"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22 - Perjalanan ke bukit
Pagi yang cerah menyambut Lea dan Saga saat mereka bersiap memulai perjalanan ke perbukitan.
Lea duduk dengan riang di belakang Saga dan menggenggam erat jaketnya. Angin pagi yang segar berhembus lembut, menambah semangat mereka untuk petualangan hari ini.
Saga menyalakan motor, dan dengan suara mesin yang menderu, mereka mulai melaju di jalanan yang masih sepi.
Lea tertawa kecil, merasakan sensasi kebebasan saat motor meluncur dengan cepat di atas aspal.
"Pegangan yang kuat ya, Lea!," seru Saga di tengah angin yang berhembus kencang.
Lea pun mengangguk meski tahu Saga tidak akan melihatnya. "Iya, Paman! Ini seru sekali!," balasnya penuh semangat.
Mereka melewati jalanan yang berkelok, sesekali Saga memiringkan motornya dengan lincah.
Setiap tikungan terasa seperti petualangan baru bagi Lea. Ia menikmati setiap momen itu dan merasakan adrenalin yang mengalir di tubuhnya.
Sesekali, mereka tertawa bersama ketika motor sedikit bergoyang di atas jalan yang berbatu.
Tidak lama kemudian, mereka melewati sebuah pasar kecil yang ramai dengan aktivitas warga.
Saga memperlambat laju motornya dan Lea pun memandangi sekeliling dengan takjub. Aroma makanan jalanan yang menggoda tercium dari berbagai arah.
"Paman, lihat! Ada yang jual jajanan di sana!." Lea menunjuk ke arah sebuah warung kecil di pinggir jalan.
Saga pun tersenyum dan menepikan motor. "Mau beli sesuatu dulu?."
Lea mengangguk antusias. "Ayo, Paman! Aku lapar!," jawabnya sambil mengelus-elus perutnya.
Lalu mereka turun dari motor dan menuju warung tersebut.
Lea memilih beberapa kue tradisional, sementara Saga mengambil sebotol minuman dingin. Setelah membeli jajanan, mereka duduk di bangku kayu sederhana di dekat warung, menikmati makanan sambil mengobrol ringan.
"Jajanan ini enak sekali, Paman! Coba deh!." Lea menyodorkan sepotong kue kepada Saga.
Saga pun mengambilnya dan mengunyah dengan senyum di wajahnya. "Hmm, enak juga. Kamu punya selera yang bagus."
Lea pun tertawa karena merasa senang bisa berbagi momen seperti ini dengan Saga.
Setelah menghabiskan makanan mereka, mereka pun melanjutkan perjalanan. Kini jalanan mulai menanjak, itu artinya, bahwa mereka semakin dekat dengan perbukitan yang menjadi tujuan mereka.
**
Perjalanan terus berlanjut dengan kecepatan sedang. Mereka melewati pedesaan yang asri dengan sawah hijau yang membentang luas di kiri dan kanan.
Sesekali Lea memejamkan matanya dan menikmati angin sejuk yang menerpa wajahnya.
Namun, saat mereka mencapai persimpangan kota, lampu merah menyala, hingga memaksa mereka berhenti.
Saga mengurangi kecepatan dan berhenti di barisan depan, sementara Lea mengamati kendaraan yang berhenti di samping mereka.
Sebuah mobil sedan mewah berhenti tepat di sebelah mereka. Kaca jendela mobil sedikit terbuka, dan Lea sempat mendengar suara lembut dari dalam mobil tersebut.
Namun, ia tidak terlalu memperhatikannya karena pikirannya masih dipenuhi dengan rasa semangat akan perjalanan mereka.
Tanpa disadari, di dalam mobil tersebut ada sepasang suami-istri yang sedang berbincang ringan.
Mereka adalah orang tua kandung Lea, yang selama ini tidak pernah berhenti mencari putri mereka yang hilang. Namun, waktu dan jarak telah membuat wajah Lea berubah banyak dari yang mereka ingat.
"Pah... Bagaimana dengan putri kita, apa Lea baik-baik saja? Mama sangat khawatir...," ucap sang ibu, sambil memandangi jalanan di luar mobil.
"Papa juga sangat merindukan Lea, tapi selama ini, kita belum juga bisa menemukan keberadaannya."
Mereka melanjutkan obrolan ringan tanpa menyadari bahwa putri mereka yang telah lama hilang berada sangat dekat dengan mereka, hanya berjarak beberapa meter saja.
Di sisi lain, Lea tidak menyadari keberadaan orang tuanya. Ia terlalu fokus pada pikiran tentang pemandangan yang akan mereka lihat di perbukitan nanti.
"Paman, apa kita akan sampai di sana sebentar lagi?," tanyanya dengan nada penuh harap.
"Ya, sebentar lagi, Lea. Kamu pasti suka pemandangannya," jawab Saga sambil menatap lampu lalu lintas yang mulai beralih ke hijau.
