NovelToon NovelToon
Moonlight After Sunset: Black Magic

Moonlight After Sunset: Black Magic

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Balas Dendam / Epik Petualangan / Akademi Sihir
Popularitas:207
Nilai: 5
Nama Author: Riana Syarif

Buku kedua dari Moonlight After Sunset, bercerita tentang Senja, seorang gadis yang terlilit takdir membingungkan. Untuk mengetahui rahasia takdir yang mengikatnya, Senja harus membuang identitas lamanya sebagai Bulan dan mulai menjalani petualangan baru di hidupnya sebagai putri utama Duke Ari. Dalam series ini, Senja aka Bulan akan berpetualang melawan sihir hitam sembari mencari tahu identitas aslinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riana Syarif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trik Murahan

"Kepercayaan itu sulit di dapat, namun ketika ada maka akan sangat mudah untuk hilang."

****

Beberapa saat setelah Iza keluar, pengurus rumah tangga kediaman Duke mendatangi paviliun Senja. Ia terlihat marah dengan ekspresi wajah yang jelas. Siapa pun yang melihat pengurus rumah, mereka pasti akan berpikir jika ada hal besar yang akan terjadi.

Pengurus rumah tangga itu kemudian memasuki Paviliun Senja. Ia dengan kasar membanting pintu dan berjalan menuju lantai atas, tempat dimana Senja berada.

Namun sebelum ia sampai ke atas, Senja sudah berada lebih dulu di atas tangga kamarnya. Ia terlihat santai dengan segenggam apel di tangannya.

Melihat hal itu, membuat pengurus rumah tambah kesal. Ia dengan kasarnya menunjuk Senja dan memakinya.

"Nona, apa anda sudah lupa diri? Anda hanya beruntung karena Duke mulai memperhatikan anda, namun itu bukan berarti anda berhak melakukan itu pada gadis malang ini."

Pengurus rumah menunjuk ke arah pintu dimana Iza telah kembali bersama Arina dengan pipi merah yang sudah terbungkus rapi.

Senja sendiri hanya bisa tertawa secara internal melihat kedua nya. Ia merasa sangat terhibur saat melihat wajah Iza yang memelas seperti pengemis.

Dengan santai Senja kembali melanjutkan makannya, ia juga menyuruh salah satu pelayannya untuk membawakan minuman.

"Dimana etika mu sebagai Nona besar kediaman ini?" teriak pengurus rumah dengan kesal. Wajahnya memerah dengan mata yang melotot tajam.

Senja hanya mengangkat kedua tangannya tidak peduli. Ia kemudian berjalan pergi menuju kursi di ruang tamu yang bersebelahan dengan ruang utama.

"Sial," pelayan itu mengumpat tajam sebelum mengikuti Senja dari belakang.

Arina dan Iza pun turut mengikuti Senja menuju ruang tamu. Disana tampak salah seorang pelayan yang sedang membawakan minum dan menaruhnya tepat di hadapan Senja.

Lagi dan lagi, Senja dengan santainya meminum air tersebut. Ia seperti sengaja mengabaikan pengurus rumah tangga dan Arina. Mereka yang melihat perilaku Senja berpikir jika Senja sudah kelewatan batas.

"Nona..."

Perkataan pengurus rumah terpotong saat Senja mengangkat tangan kirinya. Ia kemudian mengalihkan perhatiannya pada pengurus rumah dan menatapnya dengan dingin.

Seketika suasana ruang tamu berubah menjadi dingin, seperti ada musim dingin yang tiba-tiba saja datang dan menghantam mereka. Semuanya diam dan tidak ada yang berani berkata apapun.

"Apa kau sudah lupa sekarang berada dimana?" tanya Senja dengan nada suara sedingin gunung es.

"Apakah aku sudah mengizinkan mu untuk memasuki Paviliun ini?"

Pengurus rumah terdiam dengan nada suara yang terdengar halus. Meskipun halus namun penekanan kuat ada di dalam setiap kata-katanya.

"Itu..., itu..."

Pengurus rumah tampak bingung, ia terlihat kacau dengan suara yang terdengar parau.

"Kau mengatakan etika padaku, tapi kau sendiri melupakan hal itu. Bagaimana bisa aku memperlakukan orang rendahan seperti mu dengan etika ketika kau sendiri bahkan melupakannya."

Perkataan itu sangat menusuk bagi pengurus rumah tangga, ia dengan kesal menggenggam ujung kemejanya dengan wajah menunduk ke bawah. Giginya saling beradu dan menciptakan bunyi yang mengilukan bagi siapapun yang mendengarnya.

"Itu karena anda..."

TANG....

"Karena apa?"

