Maura gadis 24 tahun, gadis polos yang sangat penurut. Maura wanita yang baik dan tidak pernah macam-macam. Dia selalu mengalah sejak kecil sampai dewasa.
Memiliki Ibu tiri dan adik tiri yang dua tahun di bawahnya. Membuat Maura mendapatkan perlakuan kurang adil. Tetapi tetap dia sangat mencintai keluarganya dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu.
Tapi pada suatu seketika Maura dihadapkan dengan kegelisahan hati. Banyak pernyataan yang terjadi di depannya, pengkhianatan yang telah dia terima dengan adiknya Jesslyn yang ternyata menjalin hubungan dengan calon suaminya dan bahkan calon suaminya tidak menyukainya dan hanya menikah dengannya agar bisa lebih dekat dengan adik tirinya.
Maura juga dihadapkan yang menjadi korban fitnah dari sang ibu tiri. Hal itu membuat Maura berubah dan berniat untuk membalas dendam atas pengkhianatan yang telah dia dapatkan.
Maura melakukan hal yang sama dengan merebut calon suami adiknya. Maura terikat kontrak pernikahan untuk membalaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Maura Di Keluarga Rafa.
Suasana sedikit hening di ruang tamu itu.
"Maura kamu masih kuliah, apa sudah bekerja?" tanya Ferdi yang kembali mulai menimbulkan obrolan.
"Saya sudah lulus kuliah Om dan saya membantu ikut menciptakan beberapa desain perhiasan di galeri," jawab Maura.
"Termasuk jiplakan," sambung Jinan.
Maura terdiam dan melihat kearah Jinan. Jika Jinan sudah seperti itu pasti Jinan mendapatkan informasi itu dari Jesslyn.
"Saya dengar kamu pernah menjiplak desain orang lain. Lalu kamu juga sampai bermasalah dengan hukum," ucap Jinan.
Mungkin masih banyak lagi yang diceritakan Jesslyn mengenai Maura. Maura hanya diam saja mendengar tuduhan Jinan padanya.
"Mama tidak bisa menjudge Maura seperti itu tanpa ada bukti," sahut Rafa membela.
Jinan mendengus gusar mendengarnya.
Maura menarik nafas perlahan yang melihat Jinan. Eksperesi calon Ibu mertuanya semakin jelas terlihat tidak menyukai dirinya.
"Tante saya sama sekali tidak pernah melakukan peniruan atas karya orang lain. Apa yang terjadi di pameran waktu itu dan berita yang ada itu sama sekali tidak benar. Bukankah saya juga tidak terbukti bersalah. Bukan karena papa yang mengurus masalah itu. Tetapi saya memang tidak terbukti bersalah dan tidak ada pengakuan dari saya," Maura mencoba menjelaskan dengan tenang.
"Mama sudah mendengar sendiri apa yang dikatakan Maura. Dia sama sekali tidak bersalah dan dia hanya dituduh. Mama juga tidak mempunyai bukti untuk menetapkan Maura bersalah. Jadi jangan berikan tuduhan pada Maura," tegas Rafa.
"Menuduh. Jadi maksud kamu ibu kamu sendiri menuduh kamu," duga Jinan.
"Lalu apa seorang ibu semua di dunia ini baik dan tidak bisa melakukan hal itu," sahut Rafa.
Kata-kata cukup menyimpan suatu arti.
"Sudah-sudah jangan membicarakan hal yang tidak perlu dibicarakan. Jinan kamu jangan mencari-cari kesalahan orang lain dan apalagi kamu hanya mendengar dan tanpa mencari tahu kebenarannya. Itu sangat tidak baik dan tidak adil untuk Maura," sahut Ferdi dengan tegas.
"Benar Jinan. Lagi kamu sejak kapan sangat suka mendengarkan perkataan orang lain dibandingkan kamu harus mencari tahu kebenarannya. Kamu bukan seperti wanita elegan," sahut Eyang menambahi.
"Alangkah baiknya sekarang kita makan siang saja!" ajak Indira yang langsung mengalihkan obrolan dalam suasana canggung itu.
"Iya mari kita makan!" sahut Ferdi.
Yang lain mengangguk dan satu persatu mulai berdiri dari tempat duduk masing-masing menuju meja makan.
Di meja makan sudah tersusun rapi makanan yang begitu banyak yang pasti disiapkan oleh pembantu rumah tangga. Orang-orang yang ada di rumah itu mulai mengambil tempat duduk masing-masing dan termasuk Rafa yang menarik kursi dan mempersilahkan Maura duduk. Rafa memang tipe laki-laki yang act of service.
"Maura kamu jangan sungkan-sungkan. Ini makanan favorit di rumah kami dan semoga saja kamu suka," sahut Ferdi dengan ramah.
Maura hanya menganggukkan kepalanya.
Yang lain mulai mengambil makanan masing-masing. Tetapi Maura yang terlihat tampak gugup dan tidak berani menyentuh makanan itu bahkan kepalanya yang sejak tadi melihat arah makanan itu dan membuat dirinya menjadi takut.
Pikiran gadis itu kalang kabut dengan banyak keraguan. Tubuhnya juga seketika bergetar dengan dahi yang berkeringat yang membuat Maura tidak tenang.
