NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 20

Keadaan tempat tinggal sang pendosa masih sama saat Timira belum diambil oleh ‘mereka’. Tanaman-tanaman di tempat ini masih mati. rumput-rumputnya juga masih kecoklatan dan rapuh. Tempat ini seolah-olah bersedih karena pemiliknya tak kunjung pulang menemui mereka.

“Tempat ini tak cocok untuk kita berlatih,” ucap Naya sambil memperhatikan tempat yang sangat hancur dan berantakan ini. Mereka saat ini berdiri di hadapan rak buku yang tak hancur ataupun rapuh sama sekali. Rak buku itu adalah jalan menuju lorong rahasia yang sebelumnya pernah dua orang ini lewati. Seharusnya rak itu ada didalam rumah. Namun, rumah yang jadi tempat perlindungan rak itu sudah tak ada. Rumah itu benar-benar hancur, hanya rak itu yang tersisa darinya.

“Kau benar. Tapi, kita bisa memperbaiki tempat ini, kok. Kita bisa membuatnya kembali hijau.” Abya mencolek rak itu. Debu pun menempel di jarinya.

“Caranya?”

“Kau perhatikan saja dulu. Untuk caranya akan kujelaskan nanti.” Abya menempelkan telapak tangan dan kelima jarinya, lalu bergumam dengan kata-kata yang hanya dipahami oleh orang-orang tertentu. Rak buku itu pun bersinar setelahnya. Buku-buku yang awalnya tertata rapi dirak itu, kini terbang, lalu menjatuhkan diri di rumput-rumput yang rapuh. Lima buku terjatuh di selatan, dua buku terjatuh di utara, empat buku terjatuh di timur, dan enam buku terjatuh di barat yang daerahnya sudah rusak parah. Buku-buku itu mengeluarkan cahaya. Cahaya-cahaya itu menyebar, membuat rumput-rumput rapuh dan tanaman yang mati kembali hijau dan hidup. Bunga dandelion muncul di antara rumput- rumput itu, menambahkan kesan indah pada taman ini. Naya terpukau melihat pemandangan yang ada di depannya. Rasa ingin tahunya membesar. Ia ingin tahu tentang sihir ini, tentang semua yang terjadi pada tempat ini. Buku-buku yang tadi berada di lantai, kini kembali terbang ke rak, mereka kembali tersusun rapi. Rak tempat mereka berada pun juga berhenti bersinar. Tangan Abya berhenti menempel di rak itu. Ia berhasil menyembuhkan tempat ini.

Bocah lelaki itu pun berbalik. Ia disambut tatapan kagum Naya dan tatapan rasa ingin tahu. Abya menggelengkan kepalanya. “Bukan karena aku. Rak itu memang sumber sihir di tempat ini. Aku hanya mengaktifkannya.”

“Oh, ya?” Naya memicingkan matanya. Ia tak percaya dengan kata-kata ‘bukan karena aku’.

“Sungguh, tadi itu bukan aku yang berbuat. Kekuatan besar dari rak itu yang membuat lingkungan disini kembali hidup,” ucap Abya sambil berjalan ke teman perempuan yang berharga baginya.

“Bohong. Kau memberikan sedikit kekuatanmu pada benda itu makanya- ADUH!!” Abya menyentil dahi temannya, memberhentikannya berbicara panjang dan lebar. Naya mengeluh kesakitan. Ia memegang dahinya yang sering di serang oleh orang dihadapannya.

“Dari pada ngomong panjang lebar, lebih baik kita mulai kelasnya sekarang.”

“Baiklah. Tapi, jika aku melakukan kesalahan, jangan serang dahiku lagi.”

“Tenang saja, dahimu tak akan ku serang. Mungkin kepalamu yang akan ku penggal.” Abya tersenyum smirk. Senyum itu, membuat Naya bergidik ngeri. Ia mundur tiga langkah dari Abya, membuat bocah yang ada di hadapannya tertawa geli. “Bercanda. Sekarang, ayo mulai latihannya. Duduk lah di rumput hijau ini, perhatikan aku dengan baik.”

Naya menuruti perintah Abya. Ia melihat Abya dengan keseriusan level maksimal. Pemandangan ini sangat disayangkan untuk dilewatkan oleh Abya, ia pun mengingat momen ini, menyimpannya dengan baik dalam pikirannya.

...###...

