Dista Keinadira, harus menelan rasa pahit kala Pamannya menjadikan sebagai alat penebus hutang. Kepada sosok pria lajang tua kaya raya yang memiliki sifat dingin dan sulit ditebak yaitu, Lingga Maheswara.
Pernikahan yang hanya dianggap nyata oleh Dista itu selalu menjadi bumerang dalam rumah tangga mereka. Lingga selalu berbuat kasar kepada Dista yang selalu saja mengharapkan cinta darinya.
•••••
"Satu ucapan cintaku akan setara dengan derasnya air mata yang akan kau keluarkan, Istriku.." Kata Lingga disela isak tangis menyakitkan Dista.
∆∆∆
Halo, jangan lupa follow dan dukung selalu🙃
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMP~BAB 21
Berusaha untuk tidak menghiraukan apa yang Lingga katakan itulah Dista sekarang. Ia membalas ucapan Lingga tadi dengan senyuman yang sedikit terpaksa, sekalipun hatinya sakit dengan semua perkataan Lingga tadi.
“Sengaja mau melukai tanganku? Kenapa Mas Lingga sejahat itu padaku?” pertanyaan itu terus berputar-putar dibenak Dista.
Sementara Lingga masih menatap Dista yang melihatnya dengan tatapan yang sungguh sendu. Tidak terbesit rasa kasihan sedikitpun dihati Lingga, ia malah tertawa puas didalam hati. Dista menderita itulah yang ia inginkan, bukan kebahagiaan dari wanita itu.
“Kalau Mas tidak menyuruh ku untuk membersihkan ini, maka biarlah pelayan yang membersihkannya,” ucap Dista dengan sangat lembut.
Lingga tidak mengatakan apapun, ia hanya diam memperhatikan Dista yang perlahan bangkit dan melangkah pergi meninggalkannya.
“Lalu, siapa yang akan membersihkan ini semua?” pertanyaan Lingga membuat langkah kaki Dista terhenti.
Bahkan Dista belum menjawab semua pertanyaannya, Lingga sudah menarik tangan Dista hingga wanita itu terjatuh di lantai dengan posisi terduduk. Lingga mengambil air yang ada di mejanya, menuangkan air itu tepat diatas kepala Dista.
“Kau berani membantah ku, ha? Kau berani tidak mendengarkan suami mu ini?” tanya Lingga beruntun kepada Dista yang masih kebablakan akibat ulahnya.
“Mas, sungguh aku tidak tahu apa yang telah aku perbuat pada hidup mu.. Hingga kau memperlakukan aku seperti ini, apa salahku, Mas?”tanya Dista dengan suara lemahnya, ia menangis di hadapan pria itu.
Dengan sedikit kesulitan Dista perlahan bangkit, dari mulai rambut sampai piyama semuanya basah kuyup akibat ulah Lingga. Dista menatap Lingga penuh menuntut jawaban yang terus berputar dibenaknya.
“Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik untukmu, mengerti apa yang kau inginkan. Kenapa hal seperti ini juga masih kurang untukmu?” tanya Dista dengan penuh histeris.
Lingga adalah Lingga, ia tidak akan berbelas kasih sekalipun air mata darah yang Dista keluarkan. Lingga malah meludah tepat dikaki Dista, lalu ia mencekal tangan Dista dengan kekuatan penuh hingga wanita lemah itu meringis kesakitan.
“Lebih baik kau ceraikan saja aku, atau aku yang akan pergi sekarang juga karna_”
“Diam!” bentak Lingga tepat diwajah cantik Dista, hingga tubuh wanita itu tersentak kaget. Lingga menghempaskan tubuh mungil Dista mengarah pada sofa, hingga Dista terduduk disana.
Pelan-pelan Lingga melangkah mendekati Dista dengan tatapan yang siap menangkap mangsanya. “Cerai? Bercerai? Mau pergi?” tanya Lingga sembari menginjakkan kakinya tepat dikaki Dista.
