yang mengantuk.
Melia keluar dari kamar sambil menguap.
"Ada apa sih ma...jam berapa ini?" tanya nya dengan suara serak.
"Tolongin mama, itu Radit..Radit..dia demam tinggi, mama sudah kasih kompres tapi panas nya nggak turun-turun" panik Bu Drajat.
"Trus apa mau panggil mantri di tengah malam gini?" tanya Arkan. " de' ada obat turun panas nggak?" tanya Arkan pada Melia yang di angguki oleh Melia.
"Ini ma..coba kasih ini dulu, besok pagi kalo belum turun juga panasnya kita panggil mantri" seru Melia.
Bu Drajat dan Arkan memeriksa keadaan Radit sedangkan Melia kembali ke alam mimpinya.
"Maafkan aku...aku menyesal kembali lah.." racau Radit di dalam tidur nya.
"Bagaimana ini Arkan...apa kamu tau di mana Rani" tanya mama nya.
"Sebenarnya aku tau ma hanya tak mungkin aku kasih tau" ucap Arkan.
"Kenapa nggak bisa kasih tau, memang nya ada yang terjadi dengan Rani?" tanya mama nya yang penasaran.
"Nanti saja ma kalo kak Radit sudah sembuh, biar dia sendiri yang cari Rani" ucap Arkan yang membuat mama nya semakin penasaran.
Saat pagi tiba Bu Drajat yang sering terjaga menyentuh dahi Radit.
"Huf..syukur lah sudah nggak panas" lirih Bu Drajat.
Ia berniat untuk membuat bubur, namun tiba-tiba kepala nya seperti berputar.
"Mama awas hati-hati" Melia memegang tangan mama mertuanya karna iia hampir jatuh.
"Mama kenapa?" tanya Melia.
"Kepala mama rasa nya berputar-putar Mel mungkin karna kurang tidur" ucap Bu Drajat.
"Ya sudah mama istirahat lah dulu mama tadi mau ke mana?" tanya Melia.
"Mama mau buat bubur siapa tau Radit bangun biar dia bisa sarapan" kata Bu Drajat merasa tak nyaman kalo harus merepotkan menantu nya.
"Ya sudah biar Mel yang buat, mama duduk saja" Melia beranjak ke dapur milik Radit dengan cekatan ia membuat bubur.
Setelah 30 menit akhirnya Melia sudah selesai membuat bubur.
"Ma...ini bubur untuk mama, dan yang ini aku akan berikan untuk kak Radit" kata Melia yang kemudia pergi ke kamar Radit.
"Kak Radit bangun lah aku buat kan bubur di makan dulu" seru Melia.
Radit berusaha duduk. "Mel..terima kasih sudah mau repot-repot buatin bubur untuk ku" ucap Radit.
"Nggak repot kok sekalian buatin mama juga, kelihatan nya mama kurang enak badan karna begadang" kata Melia sembari meletak kan bubur di atas meja.
"Sini kak biar Mel suapin mungkin kak Radit masih lemes" tangan Melia terulur dengan sendok berisi bubur, perlahan Radit memakan bubur itu hingga sampai habis setengah nya.
Namun tiba-tiba "ehem" suara seseorang berdehem mengejutkan Melia yang sedang fokus menyuapkan bubur ke mulut Radit.
"De' mas mau berangkat kerja nih Juna di urus" seru Arkan yang meletak kan Juna ke pangkuan Melia begitu saja.
"Maaf ya kak, aku pulang dulu" tanpa menunggu jawaban dari Radit Melia pergi meninggalkan kamar Radit bahkan ia tak menoleh lagi di mana mertua nya tadi duduk.
"Mas....tunggu..." seru Melia yang menghenti kan langkah Arkan.
"Mau ngapain de' apa aku mengganggu mu tadi?" tanya Arkan dengan sorot mata tajam.