Sebuah cahaya dari Naya membuat Abya menutup matanya. Kekuatan yang besar membentuk sebuah senjata yang hebat dari diri Naya. Saat cahaya itu hilang sebuah busur muncul di tangan Naya. Di bagian atas dan bawah busur itu terdapat bulu yang membentuk sayap. Bulu-bulu itu berwarna lavender. Tali busurnya juga demikian. Busur ini sangat cantik. Tapi, Naya tak tahu cara menggunakannya. Mungkin.

“Apa busur ini tak memakai anak panah?” Naya melihat kebelakang, tempat dimana Abya berdiri. Sejak tadi Abya melihat ke punggung temannya saat dia mengeluarkan senjata miliknya sendiri karena jika ia berhadapan dengan Naya, ia bisa mati atau terluka parah oleh cahaya pemanggilan.

Abya mengedikkan bahu. “Entahlah, bisa saja anak panahnya akan muncul saat kau menarik talinya.”

“Kalau begitu, ini adalah busur yang keren.” Naya menggenggam handle riser busurnya dengan dua jari, yaitu : jari telunjuk dan ibu jari. Bocah perempuan itu berdiri dengan kokoh, kakinya dibuka sejajar dengan bahu. Bocah itu menarik tali busurnya menggunakan jari telunjuk dan jari tengah di tangan satunya. Setelahnya, anak panah pun muncul di busur itu sesuai perkataan Abya, membuat jari telunjuknya berada di bagian atas anak panah, sedangkan jari tengahnya ada di bagian bawah anak panah. Ia menggunakan busurnya bagai seorang professional. “Sekarang, kemana aku harus melepaskan anak panah ini?”

“Biar itu jadi urusanku.” Abya menjentikkan jarinya. Tunas yang awalnya masih sangat kecil, kini tumbuh dengan cepat dan menjadi sebuah pohon yang besar.

“Kau bisa melepaskannya sekarang.”

“Terimakasih.” Naya mulai membidik sasarannya. Ujung anak panahnya yang tajam dapat membuat orang lain terbunuh olehnya. Naya menarik nafas, lalu menghembuskannya.

“Sama-sama. Tapi, kau yakin anak panah itu akan menancap di-“

TAAKK!!

Anak panah itu mendarat di pertengahan batang pohon yang sangat besar itu. Benda itu menempel disana. Naya tersenyum. Sudah lama ia tak merasakan sensasi saat memegang sebuah busur. Naya melihat ke belakang dengan senyumnya. Ia melihat Abya yang sedang membuka mulutnya karena terkejut oleh apa yang ia lihat barusan.

“Kau terlalu meragukanku, Abya.”

“Keren.” Abya menatap Naya dengan mata penuh kagum. “Aku tak menyangka kau bisa menggunakan busur seperti seorang professional. Kapan kau mempelajarinya?”

Naya menarik tali busurnya, hendak menembak kembali. “Saat kita belum saling kenal.”

Anak panah pun tertancap lagi di pohon itu. Naya tersenyum puas. Ia jadi ingin terus menembak setelah sekian lama tidak menembak dengan busur kayunya yang ada di rumah bibinya. “Kalau begitu, kau harus mengajariku cara menggunakannya, biar kita impas," ucap Abya.

Naya membalikkan badannya. Ia menatap Abya dengan senyum yang manis. “Sudah pasti,” ucapnya. “Tapi, apa aku tak bisa menggandakan anak panahnya atau membuat dia menyatu dengan api?”

“Bisa saja. Tapi, aku bukanlah ahli panahan, aku ahli pedang. Aku tidak tahu cara menggandakan atau menyatukannya dengan api.” Abya duduk di rumput-rumput yang berwarna kehijauan karena lelah berdiri. ia mendongak. “Mau ku carikan seseorang yang bisa melatih mu?"

“Mau banget lah. Permasalahannya, kau punya kenalan yang ahli juga dalam dunia sihir seperti ini?”

“Tentu saja aku punya. Jangan remehkan aku, Naya.”

###

Bocah perempuan yang dikuncir kuda berlari menuju ke halaman belakang sekolah sambil mengunyah biskuit buatan ibunya. Naya melewati banyak kelas, salah satunya adalah kelas 6B. Di kelas itu terdapat perkumpulan anak-anak yang membenci dirinya. Seorang anak perempuan yang memakai bando pink di kepalanya melihat Naya melewati kelasnya melalui kaca jendela. Bocah itu terus menatap Naya hingga Naya tak bisa lagi dilihat olehnya. Ia mengalihkan pandangannya, sosok itu melihat ke anak perempuan yang sedang menggenggam kipas angin kecil di tangannya. Anak itu bangkit dari duduknya, berjalan menuju anak yang tadi diliatnya. Anak itu memukul meja anak yang sedang menghilangkan rasa panas akibat ruang kelasnya yang dipenuhi oleh banyak manusia. Anak yang sedang tenang di bangkunya itu pun terkejut. Ia menghela nafasnya, lalu menatap kesal ke anak yang memakai bando pink itu.

