“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 22
Banyak orang mencari masalah, padahal tidak dicari pun masalah sudah pasti berdatangan sendiri.
Habis perkara penculikan, sungai dan terbawa hanyut, masalah datang lagi pada Gun dan juga Suzi.
"Apa maksud kalian dengan perbuatan mesum?!" Suzi bertanya tak paham, mengabsen banyak wajah di sekeliling dengan raut bingung. Kedua tangannya sudah dicekal kiri dan kanan oleh dua orang berbeda.
"Kami hanya lewat ke desa ini! Tuduhan kalian tidak berdasar!"
"Apanya yang tak berdasar?!" Seseorang menghardik. "Kalian jelas pelaku mesum yang mengotori kesucian di Gaepyoung kami!"
Suzi menggeleng menyanggah lagi, menekankan bahwa asumsi mereka sepenuhnya salah. "Kami tidak melakukan apa pun, tolong kalian percaya. Kami hanya dua orang yang ingin mencari jalan pulang."
Orang-orang di sekeliling menanggap skeptis.
Lain dengan Suzi yang terus berontak dan meronta ingin dilepas, Gun masih diam walaupun diperlakukan sama. Dia justru sibuk mengamati tajam dua orang terciduk sebelumnya, pria dan wanita sama muda yang tadi menunjuknya dengan gegabah hingga berakhir seperti sekarang.
"Memindahkan tuduhan," dengusnya dengan suara pelan. Sedikit tersenyum kecut karena baginya ini sangatlah lucu. “Aku akan diam untuk sekarang.”
Dua orang itu begitu bersemangat melemparkan dan terus menguatkan tuduhannya sampai berbusa mulut mereka.
"Sialan."
Gun bisa saja melawan dengan kemampuan fisiknya yang tak biasa, tapi penggunaan itu jelas bukan cara tepat. Ada banyak wanita dan orang tidak bersalah di sekitaran, termasuk anak-anak yang menonton kehebohan ini.
"Gun." Suzi memohon pembelaan melalui matanya yang sudah berair. "Kenapa kau diam saja?" Dia benar-benar kehilangan diri, mentalnya diserang paksa.
Bagaimanapun ini kali pertama baginya mendapat tuduhan kotor. Kata 'mesum' yang terus mereka lontar, menyerang dirinya seperti tusukan silet. Dia tidak seperti itu.
Meskipun negara ini negara bebas dimana s.e.k.s dan hubungan mendalam tidak dipermasalahkan secara hukum dan adat, tapi kaum Gaepyoung tidak termasuk di lingkup itu.
Dan Gun, sesantai apa pun sikapnya, dia cukup tak suka jika melihat perempuan menangis, terlebih disebabkan oleh hal semunafik itu.
"Apa kalian punya bukti kuat kalau kami mengotori desa kalian ini?" Akhirnya dia buka suara.
Suzi langsung mengangguki pertanyaan yang ditujukan Gun pada orang-orang di sekelilingnya.
"Ada!"
Semua pandangan tertuju serentak ke satu arah.
"Aku buktinya! Mataku melihat kelakuan kalian yang tak senonoh saat di jalan."
Suzi melebarkan mata.
Gun hanya terkejut sedikit saja.
Dia adalah wanita kebun yang sempat ditanya Suzi urusan jalan beberapa waktu ke belakang, dan dia baru saja muncul masih dengan gendongan berisi sayur yang mulai layu.
"Apa maksud Nyonya? Tadi kami hanya bertanya padamu tentang arah jalan, 'kan?" tegur Suzi, merasa wanita tua itu terlalu melebih-lebihkan. "Apa yang salah dengan itu?" tanyanya menuntut paham.
"Tidak! Tidak ada yang salah dengan pertanyaanmu!" tukas wanita kebun dengan sinisnya. "Tapi aku terus mengikuti kalian setelah itu," dia mengaku. "Aku melihat kalian bermesraan di dekat rerimbunan bambu di jalan sana." Satu tangannya menunjuk suatu arah.
"Apa itu bukan mesum namanya?!"
Pikiran Gun langsung sampai di bagian yang baru saja disebutkan wanita tua dan kurus itu, lalu berdecak. "Ckk, itu aku hanya membetulkan antingnya yang hampir lepas, Nyonya." Dia menjawab sembari mendelik malas.
Memang sekilas dilihat dari jauh dia dan Suzi seperti berciuman di tempat tadi, posisi wajah sangat dekat dan intim, tapi pada nyatanya Gun memang hanya membetulkan anting di telinga Suzi yang hampir lepas karena tersangkut baju.
"Benar, Nyonya. Kami hanya--"
"Tidak! Kalian jelas-jelas berciuman! Aku melihatnya dengan sangat jelas oleh mata kepalaku sendiri!" kukuh wanita kebun. “Dan kalian belum menikah!”
"Mata kepala bapakmu!" dengus Gun.
Ya ....
Tidak ada kesempatan bagi Suzi dan Gun untuk menjelaskan lagi. Percuma saja, orang-orang itu terus menggempur dengan suara-suara sumbang yang semakin ditanggapi semakin membuat pusing.
