NovelToon NovelToon
Bara Penjilat

Bara Penjilat

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Harem / Romansa
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chep 'NJune

Mirna Anak seorang Milyuner bernama Tuan Ambarita, Pemilik 5 perusahaan besar dan mampu mengguncangkan Kota itu dengan Kekayaannya.


Sudah hampir 10 tahun, Mirna menikah dengan Harun, namun perjalanan pernikahannya itu selalu mendapat masalah, lantaran Suaminya Harun berambisi untuk menjadi Seorang Milyuner Kaya.


Sehingga Niat untuk ambisinya untuk mengambil alih Semua perusahaan dari Mertuanya itu dan melakukan hal bodoh untuk mendapatkan segalanya, sehingga imbas dari kelakuannya itu pada Istrinya Mirna.


Hingga pada suatu hari rencana Harun dan Anak buahnya itu untuk menggelapkan Aset Anak cabang perusahaan Mertuanya itu terbongkar dengan tidak sengaja.


Harun pun geram, dan Dia melihat seorang Pegawainya menguping disaat Mereka sedang merencanakan Penggelapan itu.


Lantas Dia memanggil Orang itu dan langsung dipecatnya, dan Orang yang malang itu adalah Hilman, Anak hasil hubungan Mertuanya itu dengan Wanita simpanannya yang tidak diketahui oleh Istri dan keluarga Mertuanya it

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chep 'NJune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seakan tegang, Saling Curiga

Melihat Paman Hartono berlari dengan rasa khawatir di dalam dirinya itu, membuat hati Willy semakin tertekan, mungkin akan mengusik lagi tentang ketakutannya itu dengan yang lainnya, dan tak lama Kompol Willy lantas bicara pada dirinya sendiri.

"Dia merasa sangat gelisah, Aku tak sudi melihat Dia dihancurkan Wanto begitu saja!" Ucap Kompol Willy dalam benaknya itu dengan marahnya.

Kompol Willy Menggeleng- gelengkan kepalanya itu, seolah tak percaya pada apa yang dilihatnya itu, tadi Paman Hartono sakan- akan gelisah setelah Kompol Willy mencoba menjelaskan tentang hasil pencariannya itu,  lalu terdengar Anak buahnya teriak menyadarkan dari lamunannya.

"Komandan Mereka semakin mendekat, berjumlah empat Personil dan Wanto, Bagaimana Kita bergerak sekarang?" Teriak Anak buahnya itu pada Kompol Willy menjelaskannya.

Mata Kompol Willy menatap tajam pada Anak buahnya itu, seolah sedang menahan amarahnya yang akan muncul dalam dirinya, disaat itu datang seorang lagi Anak buahnya melaporkan padanya, sambil berlari menghampirinya yang sedang berpikir dalam kepalanya.

"Semuanya sudah siap untuk rencana Kita itu, Komandan! sekarang tenang saja dulu, Kami menunggu perintah!" Ucap Anak buahnya itu pada Kompol Willy sambil menunggu perintah darinya.

Kemudian terlihat Kompol Willy berpikir di dalam otaknya, lantas dengan cepat dia pun berkata kepada Anak buahnya itu.

"Sudah! Sekarang kita bergerak sebelum Mereka tiba disana, Aku ingin melihat Mereka semua menderita, mengerti!" Ucap keras Kompol Willy pada Mereka saking geramnya.

Lantas semua Anak buahnya itu mengangguk, dan berkata padanya.

“Siap, Komandan! Segera akan Kami laksanakan!” Jawab Mereka sambil berlari ke tempatnya masing- mading untuk menghadang Wanto dan Anak buahnya itu.

Wajah Kompol Willy seolah ditekuknya, gambaran kepusingan masalahnya itu jelas terbayang dalam kelopak matanya, sehingga rasa dendamnya pada Wanto yang sedari tadi tertahan, seakan- akan menjadi beban bagi dirinya, untuk menahan agar tidak keluar.

"Lalu sebaiknya Aku harus bagaimana? Sedangkan Mereka hampir tiba. Tapi rencana yang Aku buat hanya bersifat sementara, lepas dari itu Aku belum sempat memikirkannya!" Ucap Kompol Willy bicara pada diri sendiri.

Melihat Anak buahnya itu dengan sigapnya berlari, lantas Dia pun segera pergi untuk mengecek hasil pekerjaan Anak buahnya itu, untuk persiapan akan rencananya nanti.

"Sudah!..sudah! Jangan terlalu didekatkan, semua ada batasnya yang telah kita buat kemarin itu, tapi Aku bingung dengan jalan dari arah sana? kenapa tidak kita tutup, padahal ditakutkan mereka melewati jalan itu, tutup saja sekarang juga!" Ucap Kompol Willy pada Mereka semua menyuruhnya.