Senja dengan sengaja menaruh gelas minuman dengan keras di atas meja. Ia kemudian menatap pengurus rumah yang tampak siap meledak kapan saja.

"Apa karena gadis gembel itu, hah?"

Senja bertanya dengan wajah penuh hinaan. Ia cukup kesal sejak surat miliknya dicuri dan ditambah lagi dengan kerusuhan yang tidak jelas ini.

"Senja!"

Kini Arina yang angkat bicara, ia terlihat memeluk Iza dan memukul ringan pundaknya untuk menahan air mata Iza yang hendak keluar.

"Jangan berkata kasar seperti itu padanya," lanjut Arina menengahi keadaan.

Namun bukannya reda, Senja malah semakin terhibur. Ia menaikkan sudut bibirnya dengan bentuk senyuman aneh yang misterius.

"Oh adik, sejak kapan kau ada disini? Aku bahkan tidak mendengar kedatangan mu," lirih Senja dengan nada suara mengejek.

"Nona, anda kali ini sudah benar-benar keterlaluan."

"Apa yang membuatmu berspekulasi seperti itu, Lui?" Senja memanggil nama pengurus rumah. Ia dengan dingin menatap Lui yang saat ini sedang menatap tajam kearahnya.

Senja kemudian tersenyum, dengan sudut mata yang tetap terlihat dingin namun dengan bibir yang terbuka lebar.

"Apa aku salah menghukum pelayan yang telah dengan sengaja menumpahkan makanan panas ke tangan ku ini?"

Senja menunjukkan tangannya yang terbalut perban akibat luka bakar yang ia terima sebelumnya. Jujur saja jika perban itu dibuka maka tidak ada bagian kulit manapun yang terluka. Hal itu karena luka tersebut sudah disembuhkan oleh Ristia.

"Bagaimana...?"

Wajah Lui tampak pucat, ia bahkan tidak tahu apa yang telah terjadi pada tangan Senja. Ia dengan bingung menatap Iza yang saat ini sedang menatap tangan Senja dengan mata terkejut.

"Ah, jangan bilang kau hanya melihat yang terlihat di depan mata mu, tapi yang tidak terlihat kau lupakan begitu saja."

Senja dengan sengaja mencibir Lui, ia bahkan dengan tenang menunjuk ke arah Iza yang masih berada di dalam perlindungan Arina.

"Kakak, aku tahu jika Iza telah melakukan hal yang salah. Namun menghukumnya seperti ini juga bukanlah tindakan yang benar."

Arina dengan tegasnya membela Iza di hadapan semua orang. Ia tampak yakin dengan perkataannya tersebut sehingga membuat Senja merasa muak dengan kehadirannya disini.

"Jadi, bagaimana keputusan mu? Apakah aku harus meminta maaf padanya?"

Senja bertanya dengan senyum anehnya. Ia kini terlihat sangat berbahaya saat sedang mengatakan kata 'maaf' tersebut.

Arina yang sebelumnya terlihat tenang kini mulai kacau. Ia tampak bingung, seakan-akan mulutnya tertekan dengan kuat. Kerongkongannya bahkan terasa sakit saat hendak mengucapkan beberapa patah kata.

"Selain itu, jika hal ini terjadi pada mu atau dengan yang lainnya, bagaimana keputusan kalian?" lanjut Senja sambil melirik tajam ke arah Lui dan Arina.

Kini keduanya tampak sangat tegang dengan keringat dingin yang mulai bercucuran di punggung belakang mereka.

"Yang kau katakan itu benar Lui. Jika aku adalah Nona besar kediaman ini, tapi begini kah perlakuan mu padaku?"

Senja terlihat tenang, ia kemudian berdiri dari duduknya dan pergi menuju Lui yang sedang berdiri kaku di tempatnya.

"Kau seenaknya masuk ke kediaman ini tanpa izin dari ku lalu bertanya dimana etika ku? Kau juga membawa pengaruh buruk pada adik ku tercinta sehingga ia berani datang ke rumah ku tanpa di undang, ia juga bahkan tidak memberikan salam saat masuk ke tempat ini."

Senja mengatakan segalanya yang ada, para pelayan yang mendengar hal itu hanya diam. Mereka tahu jika apa yang dikatakan Senja adalah kebenaran.

"Tenang adik, aku tidak akan mengusir mu dari tempat ini." Senja tersenyum hangat dengan mata yang masih terlihat dingin.

"Aku hanya ingin bertanya, jika hal itu terjadi pada mu ataupun Bella, maka apa yang akan kau lakukan padanya?"

Pertanyaan Senja sungguh membuat Arina bingung, ia terlihat gugup dengan suara yang bahkan tidak terbuka sama sekali.

