Shahira atau lebih akrab dipanggil Ira. Dia dijuluki perawan tua, karena belum juga menikah bahkan diusianya yang sudah menginjak 34 tahun. Dia menjadi bahan gunjingan ibu ibu komplek.
Shahira pernah di lamar, tapi gagal karena ternyata pria yang melamarnya menyukai adiknya, Aluna.
Tapi, kemudian Ira dilamar lagi oleh seorang nenek untuk menjadi istri dari cucu kesayangannya. Nenek itu pernah di tolong Shahira beberapa waktu yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Sore ini Nicho menjemput Shaira di rumah ibu. Dia akan membawa Ira kembali ke rumah nenek.
"Buk, Shahira mana?" Tanya Nicho saat melihat ibu duduk merenung di teras rumah sendirian.
"Gak tau, sudah dua jam setelah dia pergi dari rumah." Jawab Marni acuh.
"Loh, pergi kemana buk, apa dia gak pamit sama ibu?"
Marni tidak menjawab, dia malah menatap lekat lekat wajah Nicho.
"Ada apa buk?" Nicho berlutut di hadapan Marni, menyentuh punggung tangan ibu mertuanya itu.
"Apa nak Nicho masih belum bisa menerima Shahira?"
Pertanyaan itu membuat Nicho terdiam. Dia bingung harus menjawab bagaimana.
"Apakah ini jebakan Aluna karena aku memperhatikan Shahira saat dia sakit beberapa hari ini?!" pikirnya.
"Ibu tidak tahu tepatnya seperti apa hubungan kalian. Tapi ibu mohon sama kamu, tolong jaga Shahira dengan baik, cintai dia, beri dia kasih sayang yang penuh. Perlakukan dia seperti istri sebenarnya, jangan abaikan Shahira nak Nicho!"
Nicho masih belum mengerti kemana arah pembicaraan ini, sehingga dia masih memilih diam saja.
"Cobalah untuk menerima Shahira. Kalau pun kamu tidak menginginkannya untuk menjadi istrimu, lebih baik lepaskan dia. Jangan membuat Shahira dan Aluna berakhir saling membenci."
"Apa maksud ibu? Aku tidak paham buk."
"Shahira mengira kamu dan Aluna punya hubungan. Apa itu benar?"
"Tidak buk. Itu tidak benar. Aku tidak punya hubungan apapun dengan Aluna selain ipar."
"Tuh kan benar kata Aluna."
"Maksudnya..."
Marni menyentuh kedua tangan Nicho, menatap raut wajah bingung itu sebelum dia mulai bicara.
"Aluna cerita sama ibu tentang Shahira yang mencurigai kalian punya hubungan diam diam."
"Aluna bilang begitu sama ibu?"
"Iya. Tadinya ibu gak mau percaya sama Aluna, tapi tadi siang Shahira sendiri yang bilang sama ibu kalau kamu sama Aluna saling mencintai."
"Shahira mengatakan aku sama Aluna saling mencintai?!"
"Hmm. Tapi, itu tidak benar kan nak?"
Nicho menggeleng pelan. Dia mulai memahami situasi saat ini. Aluna benar benar telah memulai permainannya.
"Ibu tidak mengerti mengapa Shahira jadi seperti ini. Padahal ibu pikir dia jauh lebih menyayangi Aluna dari pada ibu. Dia rela mengorbankan masa depannya untuk Aluna. Jadi, ibu pikir Ira tidak akan pernah melukai adiknya."
Nicho tampak bingung mendengar penjelasan Marni barusan.
"Ibu tau nak Nicho terpaksa menikahi Shahira demi nenek. Tapi, karena kalian sudah terlanjur menikah, apa tidak bisa nak Nicho memberi perhatian pada Shahira layaknya perhatian suami pada istrinya. Itu tentu bisa membantu agar Shahira tidak terlalu membenci Aluna lagi."
"Ibu bicara apa? Aku tidak begitu paham buk."
Nicho bangkit dari posisi berlututnya, dia pun beralih duduk di kursi yang ada di samping Marni.
"Iya, aku memang terpaksa menikahi Shahira pada awalnya. Tapi, aku tidak pernah berpikir untuk menyakiti Shahira, buk. Saat ini aku sedang berusaha untuk bisa menerima Shahira dan mempertahankan pernikahan kami."
"Ibu benar kan, kamu tidak akan mungkin selingkuh. Apa lagi selingkuh dengan Aluna. Itu sangat tidak masuk akal. Shahira benar benar mengada ada. Ibu tidak mengerti mengapa dia menjadi seperti itu."
Keduanya terdiam dengan pikiran mereka masing masing. Dan saat mereka hanya diam, ojol yang mengantar Shahira berhenti di depan rumah.
"Mas Nicho!" Sapa Shahira.
Marni dan Nicho menoleh serentak ke arah Shahira yang berjalan mendekati mereka dengan menenteng kantong plastik hitam yang entah apa isinya.
"Sha, kamu dari mana?" Nicho menghampirinya.
"Oh aku beli peralatan untuk membuat keik ulang tahun. Kebetulan ada yang memesan keik sama aku. Jadi, mumpung masih di rumah ibu ya aku terima orderannya." ujarnya menjelaskan.
"Kenapa gak pamit sama ibu? Ibu bilang kamu pergi gak pamit sama sekali."
"Pamit kok, ibu aja yang tadi sibuk telponan sama Aluna."
Marni menoleh pada Ira begitu mendengar kalimat yang diutarakan Ira barusan.
"Pulanglah, ikut suami kamu." ucapnya sambil mengalihkan pandangan.
"Aku mau buat keik orderan dulu buk..."
"Tidak usah. Pulang sana. Nak Nicho, bawa Shahira pulang."
"Buk..."
"Pulang sana. Jangan datang ke rumah ibu lagi."
"Buk, tapi kenapa?"
"Tanyakan sendiri sama diri kamu. Dan satu lagi..." Marni menunjuk tepat ke wajah Shahira.
"Tinggalkan Aluna. Jangan ganggu Aluna dengan pikiran pikiran aneh kamu itu."
"Tapi buk..."
Marni melangkah masuk ke dalam rumah tanpa mau melihat wajah putri sulungnya yang membuatnya sangat sangat kecewa.
"Sha, ayo kita pulang?!"
Nicho merangkul pinggang Shahira, menuntunnya masuk ke mobil. Dan Ira pun hanya bisa diam saja, menahan tangisannya saat meninggalkan rumah ibu.
"Maafkan aku buk. Tapi sungguh, aku tidak mengada ada tentang perselingkuhan mas Nicho dan Aluna. Itu nyata buk. Aku bahkan sampai tidak berani memperlihatkan photo mereka sama ibu. Aku khawatir ibu akan terkena serangan jantung dadakan." Gumamnya dalam hati.
Sebenarnya Ira bisa saja langsung memperlihatkan bukti perselingkuhan suami dan adiknya itu, tapi dia tidak ingin gegabah hanya karena mengikuti egonya.
Dia memikirkan resiko yang mungkin terjadi jika saja dia memperlihatkan photo Aluna dan Nicho pada nenek dan ibunya. Jika memilih memperlihatkan bukti nyata itu, kemungkinan nenek dan ibu akan berakhir masuk rumah sakit sangking shock nya melihat kebenaran tentang perselingkuhan itu.
semoga ibu nya shahira cpt tau kelakuan aluna merusak keretakkan rumah tangga kakak nya sendri biar ibu merasa menyesal