NovelToon NovelToon
Return 1984: Mulai Dari Sultan Perkebunan

Return 1984: Mulai Dari Sultan Perkebunan

Status: sedang berlangsung
Genre:TimeTravel / Anak Genius / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah sejarah / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chuis Al-katiri

Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12: Awal Mimpi Bersama - DreamWorks

Bab 12: Awal Mimpi Bersama - DreamWorks

Rabu, 25 Januari 1984

Ketika Arya sampai di rumah bersama Abdi dan Saka, mereka langsung disambut aroma masakan dari dapur. Mbok Siti telah menyiapkan makan siang spesial untuk mereka bertiga. Arya mengajak kedua sahabatnya untuk makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan rencana besar mereka.

Di meja makan, suasana penuh canda tawa. Abdi tidak bisa berhenti mengomentari betapa luasnya rumah Arya, sementara Saka sibuk memuji masakan Mbok Siti. Arya, yang biasanya lebih pendiam, ikut tertawa menikmati momen bersama sahabat-sahabatnya.

“Kalau setiap hari bisa makan enak begini, aku pindah saja ke rumahmu, Arya,” ucap Abdi sambil menyeringai.

“Kamu hanya cari alasan supaya tidak usah makan di rumahmu sendiri,” sahut Saka sambil terkekeh.

“Kalau kalian pindah ke sini, aku khawatir rumahku jadi hancur karena kalian berdua suka ribut,” balas Arya dengan nada bercanda.

Setelah makan siang, Arya memimpin kedua sahabatnya ke teras rumah. Di sana, dua kardus besar sudah menanti—berisi perangkat komputer terbaru yang akan membuka jalan bagi mimpi besar mereka. Arya mengangkat satu kardus bertuliskan IBM PC/AT, sementara Saka dan Abdi bersama-sama membawa kardus bertuliskan Apple Macintosh 128K.

Ketika kardus-kardus itu diletakkan di lantai teras, Saka langsung tercengang. Matanya membelalak seolah melihat harta karun.

“Ini… ini komputer pribadi? Arya, ini pasti mahal sekali! Dari mana kamu membelinya?” tanya Saka dengan penuh antusias.

“Ibuku membelinya dari pedagang di Singapura,” jawab Arya sambil tersenyum.

Saka mendekati kardus dan membaca spesifikasi di sampulnya. “Kamu tahu, komputer pribadi seperti ini sangat jarang di Indonesia. Kantor ayahku punya satu, tapi itu IBM keluaran tahun 1975. Jauh sekali dari yang ini.”

“Wah, anak pejabat memang beda,” seru Abdi, menatap Saka dengan senyum geli.

“Mau kamu apakan kedua komputer ini, Arya? Apa ini untuk ibumu bekerja?” tanya Saka penasaran.

“Bukan, ini komputer pribadiku. Aku ingin membuat video game,” jawab Arya santai.

“Video game? Maksudmu seperti dingdong? Aku pernah melihat mesin dingdong di Palembang. Keren sekali!” kata Abdi, matanya berbinar-binar.

Namun, Saka hanya terdiam. Dia tampak sedang memikirkan sesuatu, hingga akhirnya bertanya, “Arya, apa kamu tahu bahasa komputer?”

“Iya, aku tahu beberapa bahasa pemrograman,” jawab Arya ringan.

Saka terlihat semakin kagum. Bagi anak seusianya, kemampuan seperti itu sangat langka. Dia merasa Arya sudah jauh melampaui pemahamannya tentang teknologi.

“Arya, tolong ajarkan aku bahasa pemrograman,” pinta Saka dengan nada memohon.

“Itulah kenapa aku mengajak kalian ke sini,” jawab Arya sambil tersenyum. “Aku ingin mencoba membuat game. Apakah kalian tertarik bergabung denganku?”

Abdi tampak bingung. “Aku tidak terlalu mengerti cara membuat game, tapi aku suka sekali main dingdong. Aku selalu bermimpi punya mesin dingdong sendiri di rumah.”

“Aku sangat tertarik, Arya. Aku ingin belajar teknologi baru. Ayo kita buat bersama!” kata Saka penuh semangat.

Arya tersenyum puas melihat respons mereka. “Oke, kita bertiga akan membuat studio game. Karena kita perlu belajar dulu, kita akan mulai dari bahasa pemrograman dasar dan mencoba membuat game elektronik sederhana. Bagaimana?”