Ketika lampu hijau menyala, mobil dan motor pun mulai bergerak. Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dengan hati yang penuh semangat.
Namun, pertemuan singkat dan tidak terduga itu berlalu begitu saja, tanpa ada yang menyadari betapa dekatnya mereka dengan sebuah reuni keluarga yang telah lama dinanti-nantikan.
Tidak lama setelah itu, akhirnya mereka tiba di kaki perbukitan. Saga memarkir motor di sebuah tempat yang aman, dan mereka pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Lea menggenggam kamera baru di tangannya dan merasa begitu bersemangat untuk mengabadikan setiap momen indah yang mereka temui.
Perbukitan itu ternyata lebih indah dari yang dibayangkan Lea. Mereka mendaki sedikit untuk mencapai puncak, di mana pemandangan luar biasa menanti.
Saat tiba di atas, Lea terdiam karena terpesona oleh keindahan alam di depannya.
"Paman, ini... luar biasa!," seru Lea dengan mata berbinar-binar.
Saga pun tersenyum dan menatap Lea dengan perasaan bangga. "Aku tahu kamu pasti suka di sini."
Kemudian, mereka duduk di tepi bukit, menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus.
Lea sibuk memotret pemandangan, sementara Saga mengamati gadis kecil yang telah tumbuh dewasa di depannya.
"Aku senang kita bisa menghabiskan waktu bersama seperti ini, Paman," kata Lea sambil tersenyum bahagia.
Saga mengangguk dan bersyukur bisa memberikan kebahagiaan pada gadis yang bersamanya itu, gadis yang selalu di anggap masih kecil di matanya.
**
Setelah mendaki bukit dan menikmati pemandangan, Saga dan Lea menemukan sebuah pohon besar dengan dahan yang rindang.
Saga mengajak Lea duduk di bawah pohon tersebut untuk beristirahat. Lea pun menyambut ajakan itu dengan senang hati, lalu duduk di samping Saga yang sudah bersandar santai pada batang pohon.
"Hari ini menyenangkan sekali, ya, Paman," ucap Lea dengan senyuman lebar di wajahnya.
Saga mengangguk sambil menatap langit biru yang terbentang di atas mereka. "Iya, sudah lama kita tidak punya waktu luang seperti ini. Paman senang kamu menikmati perjalanan ini."
Lea merasakan kehangatan dalam setiap kata yang diucapkan Saga. Lalu ia memejamkan matanya dan merasakan angin yang sejuk menyapu wajahnya.
Saat itu, Saga tiba-tiba mengusap rambut Lea dengan lembut seraya menyelipkan beberapa helai rambut yang terurai di balik telinga.
"Rambutmu makin panjang, ya," kata Saga.
Sentuhan sederhana itu membuat hati Lea berdebar. Ia menatap Saga dengan tatapan yang tidak bisa disembunyikan.
Pikirannya mulai dipenuhi dengan perasaan hangat yang sulit dijelaskan. Sambil menunduk, ia berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah.
"Iya, Lea sengaja memanjangkan rambut," balasnya pelan, berharap Saga tidak menyadari kegugupannya.
Saat matahari mulai beranjak turun, mereka berdua masih berada di puncak bukit, menikmati pemandangan yang berubah menjadi keemasan.
Saga berdiri di pinggir tebing, mengamati matahari yang perlahan tenggelam. Lea mengikutinya dari belakang dan kagum dengan siluet Saga yang tampak gagah di bawah cahaya senja.
Tanpa berpikir panjang, Lea mengeluarkan kamera dan mengambil gambar Saga yang berdiri membelakanginya.
Tapi ketika Saga berbalik dan menyadari apa yang sedang dilakukan Lea, ia tersenyum jahil dan melangkah mendekat.
"Kamu suka diam-diam memotret Paman, ya?," goda Saga.
Lea pun tertawa gugup sambil mencoba mengalihkan pembicaraan. "Ini... untuk koleksi foto saja. Pemandangannya bagus."
"Tapi kalau yang kamu potret itu bukan pemandangan, melainkan Paman, itu artinya kamu suka menyimpan kenangan tentang Paman," jawab Saga dengan senyum lebar.
Lea semakin salah tingkah mendengar itu. Namun, saat ia hendak menjawab, Saga langsung berdiri di sampingnya dan mengarahkan kamera ke arah mereka berdua.
"Yuk, kita ambil foto berdua," ajak Saga.
Saga menarik Lea lebih dekat hingga membuat wajah mereka hampir bersentuhan.
Saat jepretan kamera terdengar, Lea merasakan detak jantungnya semakin cepat. Momen singkat itu terasa begitu istimewa baginya, seolah-olah hanya ada mereka berdua di dunia ini.
So sweet...
Lanjut di episode yang akan datang... 😍😘