NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 22

Beberapa menit kemudian, pintu terbuka dan seorang pengawal lain masuk sambil menggendong Marica yang tampak lemah dan tidak berdaya.

Pengawal itu membaringkan Marica di sofa dengan hati-hati. Melihat kondisi putrinya, Adam segera bangkit dari duduknya, terkejut dan marah.

"Kau gila! Apa yang kau lakukan padanya?" teriak Adam dengan suara penuh amarah dan kekhawatiran.

Ia segera menghampiri putrinya yang terasa dingin seperti mayat hidup. Wajah Marica pucat dengan beberapa goresan kecil, tangan mungilnya menunjukkan luka sayatan pisau, dan kakinya memerah dan lecet bekas rantai yang mengikatnya erat.

Adam memerhatikan perban yang melilit kaki Marica dan dengan penuh kekhawatiran ia bertanya, "Kau menembaknya?" Meskipun luka itu bisa saja disebabkan oleh hal lain, instingnya mengatakan bahwa ini adalah luka tembakan.

Tanto, dengan santai menghisap cerutu terakhirnya, menjawab dengan nada tenang dan dingin, "Dia terlalu lincah. Lagipula, yang terkena tembak itu kakinya, bukan jantungnya."

Kemarahan Adam membuncah, tetapi ia tahu bahwa melawan Tanto sekarang hanya akan memperburuk keadaan. Waktu sangat berharga, dan yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan Marica. Dengan cepat, ia menggendong putrinya yang lemah, merasakan betapa ringan dan dinginnya tubuh Marica di pelukannya.

Tanpa membuang waktu lebih lama, Adam berlari keluar dari hotel dengan Marica di pelukannya. Hatinya terasa berat, dipenuhi dengan kekhawatiran dan kemarahan. Ia tahu bahwa setiap detik sangat berharga.

Dengan napas tersengal dan hati yang penuh dengan kecemasan, ia berhasil mencapai mobilnya dan dengan cepat melajukan kendaraan menuju rumah sakit terdekat.

\~\~\~

Rahayu mendapatkan kabar dari suaminya bahwa Marica telah ditemukan dan sekarang tengah berada di rumah sakit.

"Kenapa kita harus jenguk dia sih?" dumel Tian yang sedang mengemudi dengan kecepatan sedang.

Suaranya terdengar kesal, dan ia melirik kaca spion sesekali melihat ekspresi ibunya dan Yura.

"Dian juga adikmu," jawab Rahayu sembari memainkan kukunya karena gelisah. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran.

Perjalanan ke rumah sakit terasa seperti berlangsung lama, meskipun sebenarnya tidak terlalu jauh. Tian memarkir mobil di area parkir dan mereka segera turun. Rahayu memimpin jalan, sementara Tian dan Yura mengikuti dari belakang dengan langkah ragu.

\~\~\~

Setelah mendapatkan tanda tangan Adam, Tanto segera pergi menemui seseorang. Kendaraannya dipacu dengan kecepatan tinggi, menunjukkan betapa setiap detik sangatlah berharga baginya.

Sesampainya di sebuah rumah yang tampak biasa dari luar, Tanto dengan cepat masuk ke dalam.

"Jangan usik aku lagi!" ucap Tanto dengan nada penuh kemarahan, sembari melemparkan dokumen yang baru saja ia dapatkan ke meja.

Emil duduk tampak santai dan tenang. Emil mengambil dokumen itu dengan tenang, memasang kacamatanya, dan mulai membacanya.

"Kerja bagus," ucap Emil setelah beberapa saat membaca.

Tatapannya tajam, penuh perhitungan. Semua ini telah direncanakan dengan cermat oleh Emil, yang tahu bahwa Tanto adalah sosok yang sempurna untuk dijadikan kambing hitam.

Bisnis Tanto dan Adam yang sering kali berseteru memudahkan skenario ini, sehingga tidak ada yang akan mencurigai bahwa masalah Marica sebenarnya erat kaitannya dengan Kelvin, sosok lain di balik layar.

"Jangan libatkan aku lagi. Cara kalian membuatku terlihat lemah dengan menggunakan penukaran yang tak masuk akal," ejek Tanto dengan nada penuh kebencian.

Ia merasa marah dan terhina karena telah diperintah oleh seorang yang jauh lebih muda darinya. Tanto, yang terbiasa memegang kendali dan mengatur orang lain, tak bisa menerima perlakuan ini dengan lapang dada.

