Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
009 - Neraka (4)
Serangan itu datang begitu cepat. Sebuah tangan bersisik, besar dan kuat, muncul dari air kecokelatan, menggenggam senjata mirip trisula yang berkilauan mengancam. Sebelum Gray sempat bereaksi, ujung trisula menusuk ke arah dadanya. Waktu seakan melambat. Ketakutan menusuk tulang punggungnya, tetapi refleks yang dilatih keras selama seminggu pelatihan neraka Jordan mengambil alih. Gray tidak bisa menghindar. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia mengerahkan seluruh energi gelap di dalam tubuhnya, memfokuskannya pada titik tepat di mana trisula akan mengenai dadanya.
Tubuhnya bergetar hebat, urat-urat di lengan dan dadanya menegang seperti tali busur yang siap melepaskan anak panah. Energi gelap, pekat dan dingin, berkumpul di dada Gray, membentuk perisai tak kasat mata. Dentuman keras menggema ketika trisula menghantam perisai itu. Getaran hebat mengguncang tubuh Gray, membuatnya terhuyung mundur, menghantam tanah keras. Dunia berputar sejenak, pandangannya kabur, rasa sakit menusuk dadanya, meskipun trisula tidak menembusnya.
Perisai energi gelap mulai melemah, retak-retak seperti kaca yang terbentur palu. Gray merasakan kekuatannya terkuras dengan cepat. Ia terengah-engah, napasnya tersengal-sengal, dadanya terasa seperti terbakar. Makhluk di sungai, yang kini terlihat lebih jelas – sejenis reptil air besar dengan sisik berwarna hijau gelap dan mata merah menyala – menarik kembali trisulanya. Trisula itu masih mengeluarkan percikan energi gelap yang memudar, bekas pertarungan dahsyat yang baru saja terjadi.
Makhluk itu mengaum rendah, suara seperti batu yang bergesekan, sebelum kembali menghilang ke dalam air kecokelatan yang keruh. Keheningan kembali menyelimuti sungai kecil itu, hanya diiringi suara napas Gray yang berat dan denyut jantungnya yang berdebar kencang. Ia terbaring di tanah, kelelahan dan terluka. Perisai energi gelap yang telah melindunginya telah menghilang, meninggalkan rasa sakit yang menusuk di dadanya.
Pertanyaan baru muncul di benaknya, lebih mendesak daripada misteri buku itu. Bagaimana ia bisa bertahan hidup di dunia ini? Apakah ada harapan untuknya, atau ia hanya akan mati terlupakan di tempat terpencil ini? Ia melihat tangannya yang gemetar, merasakan rasa sakit yang menyebar di sekujur tubuhnya. Ia harus mencari tempat yang aman, setidaknya untuk sementara waktu, sebelum kekuatannya kembali. Namun, pikiran tentang makhluk air itu masih menghantui pikirannya. Apakah ia akan kembali? Dan apa lagi yang mengintai di dunia yang rusak ini? Gray perlahan bangkit, tubuhnya masih terasa lemah. Ia harus melanjutkan perjalanannya. Ia harus bertahan hidup.
"Huft... hampir saja,"
Desah Gray, napasnya masih tersengal. Ia melanjutkan perjalanan, langkahnya lebih hati-hati kini. Sinar matahari yang sedikit menyinari dedaunan yang jarang dan kering, menciptakan bayangan-bayangan panjang dan menakutkan di antara pepohonan yang mati. Udara masih terasa berat, dipenuhi bau busuk dan tanah kering yang retak. Ia berjalan melewati batang-batang pohon yang tumbang, akar-akarnya tersembul di atas permukaan tanah yang kering dan berdebu. Tiba-tiba, kakinya tersandung sesuatu yang tersembunyi di balik semak-semak yang kering dan kusam. Tubuhnya terhuyung, hampir jatuh. Ia berhasil menjaga keseimbangan, tetapi sebuah suara retakan kecil terdengar—suara batu yang pecah.
