Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 28
Perkataan Tania cukup membuat perasaan Angga terganggu. Apalagi yang Tania katakan itu adalah kebenaran yang sesungguhnya. Angga langsung memijat tulang hidungnya sekarang. Rasanya, dada Angga saat ini sangat sesak sampai dirinya tidak bisa menarik napas lagi.
"Oh, Tuhan .... Tolonglah. Izinkan aku menebus kesalahan."
"Tidak!"
"Aku ingin memilikinya lagi. Untuk selama-lamanya sampai nyawa berpisah dari tubuh ini. Tolong izinkan aku memilikinya hingga aku tiada."
Entah karena rasa bersalah, atau memang karena hati yang sudah jatuh cinta. Singkatnya, Angga sangat menginginkan wanita yang sebelumnya telah ia sia-siakan. Jalan Angga tidak akan mulus ke depannya. Tapi pria itu tetap bersikeras memasang tekat untuk mencoba. Ia akan berusaha sekuat tenaga menarik kembali apa yang sudah ia lepaskan.
....
Hari pameran busana Hani Adinda akhirnya tiba. Acara besar itu bisa dilihat lewat media sosial atau bahkan masuk ke siaran televisi. Karena pameran kali ini berbeda dari pameran biasanya. Kolaborasi butik ternama di kota S dengan desainer terbaik luar negeri, tentu saja akan berbeda dari pameran yang telah sudah.
Bukan hanya itu saja, pameran kali ini sangat banyak dihadiri oleh orang-orang terkenal di berbagai kota. Tujuan utama mereka adalah, untuk bertemu secara langsung dengan desainer Yura. Kenal dengan desainer Yura sama dengan membuka gerbang untuk dikenali di luar negeri di bagian fashion.
Deretan kursi pertama diisi oleh orang-orang ternama yang telah dipilih oleh Hani sendiri. Sedangkan lima kursi lagi adalah orang-orang yang Zura pilih. Bukan Zura, melainkan Lula yang memilihnya. Namun, semua tak lepas dari persetujuan Zura sebagai atasan dari wanita tersebut.
Saat Angga turun dari mobil, di belakangnya ternyata ada Iyan yang juga baru tiba ke acara tersebut. Angga dan Iyan tidak pernah akur. Mereka saudara tiri dari satu ibu yang sama. Tapi Angga tidak pernah mengakui hal tersebut.
"Tuan muda Hardian? Datang juga? Kirain ngga datang karena ngga punya undangan. Eh! Tunggu deh, jangan-jangan masuk secara paksa lagi."
Angga menarik napas dalam-dalam, lalu melepasnya secara perlahan. Hal yang sangat tidak ia sukai jika sedang menghadiri acara. Salah satunya adalah bertemu dengan manusia yang bernama Iyan Andika.
"Iyan Andika. Terlalu banyak bicara bisa membuatmu kehilangan keberuntungan mu, mengerti?"
"Oh, iya? Kalau gitu aku jadi takut. Tapi ... bohong." Iyan langsung tertawa kecil.
Setelahnya, pria itu langsung meninggalkan Angga di belakang sambil terus tersenyum. Adya yang melihat hal tersebut sangat kesal. Tapi Angga malah biasa saja. Karena dia tidak pernah menganggap pria itu ada meski mengabaikan pria itu adalah hal yang sangat sulit.
"Kurang ajar banget dia, tuan muda. Pengen aku beri pukulan saja rasanya jika tidak ingat hal itu akan merugikan tuan muda."
"Sudahlah. Biarkan saja dia Adya. Anggap saja dia sebagai angin lalu yang tidak akan menyakiti diri kita."
Selesai berucap, Angga pun langsung melangkahkan kaki meninggalkan tempat di mana ia berdiri sebelumnya. Tiba di depan pintu masuk dari ruangan yang akan dijadikan tempat pameran, Angga menghentikan langkah kakinya.
"Adya, apakah kursi di ruangan ini sudah di tetapkan?"
"Benar, tuan muda."
"Ada apa, tuan muda?"
"Tidak ada. Aku hanya penasaran dengan alasan Iyan kenapa bisa menduduki kursi paling depan."
Adya melihat ke arah pandangan mata Angga.
