Bagaimana jadinya saat tiba - tiba ibumu menanyakan saat ini berapa umurmu dan menawari hadiah ulang tahunmu yang ke 21 dengan hadiah jodoh?.
"Nis, Nisa sekarang umurmu berapa?." Tanya Dewi tiba-tiba saat masuk kamar putrinya. Nisa yang ditanya sang ibu pun langsung menjawab tanpa menaruh kecurigaan sedikitpun karena memang sang ibu terkadang sangat random. " Dua puluh tahun sebelas bulan ".
" Berarti sudah boleh menikah, hadiah ulang tahunnya jodoh mau? "Jawab sang ibu yang membuat Nisa kaget dan langsung tertawa.
Nisa yang sudah hafal betul tentang kerandoman ibunya pun berniat meladeni pembicaraan ini yang dia kira adalah candaan seperti yang sudah sudah.
" Boleh... Asal syarat dan ketentuan berlaku, yang pertama seiman, yang kedu-".Belum selesai Nisa bicara dia mendengar ibunya sudah tertawa lepas yang membuat Nisa juga ikut tertawa dan langsung pergi dari kamar putrinya.
Tanpa Nisa ketahui bahwa yang ia anggap candaan itu adalah sesuatu yang serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PERMATABERLIAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13.
Siang menjelang sore itu aku dan Kak Bagas keluar untuk mencari makan, aku tidak tahu ini bisa dibilang pendekatan atau tidak karena sebenarnya kalo hanya untuk sekedar makan bukankah saat ini dirumah banyak makanan sisa acara tadi.
Tapi setelah kupikir-pikir bisa saja Kak Bagas memang sedang menginginkan suatu makanan tertentu jadi tidak ada salahnya jugakan. Hitung-hitung sekalian langsung mencoba pacaran versi halal batinku.
Kali ini kami menjatuhkan pilihan untuk makan siang yang sudah sangat terlambat ini dengan makan bakso yang berada tak jauh dari rumahku. Sebenarnya aku juga baru pertama kali beli bakso disini karena bisa dikatakan si abang baksonya baru saja mulai jualan di daerahnya.
"Kak Bagas mau kosongan apa komplit baksonya?" tanyaku kepada Kak Bagas saat akan memesan.
"Samain aja kaya punya kamu."
"Oke deh"
"Bakso komplit nya dua ya bang." pesanku kepada abang bakso.
Setelah selesai memesan kulihat Kak Bagas sudah duduk disalah satu meja yang telah disiapkan oleh si abang bakso.
Sambil menunggu pesanan, kami sibuk memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang jalan dan tidak butuh waktu lama kami menunggu, kini pesanan kami sudah tersaji dihadapan kami.
Terlihat asap mengepul dari dalam mangkok bakso yang semakin menggugah selera, aku menambahkan sambal yang lumayan banyak kedalam baksoku karena sedang ingin makan pedas.
Entah kami yang lapar atau baksonya yang memang enak karena bakso di mangkok kami langsung habis dalam hitungan beberapa menit saja.
Selesai makan Kak Bagas memberi uang kepadaku untuk membayar pesanan kami. Dalam benakku saat menerima uang itu aku membatin, "Oh gini rasanya dinafkahi."
Sambil membayar pesanan senyum di wajahmu tidak pudar karena senang mendapatkan nafkah untuk pertama kalinya. Bisa dibilang tingkahku saat ini seperti anak kecil yang senang karena dibelikan jajan oleh kakaknya.
" Lagi happy bener Neng kayanya." tanya si abang bakso yang sepertinya memperhatikan tingkahku dari tadi.
"Hehehe ... iya ni bang."
" Karena di temenin sama kakaknya yang neng?" tanya si abang bakso yang sepertinya salah paham akan hubungan kami.
Sepertinya si abang bakso mengira bahwa Kak Bagas adalah kakakku karena salah paham dengan panggilan yang aku gunakan untuk Kak Bagas.
"Ehem"
Belum sempat aku menjawab bertanya dari si abang bakso aku dikejutkan dengan suara yang berasal dari belakangku dan saat ku tengok kebelakang ternyata itu suara Kak Bagas.
Dalam benak aku bertanya apa Kak Bagas mendengar pertanyaan si abang bakso, tapi melihat dari ekspresi yang ditunjukkan Kak Bagas aku menyimpulkan bahwa sepertinya ia mendengarnya.
"Oh bang ini bukan kakak saya tapi suami saya, emang muka sama badan saya aja yang mungil jadi kelihatan kaya bocil,"ucapku menjelaskan kesalahpahaman segera.
"Oh suaminya to Neng, maaf ya mas saya kira kakaknya tadi soalnya si Eneng manggilnya " Kak" ya saya kira kakaknya."
Kak Bagas hanya tersenyum menanggapinya, tapi aku bisa melihat ekspresi Kak Bagas sudah tidak seseram tadi. Mungkin ia senang dengan penjelasan yang aku berikan sehingga kesalahpahaman yang ada tidak berlarut-larut.
"Aku lama ya Kak jadi Kak Bagas menyusul ku?" tanyaku kepada Kak Bagas.
"Tidak ... tidak lama," jawab Kak Bagas sambil melepas jaket yang dipakainya.
Aku berpikir mungkin Kak Bagas merasa gerah karena kepanasan setelah makan semangkok bakso sehingga ia melepas jaketnya, tapi ternyata pemikiran ku salah besar.
"Nisa ... Kamu bocor,"sambung Kak Bagas berbisik di telingaku.
Bersambung
Kalo suka ceritanya bunga dan secangkir kopinya bolehlah buat author, biar author semangat:D