Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 : MENERKA-NERKA
“Emmm ... berapa lama kalian menikah?” selidik Daniel dengan sebelah alis yang terangkat.
“Dua bulan!” sahut Richard dengan mantap.
“Lalu, selama seminggu berapa kali dalam berhubungan?” tambah Daniel lagi.
Bukan jawaban yang didapat. Akan tetapi, sebuah tendangan yang diayunkan ke inti tubuh Daniel. Untung saja dokter itu sigap membaca serangan Richard. Sehingga refleks menangkup pangkal pahanya dengan kedua tangan.
“Sialan! Ngapain tanya begitu?” sentak Richard berkacak pinggang. Napasnya terdengar mendengkus kesal.
“Uuhh, hampir saja kau merusak masa depanku! Dengar, pertanyaan itu bisa menjadi salah satu diagnosa. Kau kira aku bertanya untuk apa, hah?” balas Daniel menatap pria itu dengan pongah.
“Oh!” Richard memerah. Ia menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. “Cuma semalam. Enggak tahu berapa kali!” ujarnya jujur dengan suara rendah.
Daniel membelalak, matanya mengerjap berulang dengan mulut menganga. “What?! Maksudnya gimana? Enggak sampai di otak nih sepertinya,” tukas lelaki itu mendudukkan tubuh berseberangan dengan Velyn. Bahkan tanpa sadar menyesap minuman yang disiapkan untuk Velyn.
“One night stand! Gitu aja lemot! Kayak gini jadi dokter, heran!” cibir Richard mencebikkan bibirnya.
“Gini-gini aku berkompeten di Rumah Sakit besar! Eh, jadi maksud kamu, selama menikah enggak pernah gituan?” Daniel semakin penasaran. Kapan lagi dia punya waktu me-roasting sahabatnya itu.
“Kepo banget sih! Jadi kesimpulannya apa? Hamil apa enggak? Kenapa jadi ke mana-mana? Aku copot juga nih jadi dokter pribadi!” ketus Richard.
“Hahaha!” tawa Daniel memenuhi udara di ruang tamu itu, terdengar memekakkan telinga. Bahkan sampai terpingkal-pingkal. Merasa dihina sahabatnya sendiri, sebuah bogem mentah mendarat di pipi Daniel.
Tawa Daniel tentu saja berhenti seketika. Ia meringis sembari menekan pipinya yang terasa nyeri. Membungkuk demi meluapkan rasa sakitnya.
“Sialan!” umpat Richard kesal menatap sahabatnya itu. Kemudian bergerak mendekati Velyn karena wanita itu mulai mengerjapkan mata. “Hai, sudah bangun?” tanyanya berjongkok di samping Velyn. Beralih menatap Daniel yang masih menikmati ngilu di pipinya. “Mintain minuman lagi sana!”
“Itu masih banyak yaelah!” Daniel menunjuk meja.
“Sisa kamu gitu? Mau kulempar bogem lagi,” ancam Richard mendelik sebal.
Daniel mengangkat tangannya, buru-buru beranjak dan berlari ke dapur untuk meminta minuman hangat.
Richard membantu membangunkan istrinya, duduk di samping Velyn yang mengedarkan pandangan karena kebingungan.
“Ini minum dulu. Asam lambung kamu naik, jangan stress dan kelelahan ya,” pesan Daniel ramah sembari menyodorkan minuman hangat di tangan Velyn.
Velyn menatapnya dalam, manik matanya dipenuhi berbagai pertanyaan. Sebelum wanita itu semakin bingung, Daniel langsung menjulurkan lengan untuk berkenalan. “Saya Daniel, dokter pribadi keluarga ini,” ucap lelaki itu dengan percaya diri. Tidak tahukan dia kalau lelaki di hadapannya ingin menelan hidup-hidup.
Richard menepis lengan Daniel dengan kasar, menajamkan tatapannya untuk memberi peringatan. Buru-buru Daniel menarik kesadarannya, lalu menuliskan resep yang harus ditebus.
Daniel membungkuk, bibirnya tepat di telinga Richard. “Kalau mau lekas hamil, harus rutin seminggu 3x. Lagian ngebet banget sih pengen punya anak!”
“Ck! Bukannya kamu sudah tahu alasannya apa?!” ketus Richard mendorong punggung sahabatnya itu.
“Aku pamit! Ingat ya, harus praktekin saranku!” teriak Daniel berlari menggamit tas kerjanya. “Cepat sembuh, Nyonya Kadal. Permisi,” pamit lelaki itu segera keluar dari kediaman Richard.
Velyn mengerutkan kening dalam. Heran, dokter tapi penampilannya seperti itu belum lagi panggilan yang disematkan untuknya, sudah seperti teman bermainnya saja sejak kecil. Ia menyentuh kepalanya yang masih berdenyut nyeri.