"Kamu ngomong apa sih mas, kak Radit lagi sakit dia lemes makan nya aku suapin dia supaya cepet habis bubur nya" elak Melia.
"Halah..bilang saja kalian bernostalgia, ternyata seperti apa pun aku berusaha menjadi yang terbaik, tetap saja nggak akan bisa ngalahin masa lalumu yang setiap hari ada di depan mata" Arkan terlihat benar-benar marah.
"Ada apa kalian ini suara kalian sampai terdengar oleh tetangga, nggak enak di dengar tetangga pagi-pagi buta sudah buat gaduh begini" seru Bu Drajat yang mendengar keributan antara anak dan menantu nya sedang kan Juna menangis dalam gendongan Melia.
"Sini biar Juna mama yang urus, kalian puas kan saja bikin gaduh" seru Bu Drajat yang berlalu membawa Juna, dengan kepala yang masih sedikit pusing Bu Drajat berjalan dengan hati-hati takut kalo cucu nya terjatuh.
Di kamar Radit yang mendengar keributan Arkan dan Melia tersenyum puas.
"Ini belum seberapa Ar di banding sakit hati yang aku tanggung selama ini, karna kebahagiaan ku kau rampas" lirih Radit yang senang dengan apa yang terjadi.
"Aku nggak punya pikiran aneh-aneh mas" bujuk Melia pada Arkan yang bersiap akan pergi.
"Terserah de' selama ini aku sudah berusaha tapi kalo kenyatan nya seperti ini aku bisa apa lagi" seru Arkan sembari melangkah keluar rumah. Namun nampak nya Arkan bukan nya ingin ke ladang tapi ia ingin menenangkan pikiran nya entah ke mana arah nya.
"Mas berhenti, aku minta maaf kalo apa yang kamu lihat tadi membuat kamu terluka mas" seru Melia yang mencoba menghalangi kepergian Arkan.
Namun Arkan tetap saja berlalu. Melia menangis pilu namun Arkan tak memperdulikan nya.
"Mas....aku nggak punya niat apa pun, aku cinta sama kamu mas, hatiku sudah milik mu, tak lagi tempat untk orang lain meski pun itu masa laluku" lirih Melia dalam isak tangis nya.
Melia masuk ke kamar dengan perasaan yang begitu kacau, perasaan nya seolah hampa.
"Sebelum kamu maafin aku, aku nggak akan bisa tenang mas..." Ia mengacak rambut nya sendiri hingga penampilan nya awut-awutan.
"Ada apa Bu kok Melia teriak-teriak pagi-pagi gini" tanya Bu Lili tetangga dekat nya.
"Oh itu tadi kotak makan siang Arkan hampir tertinggal, kalo Melia nggak teriak Arkan pasti nggak dengar" ujar Bu Drajat tentu saja ia sedang berbohong.
"Oalah...tak kira ada apa ya sudah Bu mari" kata Bu Lili.
Bu Drajat segera mencari keberadaan Melia.
"Ya Allah Mel...kamu kenapa? Penampilan mu itu bisa bikin Juna takut" seru Bu Drajat yang melihat penampilan kacau menantu nya.
"Apaan sih ma...ini tanda nya aku tu frustasi, mas Arkan menuduh ku masih ada rasa sama kak Radit hu hu hu " tangis Melia pecah kembali.
"Maafin mama ya, andai tadi mama nggak nyuruh kamu bikin bubur, mungkin nggak akan seperti ini" sesal Bu Drajat.
"Alah emang mas Arkan saja yang nggak mau dengerin penjelasan aku, awas saja kalo dia sampai salah jalan" ujar Melia di tengah linangan air mata nya yang masih deras mengalir.
"Memang nya Arkan ke mana? Kok sampe salah jalan Mel, maksud kamu nyasar? Nggak mungkin lah jalan di kampung ini kan cuma satu" ujar Bu Drajat yang membuat kepala Melia tiba-tiba pening.
"MAMA.......!!"
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.