"Baiklah, baiklah, kami salah!" Gun mengalah dengan raut jengah. Membiarkan mereka tenggelam dalam asumsinya yang sok benar. "Sudah begini, jadi apa yang akan kalian lakukan pada kami?" Dia hanya bertanya, bukan menantang. Malas berdebat untuk hal konyol yang sepertinya tak akan mudah dihadapi dengan seruan sama.
Ya, tak semua hal harus diselesaikan dengan otot dan adu kepal. Gun terpaksa mengalah dulu, sementara ini.
"Gun!" Suzi menegur dengan gelengan. Baginya terlalu naif mengakui hal yang tidak dilakukan sama sekali. Membiarkan mereka menghakimi tanpa jelas kebenarannya.
"Tenang saja, Suzi," kata pria itu. "Mereka tidak akan memenggal kepala kita untuk hal seperti ini! Benar begitu, bukan?" Dia mengedar tatap, bertanya pada siapa pun yang bersedia menjawab.
"Memang tidak sekotor itu!" Satu orang pria maju menerangkan. "Tapi kalian tetap harus menebus dosa untuk mengembalikan kesucian Gaepyoung kami! Kalian akan direndam di kolam putih selama dua hari tanpa makanan. Setelah itu, sebagai penebusan akhir dari dosa yang kalian buat, kalian akan dinikahkan oleh Munjong secara adat, barulah kalian akan dibiarkan pulang ke tempat asal."
Membulat besar mata Suzi mendengar itu. "Di-dinikahkan?"
"Ya! Itu cara Gaepyoung kami mengembalikan kesuciannya."
Gemetar tubuh Suzi hingga tak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri, dia limbung. Gun terperanjat untuk menangkap, tapi dua pencekal tak membiarkannya bergerak bebas. Seorang pria muda mewakili menyangga tubuh Suzi yang lemah secara mendadak itu dibantu yang lebih tua.
"Bopong dia! Kita harus membawa mereka segera ke hadapan Munjong."
Gun mengetat rahang saat dirinya didorong berjalan dalam iringan manusia yang tampangnya sok meniru orang-orang hukum. Tapi dia tak kuasa menggunakan kekuatan tempur secara kacau, orang-orang itu hanya sedikit buta dan pura-pura tuli, tidak untuk dihajar.
Menanggapi peraturan konyol yang tadi didengarnya, sebenarnya Gun biasa saja, tidak seberlebihan Suzi sampai nyaris pingsan. Walaupun cara mereka cukup aneh dan mengejutkan, tapi nyatanya tak cukup mempengaruhi dirinya yang sudah begitu dari sananya. Hanya kesal saja.
Tapi, satu hal tiba-tiba mengganjal dalam hati Gun di perjalanan.
"Apakah menikah denganku seburuk itu sampai Suzi gemetar dan ketakutan? .... Apa yang salah dalam diriku? Aku keren begini."
*****
(Perubahan nama tokoh --- Kim Suzi dan Kim Suho √, hanya dibalik dari yang semula, ya!)
Di lain tempat.
Selain Kim Suho dan Phantom yang masih sibuk mencari keberadaan Suzi dan pengawalnya, Archie juga melakukan hal serupa. Mau tak mau pria asing itu mendorong dirinya, Ryuji dan Nam Cha untuk mencari keberadaan Gun di wilayah yang mana sahabat sekaligus rekan kerjanya itu bertugas sebagai relawan kemanusiaan.
Ponsel Gun mungkin hilang dan mati kehabisan daya, membuat Archie sedikit kesulitan menemukan titik keberadaan partner ajaibnya itu. Jadilah saat ini tak bisa menggunakan komputer yang ada di gedung tua untuk mencari.
Kabar tentang hilangnya Gun dan Suzi di camp pengungsian telah ramai di sekitaran. Polisi berseliweran dari berbagai sudut untuk keperluan selidik dan pencarian.
Archie dan dua anteknya kini berada di sekitaran tebing tempat di mana perkelahian Gun dengan para penculik Suzi terjadi.
“Sungai itu pasti menyimpan kesaksian besar tentang hilangnya mereka berdua,” kata Archie menatap nyalang ke bawah sana. “Aku yakin Lee masih dalam keadaan hidup, bahkan baik-baik saja.”
“Kau benar,” Ryuji setuju. “Dia mungkin sedang melukis di suatu tempat.”
Nam Cha ikut menambah, “Ya, melukis lambaian tangan untuk Dewa Zeus.”
semoga diterima amal ibadahnya
diberi ketabahan buat keluarga yg ditinggalkan.
turut berdukacita thor /Pray//Pray//Pray/
sepertinya malah agen rahasia
lnjutkan
semoga keluarga kalian d berikan kesabaran yg luas
meski ikhlas tidaklah mudah
semangat Up
turut berdukacita thor... smogaauthor sekeluarga diberi ketabahan n kesabaran/Rose//Rose//Rose/
semangat/Determined//Determined//Determined/