**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Langit pagi memancarkan semburat jingga saat Rosalin berdiri di tepi desa, memandangi para warga yang berkumpul untuk mengantarnya pergi. Udara dipenuhi keharuan; bahkan angin seolah berhenti berembus, seakan enggan melihatnya meninggalkan tempat itu.
"Jangan lupa untuk kembali, Nona Rosalin!" seru seorang anak kecil, memegang erat boneka kayu kecil yang diberikan Rosalin sebelumnya.
Rosalin berlutut, membelai lembut kepala anak itu. “Tentu saja. Aku tidak akan melupakan kalian. Jaga desa ini dengan baik, ya.”
Seorang wanita tua mendekat dengan keranjang kecil yang dipenuhi bunga liar. "Kami tidak punya banyak untuk diberikan, tapi ini adalah tanda terima kasih kami. Anda telah menyelamatkan kami dari kelaparan dan kehancuran."
Rosalin menerima keranjang itu dengan senyuman tulus, meskipun matanya berkaca-kaca. “Bunga-bunga ini lebih berharga dari emas. Terima kasih atas kehangatan kalian.”
Maria yang berdiri di dekat kereta, memperhatikan dengan hati-hati. Ia tahu betapa beratnya momen ini bagi Rosalin, tetapi perjalanan kembali ke istana tidak bisa ditunda lebih lama.
Ketika langkah Rosalin mulai menjauh, seorang pria tua dengan tongkat bergetar mendekatinya. “Nona Rosalin,” panggilnya, suaranya parau namun penuh ketulusan. “Tidak semua orang terlahir sebagai penyelamat. Anda mungkin bukan dari sini, tapi hati Anda akan selalu menjadi bagian dari desa kami.”
Rosalin berhenti sejenak, menatap pria tua itu, lalu membungkukkan tubuh dengan dalam. "Aku yang seharusnya berterima kasih pada kalian. Aku hanya melakukan yang seharusnya aku lakukan. Jaga desa ini baik-baik."
Saat dia menaiki kereta, suara tangis kecil terdengar di antara warga. Rosalin melambai untuk terakhir kalinya sebelum pintu kereta ditutup.
Ketika roda kereta mulai berputar, Rosalin menoleh keluar jendela, menyaksikan desa itu perlahan menghilang dari pandangan. Air mata menetes perlahan di pipinya, tapi ada senyum kecil yang tak dapat dia sembunyikan.
“Aku akan kembali,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Aku akan memastikan kalian semua hidup dalam kedamaian.”
Maria duduk di seberangnya, memperhatikan Rosalin dengan penuh pengertian. “Mereka akan merindukan Anda, Nona. Tapi aku yakin mereka akan baik-baik saja.”
Rosalin mengangguk pelan, memandang jauh ke cakrawala. “Aku juga akan merindukan mereka. Tapi ini belum selesai. Masih ada banyak yang harus kulakukan.”
Kereta terus melaju, membawa Rosalin kembali ke takdirnya di istana, tetapi meninggalkan jejak harapan di desa kecil itu.
...***...
Langkah kaki Rosalin bergema di lorong istana saat dia akhirnya tiba di kamarnya setelah perjalanan panjang dari desa. Di depan pintu, Emma berdiri dengan senyuman hangat, namun kali ini dia tidak sendirian. Di sebelahnya berdiri seorang pria muda dengan postur tegap, rambut hitam yang rapi, dan wajah tampan yang membuat Rosalin terpana sejenak.
“Selamat datang kembali, Nona Rosalin,” kata Emma lembut, sambil melirik pria muda itu.
Rosalin mengerutkan kening, bingung. "Emma, siapa dia?"
Emma tersenyum kecil sebelum menjawab. “Ini adalah hadiah dari Yang Mulia Ratu untuk Anda. Namanya Lucien, seorang pelayan istimewa yang secara khusus dikirim untuk Anda.”
Lucien melangkah maju, membungkukkan tubuhnya dengan sopan. “Yang Mulia Ratu telah memerintahkan saya untuk melayani Anda, khususnya dalam urusan makanan. Saya seorang chef terlatih, dan tugas saya adalah memastikan semua makanan yang Anda makan sesuai dengan standar terbaik.”
Rosalin memandang Lucien dengan campuran keterkejutan dan keraguan. “Chef pribadi? Tapi makanan di istana sudah lebih dari cukup. Aku tidak membutuhkan layanan khusus seperti ini.”
Emma menyela dengan nada lembut. “Ratu ingin memastikan Anda mendapatkan perhatian terbaik, terutama setelah Anda berhasil menyelamatkan para warga desa. Ini adalah bentuk penghargaan beliau.”
Lucien, dengan senyum yang tenang namun memikat, menatap Rosalin. “Yang Mulia, saya di sini hanya untuk melayani Anda. Saya akan memastikan setiap hidangan mencerminkan rasa hormat dan dedikasi saya.”
Rosalin merasa sedikit gelisah di bawah tatapan pria itu, tapi ia tidak ingin menunjukkan kelemahannya. "Baiklah," katanya akhirnya, suaranya lebih lembut dari yang dia harapkan. "Tapi aku harap kamu tidak merasa terbebani, Lucien. Aku tidak punya banyak permintaan."
Lucien mengangguk hormat. “Pelayanan kepada Anda adalah kehormatan terbesar bagi saya, Nona Rosalin.”
Emma tersenyum lebar, puas melihat penerimaan Rosalin. “Ratu sangat bangga dengan Anda, Nona. Beliau ingin memastikan Anda dirawat dengan baik.”
Rosalin akhirnya tersenyum kecil. “Kalau begitu, terima kasih kepada Ratu... dan aku harap kita bisa bekerja sama dengan baik, Lucien.”
Lucien kembali membungkuk, kali ini dengan senyum tipis yang seolah menyimpan sesuatu yang lebih. “Saya yakin kita akan bekerja sama dengan sangat baik, Yang Mulia.”
Sore itu, Rosalin menikmati makan malam pertamanya yang disiapkan oleh Lucien. Hidangan itu bukan hanya lezat, tetapi juga penuh perhatian—dan seolah membawa nuansa baru yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Kilian sempat menanyakan kepadanya siapa pria muda itu, dan ya Rosalin menjelaskan seperti apa yang di sampaikan Emma kepadanya.
Tidak ada respon dari Kilian, entah kenapa Rosalin merasa raut wajah Kilian berubah menjadi seperti sebuah keraguan.
...***...
Jangan lupa untuk like komen dan vote, dan... Hadiah 1 juga ga apa-apa(灬º‿º灬)♡
semoga ceritanya sering update