Rafa menoleh ke arah Maura. Karena Rafa sudah mengetahui apa yang terjadi kepada Maura membuat Rafa mengerti dengan apa yang dirasakan Maura.
"Maura makanlah dengan tenang. Makanan ini tidak ada apa-apanya," ucap Rafa dengan pelan.
Maura tetap terdiam dan sama sekali terlihat tidak berani. Sampai Rafa mengambilkan nasi untuk Maura dan mengambil beberapa lauk untuk Maura. Ternyata Rafa mencicipi makanan yang ada di piring Madura terlebih dahulu dan Maura melihat hal itu.
"Makanlah!" ucap Rafa lembut.
Apa yang dilakukan Rafa seolah membuktikan kepada Maura jika memang makanan itu aman. Maura mengangguk dan berpikir sejenak lalu perlahan menyendokkan nasi itu ke mulutnya. Maura memang harus berpikir lama dan harus ada pembuktian dulu baru bisa makan.
Apa yang terjadi pada Maura dan Rafa di meja makan itu sama sekali tidak diperhatikan yang lain karena mereka sibuk mengambil makanan masing-masing. Tetapi ternyata Indira yang tepat berada di depan kedua pasangan itu yang sejak tadi ternyata memperhatikan hal itu dan juga membuat Indira tampak berpikir.
"Kenapa kalian berdua ingin menikah?" tanya Jinan di sela-sela makan itu.
Maura dan Rafa sama-sama berhenti makan. Mereka berdua pasti tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Mana mungkin menjawab untuk membalaskan dendam Maura.
"Eyang juga ingin tahu jawabannya," sahut Eyang penasaran.
"Karena kami punya komitmen untuk menikah dan sudah sama-sama siap. Lalu apa salahnya jika di lanjutkan ke jenjang yang lebih serius," jawab Rafa dengan santai.
"Sejak kapan kamu kepikiran untuk menikah. Bukankah selama ini Eyang terus memaksa kamu untuk secepatnya memiliki kekasih lalu menikah. Tapi kamu selalu mengatakan kepada Eyang kamu belum punya kepikiran untuk menikah dan kamu juga belum siap untuk menjalin hubungan dengan ikatan. Dan seingat Eyang kamu bahkan mengatakan itu belum sampai satu bulan yang lalu dan kenapa tiba-tiba berubah?" tanya Eyang dengan tatapan mengintimidasi pada cucunya itu.
"Mungkin saat aku mengatakan hal itu, karena aku belum menyadari semuanya. Tetapi semakin aku dekat dengan Maura, aku punya ketertarikan untuk menikah," jawab Rafa dengan sangat tenang dan begitu serius menjawab.
"Lalu kamu bagaimana Maura? Apa yang membuat kamu siap untuk menikah?" tanya Jinan.
"Entahlah," jawab Maura yang terlalu singkat dan membuat orang-orang yang ada di meja makan itu mengkerutkan dahi. Jawaban Maura yang sangat bertolak belakang dengan Rafa dan membuat orang-orang kebingungan.
"Saya juga tidak tahu kenapa harus menikah dengan Rafa. Selama ini saya melakukan semua sendiri, saya berpikir sendiri dan saya tidak tahu apa tujuan hidup saya. Tetapi ketika saya semakin dekat dengan Rafa saya merasa jika banyak hal yang masih belum saya jalankan dalam hidup ini dan entah mengapa Rafa menjadi satu-satunya orang yang sangat mengerti apa yang saya rasakan dan bahkan tahu apa yang saya alami tanpa bertanya atau mencari tahu," lanjut Maura dengan jawaban yang cukup menyentuh hati.
Rafa bahkan terus memperhatikan Maura saat mulut itu terus berbicara. Tatapan mata Rafa juga terlihat sangat tulus pada Maura.
"Saya merasa, jika saya dipedulikan, di perhatikan dan di pikirkan. Jadi saya merasa jika menjadi istrinya adalah kesempatan terakhir untuk bisa bahagia sekali saja," ucap Maura dengan mata berkaca-kaca.
Maura juga menjawab tampak serius dan seperti dari hati dan bukan skenario yang telah dia hapal.
Orang-orang yang ada di meja makan itu mengangguk-anggukkan kepala yang seperti kata-kata Maura menyentuh mereka dan malah membuat mereka penasaran dengan gadis yang ada di rumah mereka itu sebenarnya apa yang telah dialami sampai mengeluarkan kata-kata seperti itu.
Gadis yang mereka lihat yang tampak gugup itu seperti tidak pernah bahagia sama sekali. Terlihat dari tatapan mata yang menyimpan luka. Bahkan Indira sebagai Dokter juga bisa melihat ada trauma di sana.
Rafa mengeluarkan senyum tipis dengan semua kata-kata Maura. Dia sangat berharap apa yang di sampaikan Maura bisa menyentuh hati keluarganya.
Bersambung
uda lebih baik kamu berubah lebih baik lagi, minta maaf ke maura n minta dia cabut gugatan. biarin bian tenangin diri dulu sampe dia mau tanggung jawab ma bayi mu
ayo indah kamu masuk dan temui mereka