Emil menatap Tanto dengan senyum sinis, penuh perhitungan. "Bukankah dunia ini memang tak masuk akal?" tanyanya dengan nada mengejek, seolah-olah menikmati kekesalan Tanto.

Emil kemudian meraih sesuatu dari dalam jaketnya. Dalam sekejap, tangannya mengeluarkan sebuah pistol dengan peredam, sebuah Walther PPK yang terkenal dengan keheningannya dan efisiensinya dalam jarak dekat.

Tanto hanya sempat melihat kilatan logam saat Emil mengangkat pistol tersebut. Sebelum ia bisa bereaksi, Emil sudah menarik pelatuknya beberapa kali dengan cepat dan tenang. Suara letusan senjata hampir tak terdengar, hanya desisan halus yang nyaris menyerupai suara bisikan angin malam.

Tanto merasa tubuhnya terpukul keras seolah-olah dihantam oleh sesuatu yang tak terlihat. Peluru pertama menembus dada kirinya, tepat di atas jantung, membuatnya tersentak ke belakang. Peluru kedua dan ketiga menghantam perut dan bahu, membuatnya kehilangan keseimbangan.

Rasa sakit yang tajam dan menusuk mengalir ke seluruh tubuhnya. Dalam sekejap, kakinya kehilangan kekuatan dan ia terjatuh ke lantai dengan keras. Suara logam yang terjatuh menggema di ruangan yang kini terasa semakin mencekam.

Pistol dengan peredam yang digunakan Emil tidak menimbulkan banyak suara, tetapi setiap tembakan membawa kehancuran yang tak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Tanto tergeletak di lantai, darah perlahan mengalir dari luka-lukanya, membasahi lantai di bawahnya. Napasnya tersengal, dan rasa sakit yang luar biasa mulai menguasai seluruh tubuhnya. Ia mencoba untuk berkata sesuatu, namun hanya suara rintihan yang keluar dari bibirnya.

Emil mendekati tubuh Tanto yang tergeletak lemah. Ia menatap pria yang dulu dianggapnya sebagai ancaman dengan rasa dingin dan ketidakpedulian.

"Kau seharusnya tahu, Tanto. Di dunia ini, yang kuat adalah yang menentukan segalanya," ucap Emil dengan suara rendah namun penuh kekejaman.

Tanto, dengan sisa tenaga yang ada, menatap Emil dengan mata penuh kebencian. Ia ingin melawan, ingin membalas, tetapi tubuhnya sudah tak mampu. Dalam beberapa detik yang terasa seperti keabadian, kesadarannya mulai memudar, dan dunia di sekelilingnya mulai menggelap.

Emil melihat Tanto yang sekarat di lantai, memastikan bahwa tak ada gerakan lagi dari tubuh yang penuh luka itu. Ia kemudian menyimpan pistolnya kembali ke dalam jaket, memastikan bahwa tidak ada bukti yang tertinggal. Suara langkah kakinya yang mantap dan tenang memenuhi ruangan saat ia meninggalkan tubuh Tanto yang tak lagi bernyawa.

\~\~\~

Yura berdiri di samping tempat tidur Marica, melihatnya terbaring lemah. Di sudut ruangan, Adam sibuk berbicara di telepon dengan Silas, mencoba mencari solusi dan bantuan untuk masalah yang mereka hadapi. Tian duduk di sofa, bersandar dengan wajah lelah dan tampak tidak peduli, pikirannya melayang entah ke mana.

Rahayu, dengan setia, selalu berada di samping Adam. Ketika Adam keluar ruangan untuk membicarakan masalah yang lebih mendesak, Rahayu ikut keluar, meninggalkan Yura dan Tian bersama Marica.

Hati Yura semakin dipenuhi oleh rasa tidak nyaman. Ia merasa ditinggalkan dan diabaikan, perasaan yang telah menghantui dirinya sejak lama.

"Kenapa dia enggak mati aja sih?" batin Yura dengan penuh kepahitan. Pikiran itu membuatnya merasa bersalah, tetapi ia tidak bisa menghindarinya.

Dalam benaknya, Marica selalu menjadi pusat perhatian, selalu mendapatkan cinta dan perhatian lebih dari Adam, ayah tirinya. Yura merasa bahwa dirinya tidak pernah benar-benar dianggap sebagai anak oleh Adam.

Yura berpikir bahwa hanya karena Marica adalah anak kandung Adam sementara Yura hanyalah anak tiri, maka Adam lebih sayang pada Marica. Perasaan ini semakin mengganggu pikirannya, terutama di saat-saat seperti ini ketika Adam tampak begitu peduli pada Marica, sementara ia merasa terabaikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!