“Aku tidak mengerti, tapi aku tetap setuju,” jawab Abdi sambil tertawa.

“Kalau barang elektronik, serahkan saja padaku!” tambah Saka. “Tapi apa yang pertama-tama kita buat?”

“Aku belum punya ide untuk gamenya. Nanti kita pikirkan bersama. Sekarang bantu aku memasang komputer-komputer ini di ruang belajar,” perintah Arya.

Mereka bertiga mulai membuka kardus pertama yang berisi komputer IBM PC/AT. Saka terlihat sangat bersemangat, seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru.

“Ini IBM terbaru, ya? Apa saja spesifikasinya?” tanya Saka.

Arya menjelaskan dengan rinci, “Ini IBM PC/AT (Advanced Technology), model terbaru yang diluncurkan awal tahun ini. Menggunakan prosesor Intel 80286 dengan kecepatan 6 MHz, memori bisa mencapai 16 MB, dan hard drive hingga 20 MB. Komputer ini sangat cocok untuk penggunaan bisnis dan profesional.”

“Wah, komputer di kantor ayahku tidak secanggih ini!” seru Saka.

“Nantinya kita akan memakai IBM ini untuk membuat game. Aku juga punya beberapa kartu grafis dan memori tambahan untuk kita modifikasi,” tambah Arya.

Setelah selesai memasang IBM, mereka beralih ke komputer kedua—Apple Macintosh 128K. Abdi yang membuka kardusnya langsung terpesona dengan desainnya.

“Komputer ini lebih keren daripada yang tadi! Bentuknya kompak dan terlihat modern,” komentar Abdi.

“Ini Apple Macintosh 128K. Komputer ini dirancang untuk desain grafis. Sangat cocok untuk membuat game teka-teki sederhana. Spesifikasinya termasuk prosesor Motorola 68000, layar bawaan 9 inci, memori internal 128 KB, dan floppy disk drive 3,5 inci,” jelas Arya.

Saka mencoba mencari baut di bodi komputer itu. “Bagaimana cara membongkarnya? Tidak ada tempat bautnya.”

Arya tertawa kecil. “Macintosh memang dirancang agar tidak mudah dibongkar, Saka.”

Mereka semua tertawa sambil terus memasang kedua komputer itu di meja belajar.

***

Ketika mereka sibuk, tiba-tiba Amanda datang bersama Salamitha Nisrina. Kedua gadis kecil itu penasaran melihat Arya dan teman-temannya berkutat dengan perangkat aneh.

“Kakak lagi apa?” tanya Amanda.

“Sedang merakit komputer untuk belajar,” jawab Arya.

“Komputer? Itu seperti televisi? Bisa untuk nonton?” Amanda bertanya dengan polos.

“Bukan televisi, ini untuk membuat video game, seperti dingdong,” jelas Abdi sambil tersenyum.

“Video game? Apa itu seperti permainan biasa, tapi elektronik?” tanya Mitha.

“Betul. Kami sedang belajar membuat game elektronik. Tapi untuk sekarang, kami belum punya ide game apa yang akan dibuat,” jelas Arya.

“Apa permainan dari kertas bisa diubah jadi game elektronik?” tanya Mitha.

Arya tertegun sejenak, lalu menjawab, “Tentu saja bisa. Game apa yang kamu maksud?”

“Bagaimana dengan game SOS? Itu permainan favoritku,” jawab Mitha.

Arya tersenyum mendengar ide itu. “SOS agak rumit karena membutuhkan papan besar. Tapi ada game serupa yang lebih sederhana dan bisa kita coba, seperti tic-tac-toe atau labirin magnet.”

Saka langsung antusias. “Aku bisa membuat prototipe sederhana. Tapi kita butuh beberapa komponen elektronik.”

“Aku punya banyak komponen di garasi. Kita tidak perlu beli,” jawab Arya.

Kemudian, Arya menatap Mitha. “Mitha, bagaimana kalau kamu bergabung dengan kami? Tim kami akan membuat game bersama.”

Mitha tampak ragu. “Tapi aku tidak mengerti tentang elektronik atau komputer.”

“Tidak masalah. Aku juga tidak mengerti, tapi aku tetap bergabung,” kata Abdi menyemangati.