Lingga memakai sendal berbahan kulit hingga membuat Dista merasakan sakit yang teramat. Tapi, Dista tidak menjerit sama sekali. Ia mengigit bibir bagian bawahnya untuk lebih bisa menahan rasa sakit yang dilakukan Lingga. Tangan Lingga menangkup dagu Dista hingga wanita itu tidak bisa mengigit bibirnya sendiri.
“Yang berhak mengatakan hal seperti itu aku, kau tidak berhak! Mau aku bunuh langsung atau dengan cara perlahan, itu terserahku!” ucap Lingga dengan bentakan yang mana membuat Dista langsung memejamkan matanya.
Lingga menghempaskan wajah Dista begitu saja lalu pergi dari ruangan itu. Bukan hanya itu tapi Lingga juga mengunci Dista di ruang kerjanya. Dengan sedikit terseok-seok Dista melangkah menuju pintu, ia terus mengetuk pintu itu dengan tenaga yang lemah. Tidak ada, tidak akan ada yang mendengar jeritan dan tangisan Dista disini.
Dista pasrah, perlahan tubuhnya terjatuh di lantai dengan bersandar pada pintu Dista menangis. Berulang kali memukul pintu disertai isak tangisnya, terlebih lagi Lingga malah mematikan lampu membuat Dista terkejut.
“Mas, jangan matikan lampunya, aku takut gelap!” Dista berusaha berteriak bermaksud agar Lingga mendengar nya. Tapi, lama menunggu tidak ada respon juga dari pria itu. Posisi lampu tetap mati hingga Dista menyerah sendiri, ia berusaha mencari penerangan meskipun kakinya masih sangat sakit untuk diajak berjalan.
Tuhan masih berpihak pada Dista kali ini, ia masih menemukan lampu belajar dimeja kerja Lingga. Cepat-cepat Dista menghidupkannya, ia tergeletak di dekat sofa dengan tangannya sendiri sebagai bantalannya. Sembari termenung sembari menangis itulah Dista sekarang.
“Mas, aku hanya ingin dianggap nyata saja olehmu. Diperlakukan selayaknya manusia, tidak usah menyayangi atau mencintai ku.. Aku tidak berani untuk mengharapkan itu dari mu, cukup terima saja aku dengan baik disini,” ucap Dista dengan sedikit tercekat, ia menumpahkan kesedihan dengan posisi tertidur bahkan piyama nya basah kuyup.
Lingga sengaja membiarkan Dista didalam ruangan gelap dengan piyama yang basah. Mungkin saja lampu belajar itu tidak akan bisa menerangi Dista lebih lama lagi.
•
Tepat tengah malam Dista terbangun dari tidurnya karna mendengar suara orang membuka pintu. Cepat-cepat Dista terduduk, ia takut sekali jika itu Lingga yang akan menyiksa dirinya lagi. Penerangan sudah gelap, bahkan Dista tidak bisa melihat sekelilingnya lagi.
Pintu itu terbuka hingga menyelorot lah cahaya dari luar, Dista mendapatkan sedikit penerangan. Sosok pria bertubuh jangkung serta tegap memakai kemeja putih serta celana hitam panjang. Ya, Dista masih bisa melihat pakaian pria itu.
“Kenapa gelap sekali?” suara pria itu membuat tubuh Dista membeku, apa lagi kala lampu kembali menyala.
“Dista?” sungguh terkejut hati Malik melihat Dista yang terduduk dalam keadaan kacau begitu. Cepat-cepat ia langsung berlari kearah Dista, ia memegang tangan Dista mencari sesuatu yang terluka disana.
“Tuan melakukan hal kasar padamu?” tanya Malik yang mana ia menuntut jawaban segera dari Dista. Tatapan mata Malik langsung tertuju pada kaki Dista yang terluka, ada sedikit goresan luka kecil disana.
“Kau diperlakukan kasar? Kena_ ah.. Dista, ini sungguh sudah keterlaluan!”