Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 09 - Pengakuan Resmi
"Pelan-pelan."
"Hm, terima kasih, Meera."
Walau sempat dibuat ketar-ketir tadi malam, keesokan harinya Ameera berusaha menyembunyikan perasaan itu sebaik mungkin. Dia tetap berada di sisi Cakra dan membantu pria itu hingga pulang ke kost, jelas Cakra menjadi topik pembicaraan teman-temannya.
Kendati demikian, sama sekali Ameera tidak peduli. Dia terlihat biasa saja walau sejak awal masuk gerbang kost Cakra telinganya sudah mendengar seruan teman-teman Cakra yang menyambut kedatangan mereka.
Sementara Cakra kini serba salah dengan kehadiran Ameera. Bukan karena tidak suka kamarnya dimasuki wanita, tapi dia khawatir Ameera tidak nyaman berada di kostnya.
Bagaimana tidak Cakra khawatir, dia sudah menyaksikan istana megah milik keluarga Ameera, jika dia pikir-pikir mungkin tempat tinggal sepetaknya ini tidak lebih luas dari kamar mandi pembantu di sana.
"Meera mau minum?" Cakra kaku sekali, dia bingung sekali hendak bagaimana kala Ameera tampak memandangi sekeliling kamarnya.
"Hm? Iya, aku ambil sendiri saja nanti ... kamu istirahat saja."
Terlihat santai, tapi sebenarnya Ameera tersayat sejak awal memasuki tempat itu. Panas, sempit dan Ameera tidak dapat menemukan cara untuk bisa nyaman di ruangan sesempit itu.
Ditambah lagi, Cakra yang mungkin terlalu banyak waktu untuk bekerja membuat tempat itu sedikit berantakan. Pakaian kotornya menumpuk di keranjang dekat kamar mandi, bekas sarapan kemarin juga masih ada hingga Ameera gemas sendiri untuk membersihkan tempat tinggal Cakra.
"Ra," panggil Cakra lagi, mata lelahnya menatap Ameera dengan tatapan tak terbaca yang membuat wanita itu mendekat.
"Kenapa? Apa masih ada yang sakit? Kita balik lagi kalau masih," ucap Ameera memastikan keadan Cakra, bahkan tak segan mengusap kepala Cakra karena memang pria itu sempat mengeluh sakit di kepala bagian kirinya.
"Bu-bukan, aku cuma butuh tidur ... rumah sakit bau obat. Kamu pulang saja, ini sudah sore." Cakra beralasan rumah sakit bau obat, tapi sebenarnya yang dia takutkan adalah biaya rumah sakit dan kembali merepotkan Ameera.
"Kenapa memangnya kalau sore?"
"Orang tuamu nanti khawatir, Ra, lagian buat apa di sini? Dari semalam dijaga sudah cukup, sumpah."
"Papa tahu aku di sini, katanya boleh ... nih buktinya," jawab Ameera tidak lupa menunjukkan bukti berupa pesan singkat dimana dia meminta izin untuk menemani Cakra.
Tidak lupa dia menyertakan foto Cakra yang tengah terbaring lemah hingga Papa Mikhail memberikan jawaban iya. Bukan hanya itu, yang membuat mata Cakra semakin membola ialah kala membaca kalimat Lekas membaik anak baik, jangan macam-macam kalau tidak mau papa pukul pakai palu godam dari papa Ameera untuknya.
"Gimana? Sudah bacanya?"
"I-iya, papamu seram," jawab Cakra terbata, bayangan dipukul menggunakan palu sebesar itu membuat Cakra panas dingin.
"Aslinya tidak, papa sangat baik."
Ameera menyakinkan bahwa Papa Mikhail adalah sosok yang baik. Jujur saja Cakra percaya, tapi ketakutan dalam dirinya juga tetap ada. Terlebih lagi, di pertemuan pertama dia sudah mendapati tatapan tajam Papa Mikhail yang tertuju ke arahnya.
Selesai menunjukkan bukti itu, Ameera benar-benar tidak memiliki pikiran untuk meninggalkan Cakra. Bukan karena tengah cari kesempatan agar bisa bersama, tapi melihat kacaunya kost Cakra dan keadaan pria itu hati Ameera jelas tidak bisa diam saja.
Tidak peduli bagaimana Cakra melarang, Ameera tetap nekad merapikan kost Cakra tanpa khawatir tangan lembut dan kuku cantiknya akan terluka. Melihat Ameera terus bergerak, Cakra jelas tidak terlena dan justru memanfaatkan keadaan.