Jujur saja hal ini bukan sekali atau dua kali terjadi di kediaman ini. Dulu hal itu pernah terjadi pada Bella yang mendapatkan gaunnya basah kuyup akibat ulah seorang pelayan, dan malangnya pelayan itu di pecat dan tidak diberi pesangon sama sekali.

Ia diusir dari kediaman ini secara tidak hormat, ia bahkan tidak bisa melamar kerja ditempat lain karena karirnya telah hancur. Dan itu hanya sebuah gaun, bukan bagian tubuh yang terluka.

"Adik, aku hanya takut hal yang sama juga terjadi pada mu setelah apa yang dulunya pernah terjadi pada Bella dan aku sekarang."

Senja mengatakan fakta yang telah lama mereka lupakan. Fakta dimana Lui bahkan tidak bisa berkata apapun lagi, bahkan para pelayan yang semula menatap Arina dengan bangga, kini malah melihatnya sebagai seorang penjahat yang sedang melindungi terdakwa.

"Tuan Lui, aku harus bagaimana? Bukankah kau datang kesini untuk menghukum ku atas kesalahannya?"

Senja sengaja memanggil Lui dengan sebutan Tuan. Hal itu bertujuan agar Lui sadar akan kesalahannya. Wajah Lui yang sudah merah kini semakin memerah dengan adanya pertanyaaan Senja. Ia kemudian dengan rasa malunya memanggil Iza dari pelukan Arina.

"Berlututlah!" pekik Lui kesal sambil menarik Iza untuk berlutut pada kaki Senja. Ia kemudian membungkukkan tubuhnya dengan sopan sambil meminta maaf pada Senja.

"Lucu sekali," batin Senja saat melihat Lui yang dengan sengaja menahan egonya untuk tidak memberontak. Inilah yang Senja sukai dari Lui, meski ia kesal namun akal sehatnya masih berfungsi dengan baik.

"Maafkan saya Nona, saya dengan gegabah telah menerima mentah-mentah rumor yang beredar sehingga melupakan fakta yang sesungguhnya. Saya sungguh minta maaf."

Senja hanya tersenyum ramah sambil mempersilahkan Lui untuk berdiri dari sujudnya. Ia kemudian memukul ringan pundak Lui sambil berkata, "Ini yang terakhir."

Suara Senja tampak tenang dan ramah namun arti dari kata-katanya cukup membuat Lui merinding ketakutan. Ia sudah lama tidak merasakan aura dominan yang cukup mencekam ini.

"Aura ini..., aura yang sama dengan beliau," batin Lui kaget saat Senja menekan pundaknya dengan lembut.

Lui sungguh kacau, ia tidak pernah merasakan aura mencekam ini dari siapapun selama ia berada di kediaman ini kecuali dari dua orang saja, yaitu Duke dan Permaisuri.

Dengan berat Lui menelan salivanya, ia lalu meminta izin pada Senja sebelum membawa Iza keluar dari tempat ini.

"Saya rasa kesalahpahaman ini sudah selesai. Jika begitu saya izin undur diri, Nona."

Lui kemudian menyuruh bawahannya untuk menyeret Iza dan membiarkan Senja berduaan bersama Arina di ruangan tersebut.

Arina yang sadar telah ditinggal pergi oleh Lui, kemudian bergegas melarikan diri dari ruangan tersebut. Ia terlalu malu untuk terus berada disana, bahkan ia lupa untuk memberi salam perpisahan pada Senja.

"Huh, menyebalkan."

Senja hanya bisa menghela napas panjang saat keduanya pergi. Ia juga dengan sengaja membiarkan Arina berlari pergi tanpa memberi salam karena ia sudah lelah dengan semuanya.

Namun semua kejadian itu tidak mudah di lupakan bagi para pelayan di paviliun ini. Mereka dengan cepat menyebarkan rumor mengenai kejadian tersebut ke seluruh area kediaman Duke.

Dan sejak saat itu, reputasi Arina mulai meredup dan digantikan dengan kecurigaan mereka terhadap Arina yang telah terang-terangan mencuri pangeran kelima dari Senja.

Semua rumor mengenai Senja perlahan menjadi rasa iba karena situasinya yang selama ini tidak mereka sadari. Mereka merasa kasihan karena Senja yang hidup seorang diri tanpa bantuan sosok ibu disisinya, terlebih lagi perilaku ibu tirinya yang terkenal kejam dan tidak kenal ampun.

Semua hal itu kini membuat nama Senja semakin terang di kediaman Duke dan membuat selir-selir Duke menjadi tambah murka padanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!