Gray menunduk, melihat apa yang telah membuatnya tersandung. Itu adalah sebuah kotak kayu kecil, usang dan lapuk dimakan usia, terkubur sebagian di dalam tanah. Kotak itu terbuat dari kayu gelap, hampir hitam, dengan ukiran-ukiran yang samar dan tak dikenali. Ia mengeluarkannya dari tanah. Kayunya terasa dingin dan berat di tangannya yang masih gemetar. Di permukaan kotak terdapat sebuah kunci kecil yang terbuat dari logam yang sudah berkarat, tetapi masih utuh. Keingintahuan mengalahkan rasa waspadanya. Gray mencoba membuka kotak itu, tetapi kunci kecil itu macet. Ia mencoba menggoyang-goyangnya, berusaha melonggarkan karat yang mengeras.
Saat ia berusaha keras untuk membuka kotak itu, ia mendengar suara gesekan ranting yang patah di balik semak-semak di dekatnya. Sesaat kemudian, muncullah sesosok bayangan yang tinggi dan kurus. Sosok itu tertutupi jubah kusam dan wajahnya tersembunyi di balik kap mesinnya. Hanya sepasang mata merah yang mengintip dari balik kain yang menutupi wajahnya. Keheningan mencekam. Hanya suara nafas Gray yang berat dan suara detak jantungnya yang menggema di antara pohon-pohon. Sosok misterius itu hanya diam, mengamati Gray yang sedang berjuang untuk membuka kotak kayu kecil itu.
“Ada apa di sana?”
Tanya sosok itu, suaranya serak dan rendah, seperti bisikan angin malam. Gray tersentak kaget.
Ia mengangkat kepalanya, menatap sosok misterius itu dengan penuh kewaspadaan. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah sosok ini teman atau musuh? Apakah ia harus memberitahu isi kotak itu? Atau menyembunyikannya? Pertanyaan-pertanyaan itu berkejaran dalam pikirannya.
"Ehh....siapa kau?"
Tanya Gray, suaranya sedikit gemetar. Ia masih memegang erat kotak kayu kecil itu, waspada terhadap sosok misterius di hadapannya.
Pria itu perlahan membuka tudung kepalanya. Wajahnya, terungkap di bawah sinar matahari yang redup, tampak tua dan keriput, namun dipenuhi dengan kedamaian yang tak terduga di dunia yang hancur ini. Kulitnya berwarna hijau zamrud muda, dan daun-daun kecil tumbuh di antara rambutnya yang berwarna hijau tua. Telinga runcing dan mata yang berwarna hijau tua semakin menegaskan jati dirinya: seorang Dryad, makhluk setengah manusia setengah pohon yang konon hanya tinggal di hutan-hutan terdalam dan terlindungi.
"Kasihan sekali pada anak-anak yang dibawa ke neraka ini,"
Katanya, suaranya lembut dan berbisik, seperti gemerisik daun-daun yang tertiup angin. Raut wajahnya dipenuhi simpati, seolah-olah ia merasakan penderitaan Gray dan anak-anak lainnya. Ia mengulurkan tangannya, tangan yang tampak tua dan kasar, namun lembut saat menyentuh kotak kayu itu. Dengan sedikit tenaga, ia berhasil membuka kunci yang berkarat.
Kotak itu terbuka, memperlihatkan isinya: sebuah pisau, terukir dengan simbol yang rumit dan bercahaya redup. Simbol itu tampak familiar, mengingatkan Gray pada ukiran-ukiran yang pernah dilihatnya di dinding-dinding reruntuhan kuno. Kalung itu memancarkan cahaya hangat yang lembut, kontras dengan suasana suram di sekitarnya. Selain kalung itu, terdapat sebuah gulungan perkamen tua dan rapuh. Tulisan-tulisan kuno terukir di atasnya, menggunakan tinta yang sudah memudar.
Dryad itu tersenyum kecil, memandang Gray dengan mata yang penuh pengertian.
"Ini mungkin akan membantumu,"
Katanya, menunjuk simbol pada pisau itu.
"Simbol ini... ia akan menuntunmu. Tetapi, gulungan ini... ia menyimpan rahasia yang mungkin terlalu berat untuk dipikul oleh seorang anak."
Ia terdiam sejenak, menatap pisau itu seakan melihat jauh ke masa lalu.
"Ambillah yang kau perlukan, Nak. Jalanmu masih panjang dan berbahaya."
Keheningan kembali turun di antara mereka, diiringi hanya dengan suara gemerisik daun-daun kering dan suara detak jantung Gray yang berdebar-debar. Ia menatap pisau dan gulungan itu, memahami bahwa petualangannya baru saja memasuki babak baru yang penuh dengan misteri dan tantangan.