Segera Mereka pun bersiap untuk menutup jalan yang sudah diperintahkan Komandannya itu, sambil berkata padanya.

“Siap! Akan Kami tutup, Komandan!” Jawab Mereka serentak pada Perwira Polisi itu.

Kemudian Sambil teriak Kompol Willy bicara pada mereka untuk mengingatkannya.

“Awas Hati- hati ketahuan! Nanti Kita semua bisa berabe!” Teriak Kompol Willy merasa khawatir pada Mereka itu.

*********

Resah tiada berujung.

Terdengar perbincangan Paman Hartono dan Bibi Luna dibelakang Mereka bertiga di tempat persembunyian itu.

"Lalu bagaimana rencana Kita untuk mensiasati Mereka itu? Jadi Kita hanya bersembunyi saja? Atau ada strategi lain, tolong jelaskan kepadaku, supaya Aku ini mengerti, Hartono!" Ucap Bibi Luna pada Suaminya itu dengan merasa bingung.

Lalu Paman Hartono menatap Istrinya Luna dengan perasaan khawatir, pikirannya bingung untuk menjelaskannya dan lagi rasa sedihnya semakin besar dalam dirinya, Melihat Istrinya itu menderita karena masalah ini.

"Setelah Aku pikir, Kita sebaiknya bersembunyi saja dulu! Sedangkan Aku akan mengawasi kalian, dan jangan melakukan apapun tanpa perintah dariku, Mengerti!” Ucap Paman Hartono pada Bibi Luna dengan tegasnya bicara padanya.

Sekonyong- konyong Citra bicara merasa tidak mengerti dan penasaran pada Paman Hartono itu.

"Kalau hanya sembunyi saja dari mereka, kenapa harus sampai Paman turun kesana? Karena dari sini saja kita bisa memantau mereka itu?" Tanya Citra pada Paman Hartono saking bingung padanya.

Mendengar Citra bicara seperti itu, sejenak Paman Hartono pun terdiam dan berpikir karenanya.

Lalu tiba- tiba terdengar Bayu bicara, dengan memberi masukan yang ada di dalam isi kepalanya itu.

"Baru saja Citra mengatakan alasan dari rencana Kita itu, dan apa yang diucapkannya itu memang benar, Kita semua bersembunyi dan mengawasi gerak- gerik mereka dari tempat persembunyian kita ini, Sementara Aku dan Hilman agak sedikit ke belakang untuk mengamati jalan ke arah sana!" Ucap Bayu pada Paman Hartono menimpali mereka bicara dengan pemahamannya itu.

Paman Hartono kembali terdiam dengan mendengarkan mereka bicara itu, perasaannya kini seolah tenang, setelah mendengarkan Mereka menasehatinya, sehingga memancing Hilman untuk segera mengatakan apa yang ada di pikirannya itu.

"Kamu mengerti apa yang diucapkan oleh Mereka itu, Hilman?” Tanya Paman Hartono pada Hilman seakan mengajaknya untuk berdiskusi.

Dengan jujur lantas Hilman pun langsung menjawabnya sambil mengangguk ke arahnya.

“Semua yang diutarakan mereka itu benar, jika melawan pun percuma, mereka lebih hebat dari kita, jadi Hilman merasa setuju saja, Paman!” Jawab Hilman merasa keresahannya mulai muncul pada dirinya itu.

Tapi dari sudut yang lain, Paman Hartono hanya menggelengkan kepalanya, pikirannya tak sanggup untuk membayangkan, tapi perasaan hatinya tetap tak ingin Mereka menderita, terlebih lagi untuk tetap menjaga Hilman dari kekejaman Harun itu.

"Maksud dari rencana Kita ini, tak lain bersembunyi dan melindungi Hilman dari tangan Harun, karena Hilman adalah sasaran utamanya, Mengerti kalian?" Tanya Paman Hartono pada mereka dengan tegas.

Kemudian dengan Kompaknya itu, mereka pun langsung menjawab pertanyaan dari Paman Hartono itu.

"Kami mengerti, Paman!" Jawab Mereka semua pada Paman Hartono itu dengan mengangguk kepadanya.,

Mendengar itu semua Paman Hartono seolah terdiam, pandangan hampa terlihat dari sorot matanya itu, dengan menahan gelisah dan ketakutan untuk melindungi diri Mereka itu, lantas dia pun segera angkat bicara lagi pada mereka semua.

"Kalau melihat mereka seolah tahu persembunyian Kita ini segera menjauh melewati jalan rahasia ke bawah, nanti bisa ke tepi sungai kecil itu, tetap awasi mereka jangan lengah, tapi jangan takut Paman selalu ada diantara kalian!” Ucap Paman Hartono pada Mereka itu dengan menjelaskan kepadanya.