“Bagaimana, Mitha? Mau bergabung?” tanya Arya.

Setelah berpikir sejenak, Mitha akhirnya menjawab, “Oke, aku ikut!”

Amanda yang sejak tadi mendengar pembicaraan mereka langsung berteriak, “Aku juga mau ikut!”

Arya tersenyum hangat. “Baik, Amanda. Kamu juga bisa bergabung.”

“Kalau begitu, apa nama tim kita?” tanya Abdi.

Mereka mulai memikirkan nama yang cocok. Beberapa ide kocak keluar dari Abdi, yang langsung ditolak oleh semua orang. Akhirnya, Mitha memberikan usul.

“Bagaimana kalau namanya ‘Pekerjaan Impian’? Karena semua anak-anak pasti ingin bermain selamanya,” kata Mitha.

“Kedengarannya bagus,” ucap Abdi.

“Tapi lebih menarik jika dalam bahasa Inggris. DreamWorks?” Arya tiba-tiba mendapat inspirasi.

“DreamWorks? Nama yang keren!” seru Saka.

Semua setuju dengan nama itu. Arya mengakhiri pertemuan kecil mereka dengan senyum lebar. “Mulai sekarang, kita adalah DreamWorks. Ini bukan hanya tim, tapi juga cikal bakal perusahaan kita di masa depan.”

Meski mereka masih anak-anak, mimpi besar mereka baru saja dimulai.

***

Setelah nama tim DreamWorks disepakati, mereka berlima melanjutkan aktivitas di ruang belajar Arya. Amanda dan Mitha duduk di pojok ruangan sambil memperhatikan Saka yang sibuk mengutak-atik salah satu komputer. Abdi, seperti biasa, melontarkan komentar lucu yang membuat semua orang tertawa, sementara Arya sibuk menyiapkan buku-buku panduan pemrograman yang ia miliki.

“Arya, ini buku pemrograman untuk komputer IBM? Atau Apple?” tanya Saka sambil membuka salah satu buku tebal berbahasa Inggris.

“Itu untuk keduanya. Aku sudah tandai bagian-bagian penting yang bisa kita pelajari dulu,” jawab Arya sambil menunjuk beberapa halaman.

“Aku baru sadar, semua ini dalam bahasa Inggris. Gimana aku mau belajar kalau baca aja sulit,” keluh Abdi.

“Tenang, aku akan bantu menerjemahkannya. Yang penting kita mulai dari dasar. Hari ini kita pelajari logika pemrograman dulu,” ucap Arya, mengambil kapur tulis kecil dan mulai mencoret-coret papan tulis kecil yang ada di ruang belajar itu.

“Abdi, kamu akan belajar cara berpikir seperti komputer. Jadi, misalnya, kalau kita mau menyuruh komputer menggambar garis, kita harus beri tahu langkah-langkahnya satu per satu, seperti ini,” jelas Arya sambil menggambar diagram sederhana.

Abdi mengangguk meski terlihat agak bingung. “Jadi komputer itu kayak robot yang butuh perintah detail, ya?”

“Benar! Kalau perintahnya salah, hasilnya juga salah. Tapi jangan khawatir, itu bagian serunya,” jawab Arya sambil tersenyum.

***

Di sela-sela diskusi tentang pemrograman, Saka tiba-tiba mengangkat tangan. “Arya, kalau kita buat game tic-tac-toe, apa mungkin untuk sekarang? Itu kan sederhana.”

“Itu ide bagus,” jawab Arya.

Mitha yang mendengar itu ikut berbicara. “Tapi kalau hanya tic-tac-toe, apa tidak terlalu mudah? Anak-anak lain mungkin bosan.”

“Kamu benar, Mitha. Tapi untuk sekarang kita buat dulu versi dasarnya. Kalau sudah jadi, kita bisa tambahkan fitur lain, seperti suara musik seru ketika ada yang menang atau papan skor,” jelas Arya.

***

Saka mulai merakit beberapa komponen elektronik yang sudah disiapkan Arya di meja kerja. Kabel, papan sirkuit, dan lampu LED mulai disusun dengan rapi. Arya membantu menyolder beberapa kabel sambil menjelaskan fungsi masing-masing komponen kepada Mitha dan Amanda.