"Kamu tidur saja, aku bisa sendiri, cuma sedikit in_"
Prank
Belum kering bibirnya, gelas milik ibu kost yang Cakra pinjam dua hari lalu pecah menjadi dua kala Ameera hendak mencucinya. "Hihi sabunnya licin, Cak, besok kuganti selusin."
Bukan masalah itu, tapi yang Cakra takutkan jemari Ameera terluka. Melihat cara Ameera memegang spons cuci piring dapat disimpulkan wanita itu tidak terbiasa, bahkan cara duduknya saja begitu.
"Aku saja, nanti jarimu luka."
Satu hal yang membuat Ameera lemah, cara Cakra bicara dan menatapnya. Tidak memaksa dan sedikit pun tidak membentak, Cakra bahkan tersenyum hangat walau tahu Bu Romani mungkin akan membahas masalah itu hingga lebaran tahun depan.
"Terus aku ngapain?"
"Nyapu bisa?" tantang Cakra penasaran sekaligus mencari cara agar Ameera beranjak dari kamar mandi sesempit ini.
"Bisa, ngepel juga bisa!!" Dia berbangga diri, padahal nyapu kamarnya saja harus diulangi asisten rumah tangga karena tidak bisa sebersih itu.
"Ya sudah sana."
Hanya sekali Cakra berucap, detik itu juga Ameera melakukan perintahnya. Pria itu tersenyum simpul, entah apa yang dia rasakan, tapi tidak bisa simpulkan. Yang jelas, apa yang dia lihat saat ini adalah pemandangan paling menenangkan dalam hidup Cakra selama 23 tahun hidup di dunia.
.
.
Bukan hanya Cakra yang merasa tenang di posisi ini, tapi Ameera juga menikmati. Bisa dibilang, beres-beres kali ini adalah yang paling niat dan dia berusaha sebisa mungkin agar tidak kentara jika tidak bisa melakukan pekerjaan rumah.
"Huh selesai juga."
Hanya sepetak kamar kecil, tapi keringat Ameera sampai bercucuran. Dia yang merasa lelah, memilih istirahat lebih dahulu walau Cakra masih sibuk dengan pakaian kotornya. Untuk hal itu, dia hanya bisa memandangi karena merasa terlalu lancang jika memaksakan diri untuk ikut campur.
Semakin lama dia memandangi Cakra, Ameera justru kembali teringat akan gosip yang tengah panas tentang dirinya dan Cakra. Ya, dia lupa jika masalah itu belum tuntas. Oleh karena itu, tanpa pikir panjang Ameera merogoh ponsel dan berniat menyelesaikan masalahnya.
Dalam diam Ameera begitu fokus bahkan rahangnya sampai mengeras. Cukup lama dia menyibukkan diri dengan benda pipih di tangannya, hingga Ameera tersenyum tipis sebelum kemudian berkata "Beres!!"
"Apanya yang beres?"
"Hah? Bikin kaget, sejak kapan kamu disana?" Ameera mengelus dada, dia benar-benar terkejut lantaran Cakra sudah duduk manis seraya bertopang dagu di hadapannya.
"Sejak tadi ... cepat jawab, apanya yang beres?" tanya Cakra mengullum senyum, wajah Ameera yang memerah benar-benar menggemaskan di matanya.
"Ini."
Tanpa basa-basi, Ameera menyerahkan ponselnya pada Cakra. Raut wajah Cakra yang awalnya terlihat penasaran kini terpaku bahkan lidahnya mendadak kelu. Entah harus bersyukur atau bagaimana, tapi jantung Cakra berdegub tak karu-karuan kala membaca klarifikasi Ameera di akun pribadinya terkait hubungan mereka.
Dia memberikan penjelasan yang sebenar-benarnya tentang mereka dan membongkar perselingkuhan Julio dan Anita. Tidak hanya itu, Ameera juga dengan tegas mengaku jika telah menjalin hubungan baru bersama Cakra. Tanpa terduga, hubungan keduanya justru mendapat dukungan dari para penggemar Ameera dan kini mereka berbalik menghujat Julio.
"Secepat ini?" tanya Cakra mengerjap pelan, dapat dia lihat jika kekuasaan Ameera bukan hanya sebatas isapan jempol belaka.
"Aku Ameera Hatma, masalah apa yang tidak bisa aku selesaikan," jawab Ameera kemudian mengedipkan mata, sementara Cakra hanya tertawa pelan dan tanpa sadar menggigit punggung tangan wanita itu hingga jeritan Ameera terdengar keluar kamar.
"Shuut, jangan teriak!! Nanti mereka pikir diapa-apain," desis Cakra panik dan membekap mulut Ameera yang tadi sempat membuat telinganya sakit. "Dasar keji!! Dia lupa atau bagaimana?!"
.
.
- To Be Continued -