Terlihat Semuanya mengerti akan perintah dan rencana Paman Hartono itu.

“Baik! Kami akan mengikuti perintah Paman, Kami tidak mau tertangkap oleh Orang- Orangnya Si Begundal Harun itu, Paman!” Jawab Hilman dengan sorotnya yang tajam penuh dendamnya itu.

Melihat Hilman menjawab dengan rasa  dendam di hatinya itu, di dalam benak Paman Hartono merasa bersedih karenanya, dia menjadi Seorang yang malang, dan dia pun tidak tahu akan jati diri sebenarnya.

Dan akhirnya mereka pun diam dengan sejuta tanya dan kekhawatiran dalam diri mereka, mata memandang dengan tidak berkedip mengawasi situasi di Villa kecil yang hangus itu, ditakutkan mereka tiba di bukit Larangan dengan lebih cepat dari apa yang Mereka duga.

*********

Wanto dan Anak buahnya mulai bergerak.

Pasukan Wanto yang berjumlah empat Orang, ditambah Wanto jadi berjumlah semua lima Orang sedang menuju bukit Larangan itu dan hendak pergi ke Villa kecil yang hangus terbakar.

"Tuan!..Tuan Wanto! Maaf Tunggu sebentar! Jangan dilanjutkan dulu perjalanan kita ini, Tuan! Kita Istirahat sebentar perutku sedikit lapar!" Ucap salah seorang Anak buahnya itu mengeluh pada Wanto dengan berlari- lari untuk mengejarnya.

Mendengar salah seorang Anak buahnya berkata seperti itu karena lapar, sontak Wanto menghentikan langkahnya sambil berpaling ke arah Anak buahnya itu, dan tidak begitu lama akhirnya Wanto pun menjawabnya.

"Itu Ide yang bagus. Kita saking sibuknya mencari Hilman, sehingga melupakan perut ini yang belum terisi. Sekarang  juga Ayo Kita Istirahat dulu sejenak untuk melepaskan lelah dan mengisi perut Kita ini!” Jawab Wanto pada Anak buahnya itu sambil menunjuk tempat di sebelah pohon rindang yang kokoh itu.

Kemudian dengan merasa senang, segera Anak buahnya itu menjawab padanya dengan perasaan gembira.

“Siap! Itu yang Kami harapkan, Tuan!” Jawab Anak buahnya itu pada Wanto dengan senangnya sambil menurunkan tas ranselnya itu.

Akhirnya Wanto dan Anak buahnya itu pun beristirahat sejenak untuk melepas lelah sehabis berjalan jauh.

Wanto segera bicara pada Mereka, di sela Istirahatnya itu, dan tampak Anak buahnya itu mendengarkan dengan seksama, Kemudian Dia pun menceritakan kisah tentang Harun dengan dirinya itu.

Tiba- tiba terdengar dari salah satu Anak buahnya itu bertanya kepadanya karena merasa penasaran.

“Kenapa Tuan seolah mengalah pada Harun?” Tanya salah seorang dari Anak buahnya itu penasaran.

Wanto menatap Mereka satu persatu dengan pandangan yang seakan merasa kasihan pada Anak buahnya itu, lantas Wanto pun menjawabnya.

“Dulu setelah menjadi pegawai di perusahaan Big Boss Ambarita, Kerjaku persis seperti kalian semua ini, menjadi Anak buah Big Boss Ambarita kemanapun dan Ada masalah apapun Dia selalu menyuruhku, singkat cerita setelah Mirna menikah dengan Harun, Dia menyuruhku untuk menjadi kaki tangannya Harun, Karena Aku merasa hutang jasa yang banyak padanya, Aku menerimanya sampai sekarang. Jadi Aku tidak berani pada Harun karena melihat Sosok Big Boss Ambarita itu!” Jawab Wanto pada Mereka menjelaskannya.

Dan tiba- tiba terlihat salah seorang dari Anak buahnya lagi datang dengan tergesa- gesa menghampiri Wanto.

"Ada apa lagi ini? Kok kelihatannya bingung?" Tanya Wanto pada Anak buahnya itu dengan rasa penasarannya.

Mendengar tanya dari Wanto, rasa ingin tahu Anak buahnya itu seolah timbul dalam benaknya, lantas Dia pun segera menjawab padanya.

“Ada dua Orang sedang berjalan menuruni bukit ini, dan terlihat dari jalan yang di tapaki oleh mereka itu tidak salah lagi, mungkin mereka kembali dari Villa kecil yang hangus terbakar itu, Tuan!” Jawab Anak buahnya itu dengan menjelaskan padanya.