“Ada apa denganmu, Mona? Kau habis liat apa?” ucap Gladys. Anak yang dulu suka mencoret-coreti meja Naya. Kini, ia sudah resmi menjadi pembuly serta pemalak handal di tempat ini.

“Naya, Aku habis liat Naya. Si bocah prik itu berlari ke halaman belakang sekolah, sepertinya.”

“Lalu? Apa hubungannya denganku, Mona Arshaka Anindya?”

“Jawaban macam apa itu? Kau tak ingin menjahilinya seperti dua tahun lalu?” Mona merebut kipas yang ada di tangan Gladys, lalu menggunakannya dengan seenaknya. “Pinjam dulu, kawan. Panas banget disini.”

Gladys merebut kembali kipas miliknya. “Aku nggak ngizinin kamu ambil barangku sesukamu, Mona.” Gladys membelalakkan matanya. Mereka berdua pun akhirnya bertengkar karena kipas kecil itu. Ayu yang sedang ada di kelas itu untuk mengobrol dengan temannya merasa terganggu karena suara nyaring dua bocah itu. Ia mendecak, lalu memutar bola matanya malas.

“Kak Ayu, maaf kalo terlalu berisik. Mau ngobrol diluar aja?” ucap anak lelaki yang memakai kacamata seperti nobita. Ayu tersenyum pada orang itu.

“Nggak usah. Bentar lagi belnya bunyi. Aku mau langsung balik ke kelas aja. Kalau kamu dipukulin bilang ama aku, biar ku hajar terus ku lempar dia ke mars,” jawab Ayu lembut namun agak kasar di bagian akhir. Orang yang ada di depannya pun tertawa karena ucapan itu, lalu membalas senyuman manis milik Ayu.

“Aku anter, boleh?”

“Anter sampe depan kelasku, mau?”

“Mau banget!!” ucap anak itu dengan penuh antusias. “aku mau ketemu kak Siska ama Calleta juga, bisa gak?”

“Mau ngapain ketemu mereka, hmm?” Ayu mencubit pipi anak itu gemas. Lelaki yang ada di depannya berbeda satu tahun dengan Ayu walupun mereka seangkatan. Lelaki itu masuk ke sekolah lebih awal karena melihat Ayu senang sekali pergi ke sekolah. Akhirnya, Anak itu pun memohon pada ibunya dan ia jadi seangkatan dengan Ayu. Nama bocah itu adalah Kivandra Nalendra, teman kecil Ayu yang memiliki penampilan cupu, Namun ia berbahaya.

“Mau bilang aku suka kalian,” Nalen tersenyum lebar sampai beberapa giginya terlihat. Dua bocah nakal yang dari tadi berada di kelas itu, menertawakan kalimat yang barusan di ucapkan oleh Nalen. Ayu melihat dua orang itu dengan sinis. Ia melangkah ke kedua orang itu, lalu mencengkram kerah baju Gladys dan mencekik Mona. Nalen yang melihat situasi itu pun panik. Ia melangkah ke tempat mereka, mengkhawatirkan orang-orang yang disiksa oleh temannya.

“Maksud kalian ngetawain Kiva tadi, apa?” ucapnya sarkas. Ucapan Ayu terlalu lembut, namun itu mematikan. “KALIAN BERDUA PUNYA MULUT KAN?! JAWAB?!”

“Ayu, jangan marah. Udah mau masuk, jangan cari gara-gara.” Nalen memegang tangan Ayu yang digunakan untuk mencengkram kerah baju Gladys. Ia memohon pada Ayu dengan wajah yang tak bisa membuat Ayu menolak keinginannya. Ayu memutar bola matanya malas. Ia mendecak, lalu melepaskan mereka dengan kasar. Ayu memegang tangan Nalen, membawanya pergi dari kelas busuk itu.

Mona memegang lehernya, ia terbatuk setelah Ayu mencekiknya dengan buas. Sosok itu menatap ke Gladys yang sedang menatap pintu kelasnya dengan kemarahan yang terkumpul di matanya. Diam-diam Mona tersenyum di posisinya. Senyum yang sungguh mencurigakan.

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!