“Abaikan mulut buaya itu. Istirahat di kamar ya. Kamu sepertinya kurang tidur akhir-akhir ini! Ayo, aku pijit seperti biasa. Biar nyenyak tidurmu.” Richard memapah wanita itu. Velyn hanya menurut, karena memang ia tidak bisa tidur nyenyak akhir-akhir ini.
Satu lagi hal yang membuat Velyn tercengang. Kamar yang tertata rapi dan begitu luas langsung menyapanya. Deretan foto Richard sedari kecil, piagam penghargaan dan sederet piala juga memenuhi kamar tersebut. Velyn merapatkan bibir, tanpa mau bertanya. Maniknya saja yang terus berkeliling tanpa henti.
Richard menelan salivanya susah payah. Ia bingung memulai pembicaraan dari mana. Apalagi saat ini Velyn hanya diam tanpa ekspresi. Tidak seperti saat pertama kali bertemu tadi.
“Vel, tidurlah,” ucap Richard menepuk ranjang empuk miliknya.
Velyn menoleh, melangkah dengan perlahan dan menurut ucapan suaminya. Mendaratkan tubuhnya dengan sangat pelan, tanpa mengalihkan tatapannya dari pria itu. Berbaring menyamping, membelakangi suaminya. Tanpa sepengetahuan Richard, air mata Velyn kembali mengalir tanpa suara.
Tubuhnya sangat lelah dan lemah saat ini tidak bisa berpikir jernih, hanya bisa menerka-nerka. Matanya terpejam walaupun kedua sudutnya basah. Kepalanya semakin berat, perutnya juga seperti ditusuk-tusuk. Dadanya sesak dan terasa panas.
“Aku pijit dulu ya. Obatnya aku tebus sebentar lagi,” izin Richard mulai menyentuh istrinya.
Velyn tertidur karena pijatan-pijatan lembut di setiap titik syarafnya. Tubuhnya mulai rileks, hingga bisa terlelap dengan mudah. Terlihat jelas dari deru napasnya yang mulai teratur.
Richard bergegas keluar kamar, meminta salah satu pelayan untuk menebus obatnya. Ia juga meminta tolong agar membuatkan bubur untuk istrinya. Pagi ini, dia harus segera menghadiri meeting penting yang tidak bisa diwakilkan.
“Bi, tolong nanti antar ke kamar. Letakkan di atas nakas. Pelan-pelan, jangan sampai istriku bangun,” ujarnya memperingatkan.
“Baik, Tuan,” sahut mereka berbinar. Dalam hati lega karena ternyata bukan hanya sikap tuannya yang berubah, tetapi juga statusnya. Hanya saja, sepertinya ada hal yang masih disembunyikan.
Richard kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap ke kantor. Keluar dari ruang ganti, makanan, minuman dan obat Velyn sudah tersedia. Ia menuliskan sebuah pesan di kertas dan menyelipkan di makanannya.
“Baik-baik di sini, aku pasti akan menjelaskannya,” gumam lelaki itu menyentuh kening istrinya. Lalu segera meninggalkannya seorang diri.
Delon sudah menunggunya di bawah. Tanpa menikmati sarapan lebih dulu, ia bergegas pergi. Richard juga tidak sempat melihat sang kakek pagi ini. Ia harap, tidak terjadi huru-hara selama ia berada di luar.
Sembari berjalan, Delon sedikit membuka percakapan singkat mengenai meeting pagi ini. Baru hendak masuk ke mobil, seorang wanita dengan penampilan glamour menghentikannya.
“Wah, punya nyali juga kamu kembali ke rumah ini!? Dasar tidak punya malu! Oh, mungkin urat malunya putus! Persis seperti ibunya dulu!" umpat wanita itu dengan tatapan sinis.
Richard membanting pintu mobilnya, deru napasnya memburu. Kakinya melangkah penuh emosi. Namun, buru-buru Delon berlari menghalangi sang bos.
"Tuan, meeting kali ini lebih penting dari pada ngurus nenek sihir satu ini!"
"Heh! siapa kamu beraninya mengatai saya!" teriak wanita itu tidak terima.
"Anda boleh menghina saya. Tapi tidak dengan ibu saya! Jaga bicara Anda atau...."
"Atau apa hah? Memang itu kenyataannya! Pelakor seperti ibumu pantas ...."
"PLAK!"
Ucapan wanita itu terhenti karena sebuah tamparan kuat dari Richard. Delon mendorongnya sekuat tenaga masuk ke dalam mobil. Agar tidak terlalu terpancing dengan wanita itu.
Bersambung~
Thor jangan lama" up nya .. ini baca sambil ingat" sama alur ceritanya 😇