Wanto seolah terpaku mendengar jawaban dari Anak buahnya itu. Lantas bertanya lagi padanya itu.

“Apa? Dari Villa kecil itu katamu?” Tanya Wanto lagi merasa terperanjat kaget karenanya.

Anak buahnya itu mengangguk pada Wanto seakan dugaannya itu benar adanya.

“Tidak ada tujuan lagi jalan setapak itu, selain jalan menuju ke Villa kecil itu, Tuan!” Jawab Anak buahnya itu pada Wanto dengan menjelaskan padanya.

Dan yang membuat Wanto merasa bingung dan penasaran lagi yaitu tentang Kedua Orang yang berjalan turun dari Villa kecil itu, seolah menambah beban pikiran pada dirinya.

Sambil bergegas pergi untuk melihatnya, Wanto pun menyuruh Anak buahnya itu untuk mengawasi dan bertanya kepada mereka berdua yang membuat dirinya penasaran itu.

"Coba kalian tanya, untuk mencari tahu tentang maksud dan tujuan Mereka pergi kesana itu, Cepat!" Ucap Wanto pada Anak buahnya dengan menugaskan padanya.

Serentak Mereka menjawab pada Wanto, dengan sigap dan cepatnya itu.

"Baik, Kami akan segera laksanakan!" Jawab Mereka pada Wantosambil bergegas pergi untuk bersiasat.

Wanto terus mengawasi mereka, sambil dalam pikirannya sedang mengingat- ingat kepada kedua Orang itu,  siapa tahu dia mengenal kedua Orang tersebut.

Terlihat Kedua Orang itu berjalan sambil  berbincang, tiba- tiba dari semak- semak seorang Anak buahnya Wanto segera menghadang sambil berpura- pura bertanya pada Mereka berdua itu,

"Maaf! Kami mengganggu perjalanan kalian berdua, sebentar untuk bertanya?” Tanya salah seorang dari Anak buah Wanto itu seolah - olah penasaran ingin tahu kepadanya.

Mereka pun saling pandang berdua merasa kaget, sejenak diam tidak bicara, mungkin pikirannya sedang mengkaji siapa Orang yang bertanya itu.

“Mau bertanya apa, Kisanak?” Tanya salah satu dari mereka itu merasa penasaran padanya.

Dengan bersandiwara untuk mengatakannya, dia pun tersenyum pada Mereka berdua, dan Akhirnya dia pun menjawabnya.

"Apakah Kalian berdua dari puncak bukit Larangan itu?” Tanya Anak buahnya Wanto itu seolah ingin tahu pada Mereka.

Dengan merasa bingung atas pertanyaan pada Mereka berdua itu, lantas dia pun menjawabnya lagi kepadanya.

"Iya, Memang Kenapa?" Tanya salah satu dari mereka itu seakan mencurigainya itu.

Dengan merasa tersinggung padanya, lantas  dia pun menjawabnya.

"Kami memang hendak ke puncak itu, sekalian ingin melihat Villa kecil nan elok itu, Kami sangat penasaran ingin melihat dari dekat, tidak dari ucapan Orang. Apakah masih jauh letak Villa kecil itu?" Tanya Anak buahnya Wanto itu dengan hebatnya bersandiwara.

Dengan menggeleng- gelengkan kepala kepadanya, dengan segera dia pun menjawab lagi.

“Gak begitu jauh dari sini, paling lima ratus hingga enam ratus Meter dari tempat ini, tadi pun Kami dari sana!” Jawab Mereka berdua sambil bergegas untuk melanjutkan perjalanannya itu.

Kemudian dengan bergaya seolah- olah bingung, lantas Anak buah Wanto itu segera menjawab lagi.

“Oh, sudah dekat, Ya!” Jawabnya pada keduanya itu sambil manggut- manggut seakan mengerti.

Kemudian dengan terburu- buru, Kedua Orang itu bicara untuk segera melanjutkan perjalanan Mereka.

“Maaf! Kami harus segera pergi, karena sudah ditunggu!” Ucap salah satu dari Mereka itu sambil bersalaman diikuti oleh temannya.

Mendengar kemauan dari Mereka berdua itu untuk pergi, lantas Anak buahnya Wanto pun langsung mempersilahkannya .

“Silahkan! Terima Kasih untuk Informasinya!” Jawab Anak buahnya Wanto itu dengan tersenyum pada Keduanya.

Di perjalanan ternyata mereka berdua itu sudah merasa curiga pada Anak buahnya Wanto itu, tapi mereka berhati- hati agar identitasnya itu tidak terbongkar.

1
Ramadhan Lukman Hady
Cihuyyy🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!