Di sana, ia melihat Iyan duduk dengan bangganya di deretan sepuluh kursi paling depan.
"Mungkin karena Iyan mendapat kesempatan untuk bekerja sama dengan desainer Yura, tuan muda."
Sontak. Angga langsung menoleh ke arah Adya. "Apa? Iyan dapat kesempatan untuk bekerja sama? Bagaimana mungkin?"
"Belum resmi, tuan muda. Iyan hanya lima dari kandidat pilihan yang masih dalam pihak pertimbangan untuk bekerja sama dengan desainer Yura."
"Lima? Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah ada kemajuan sekarang?"
Adya menundukkan wajahnya. Wajah bersalah terlihat sekarang. "Maaf, tuan muda. Belum ada kemajuan sedikitpun. Kita memang sangat sulit untuk menembus pertemuan dengan desainer Yura. Tapi, tuan muda tenang saja. Hari ini, saya akan usahakan dengan sebaik mungkin. Dan, tuan muda jangan cemas. Mereka semua juga belum ada satu pun yang bertemu dengan desainer Yura secara langsung."
Angga melepas napas berat. Lalu beranjak melangkah masuk ke dalam.
"Heh ... baiklah. Kali ini jangan sampai gagal karena kita butuh kerja sama ini sekarang."
"Iya, tuan muda. Akan saya usahakan dengan sebaik mungkin."
Tiba di dalam, Angga langsung menduduki tempatnya. Agak aneh memang pandangan orang-orang pada Angga sekarang. CEO perusahaan fashion ternama di kota sebelah malah dapat tempat duduk ke tiga dari deretan kursi undangan. Sungguh membingungkan dan menimbulkan omongan-omongan kecil tentang keberadaan Angga sekarang.
"Tuan muda."
"Abaikan saja, Adya. Kita ke sini bukan untuk mencari muka. Melainkan, untuk urusan pekerjaan."
"Baik, tuan muda."
"Oh iya, Adya. Apa kamu sudah tahu di mana Zura berada sekarang?"
"Maaf, tuan muda. Untuk urusan nona Zura, saya masih belum tahu ke mana ia pergi setelah hari itu. Karena datanya langsung hilang setelah ia pergi. Tidak tahu entah penerbangan mana yang ia pakai. Dan, entah ke mana tujuannya. Semua data seolah lenyap seakan dia tidak pernah melakukan perjalanan saja."
"Apa? bagaimana mungkin bisa terjadi seperti itu?"
"Itu semua karena -- "
Adya langsung menggantungkan kalimatnya. Saat ini, mata Adya sedang fokus pada sesuatu yang sangat menarik perhatian hatinya.
"Gadis itu .... "
"Ada apa, Adya?"
"Tidak, tuan muda."
"Saya ke sana sebentar. Ada hal yang harus saya pastikan."
"Hm, baiklah."
Adya bergegas beranjak meninggalkan tempat duduknya. Tujuannya kali ini adalah wanita yang ia anggap sangat mirip dengan perempuan yang telah memarahinya beberapa waktu yang lalu.
"Aku yakin, dia adalah gadis itu."
Sayang, ketika Adya telah berusaha mencari ke tempat di mana ia melihat Lula sebelumnya, wanita yang ia cari sama sekali tidak bisa ia temukan. Adya sudah menghabiskan waktu lima menit untuk berkeliaran mencari Lula, sayangnya, tidak ada jejak sedikitpun.
"Ke mana dia pergi? Kenapa tidak bisa aku temui sih di sini?"
"Heh ... tidak mungkin mataku yang salah dalam melihat. Aku yakin dia adalah gadis itu."
Adya kesal pada dirinya sendiri. Namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Saat suara dari pembawa acara memecah keributan, Adya terpaksa kembali ke ruangan tempat pameran akan di adakan.
Sebaliknya, yang Adya lihat memang Lula. Sekarang, Lula sedang berada di ruangan utama bersama Zura. Mereka di dalam sana sedang ngobrol sambil menunggu Zura selesai di rias.
"Mbak Zura cantik sekali lho malam ini. pangling lho aku, mbak. Padahal dandan sendiri tapi lebih cantik kan mbak dari para model di luar sana."