“Kita mulai dari membuat prototipe game tic-tac-toe sederhana. Untuk sekarang, kita pakai LED untuk menampilkan papan permainan. Pemain akan memilih posisi dengan menekan tombol,” jelas Saka sambil menunjuk papan sirkuit yang sedang ia kerjakan.

Mitha memperhatikan dengan serius. “Jadi nanti kalau tombol ditekan, lampu akan menyala di tempat tertentu?”

“Benar sekali, Mitha. Itu dasar dari game elektronik,” jawab Saka.

Arya melirik ke arah Mitha dan Amanda. “Kalau kalian mau belajar lebih dalam, aku bisa ajarkan cara menyolder dan membaca skema elektronik.”

Mitha mengangguk dengan penuh semangat. “Aku mau coba!”

Amanda juga tidak mau kalah. “Aku juga! Aku ingin jadi ahli komputer!”

Melihat semangat mereka, Arya merasa semakin yakin dengan tim kecilnya ini. Meski masih anak-anak, mereka memiliki antusiasme yang luar biasa.

***

Hari semakin larut, tapi tim kecil DreamWorks tetap sibuk di ruang belajar. Abdi sibuk mencoba tombol-tombol di prototipe game mereka, sementara Saka terus memperbaiki kabel yang tersambung ke papan sirkuit. Mitha dan Amanda membantu dengan memberikan komponen yang dibutuhkan.

“Kak Arya, kenapa lampunya tidak menyala?” tanya Amanda.

Arya mendekati papan sirkuit dan memeriksa sambungannya. “Sepertinya ada kabel yang salah sambung. Tunggu, aku perbaiki.”

Saka ikut membantu, dan dalam beberapa menit, lampu LED mulai menyala. Semua bersorak kegirangan.

“Yeay! Akhirnya berhasil!” seru Amanda sambil melompat kegirangan.

“Ini baru langkah pertama. Selanjutnya kita buat papan permainan yang lebih rapi dan tambahkan sistem penilaian,” ucap Arya sambil tersenyum.

Mitha memperhatikan prototipe dengan penuh minat. “Arya, kamu benar-benar jenius. Aku tidak menyangka membuat game itu bisa serumit ini.”

“Semua ini tidak mungkin tanpa kalian. Setiap orang punya peran penting di tim ini,” jawab Arya dengan tulus.

***

Setelah seharian bekerja, mereka semua duduk di lantai ruang belajar sambil menikmati camilan yang disiapkan Mbok Siti. Saka tampak termenung sambil menatap prototipe di meja.

“Arya, kamu pikir kita bisa benar-benar membuat game seperti yang ada di dingdong itu?” tanya Saka.

“Aku yakin kita bisa. Tapi butuh waktu dan kerja keras. Yang penting kita mulai dari hal kecil dulu,” jawab Arya.

“Kalau kita berhasil, apa kita bisa menjual game ini?” tanya Abdi dengan mata berbinar.

“Tentu saja. Kalau kita membuat sesuatu yang bagus, pasti banyak orang yang mau membelinya,” jawab Arya.

“Kalau begitu, aku ingin tim ini terus bersama sampai kita besar nanti. Kita bangun perusahaan kita sendiri!” seru Saka dengan penuh semangat.

Semua setuju dengan ide itu. Meski masih anak-anak, mereka mulai bermimpi besar. DreamWorks bukan lagi sekadar nama tim, tapi menjadi simbol harapan dan ambisi mereka.

Malam itu, mereka mengakhiri pertemuan dengan senyum di wajah masing-masing. Prototipe game pertama mereka mungkin masih sederhana, tapi semangat yang mereka miliki jauh lebih besar dari itu. Perjalanan panjang mereka baru saja dimulai.

Note: Tolong bantu like, komen, subcribe dan share. Agar author lebih semangat dan update lebih banyak.

1
RidhoNaruto RidhoNaruto
buat game coc bang 👍😁
RidhoNaruto RidhoNaruto
up bang.
RidhoNaruto RidhoNaruto
up bang
RidhoNaruto RidhoNaruto
👍
Ozie
awal cerita yang memerlukan banyak gelas kopi...
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa
thalexy
Aku bener-bener kagum, teruslah menulis thor!
Sri Sudewi
lanjut thor
Kuyung Agung: Terima kasih. tolong baca terus sampai tamat dan jangan lupa sarannya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!