"Aku tidak mau menikah dengannya, Bu!"
Ibram tidak mampu menolak keinginan ibunya untuk menikahi gadis pilihannya. Padahal Ibram sudah punya gadis impian yang ia dambakan. Ibu menolak alasannya, terpaksa Ibram menerima pernikahan itu meskipun sang istri berusaha mencintainya namun hatinya masih enggan terbuka.
Bagaimana kelanjutannya? Tetap ikutin cerita baru Mami AL. Jangan lupa like, poin, komentar dan vote. Mohon untuk memberikan komentar yang bijak.
Selamat membaca 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 - Nadira Berdebat Dengan Robi
Nadira menginap semalam di hotel, ia malas pulang ke rumahnya karena ibunya selalu memaksanya menikah dengan Marcell mantan kekasihnya yang selalu menyakiti fisik dan hatinya.
Selepas sarapan, Nadira kembali ke kamar mengganti pakaiannya. Dari pulang syuting tak sempat mandi, mencari tempat menginap ia sampai mengelilingi kota dalam waktu lama. Ia tidak ingin ibu dan Marcell menemuinya.
Sudah segar, Nadira memilih menggunakan ojek online ke tempat kafe yang biasanya ia datangi. Menikmati secangkir kopi dan memperhatikan orang-orang dari balik kacamata hitamnya.
Tanpa Nadira duga, ia bertemu Robi teman sepupunya yang sejak lama disukainya. Meskipun begitu pria itu tak pernah meliriknya padahal dirinya sangat cantik, cukup kaya dan sedikit pintar.
Nadira berdiri dan menghampiri Robi yang sibuk dengan laptopnya, menarik kursi duduk dihadapannya.
Robi mendongakkan wajahnya. "Astaghfirullah!"
Nadira mengernyitkan dahinya mendengar Robi beristighfar.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Robi melihat Nadira menggunakan baju tanpa lengan, rambut dicepol, memakai kacamata hitam dan celana selutut.
"Mau minum kopi," jawab Nadira.
"Maksud aku, kenapa pagi-pagi kamu di sini? Apa tidak ada kerja begitu?" tanya Robi menjelaskan secara detail.
Nadira menggelengkan kepalanya.
"Mana manajer, pengawal dan asistenmu?" Robi celingak-celinguk ke kanan dan kiri.
"Aku kabur dari mereka," ucap Nadira.
"Hah? Kenapa?"
"Sebenarnya mereka tidak salah? Hanya saja nanti mereka akan memberitahu ibuku di mana aku berada."
"Lebih baik kamu pulang sana, temui ibumu dan minta maaf. Terima saja perjodohan itu!" Robi memberikan usulan.
Mendengarnya Nadira mengeraskan rahangnya, ia berusaha menahan kesabarannya.
"Mungkin setelah kamu menikah, pasti dia berubah!" nasihat Robi.
Nadira tak senang lantas menggebrak meja membuat Robi dan pengunjung yang lain terkejut.
"Hei, kenapa kamu marah?" Robi berusaha tenang dan bertanya dengan lembut.
"Apa Kak Robi tidak tahu bagaimana Marcell, hah?" tanya Nadira dengan nada tinggi.
Robi menggelengkan kepalanya pelan. Dia sebenarnya sudah mengetahuinya cuma pura-pura masa bodoh. Dia tak terlalu memperdulikan nasib gadis dihadapannya.
"Percuma aku menemui Kak Robi tak ada solusinya!" sergah Nadira.
"Aku bukan tempat curhat, Dira. Kamu salah orang!" ucap Robi.
Nadira mendorong kursi ke belakang dengan kasar dan memilih pergi.
"Dia kenapa, sih? Aneh banget. Dia punya masalah, mengapa aku yang dimarahi?" gumam Robi menggaruk pelipisnya.
Nadira sengaja berjalan kaki, ia tak peduli dengan orang-orang yang memandangnya. Ia akan menuju hotel tempatnya menginap.
Pertengahan jalan, Nadira membelokkan langkahnya ke taman kota tepat dirinya melintas. Duduk menatap ke depan, memikirkan cara agar dapat memberikan alasan kepada ibunya bahwa ia sudah punya calon suami yang lebih baik daripada mantan kekasihnya.
Malik yang diharapkannya dapat membantunya malah menolak tawarannya. Nadira jadi berpikir apa kurang dirinya. Kenapa para pria baik menjauhinya. "Apa aku begitu buruk?" gumamnya.
Hampir 20 menit di taman, ia beranjak dan mencari penjual makanan. Akhirnya dia menemukan pedagang siomay keliling. Ia pun membelinya, duduk bersama para pembeli lainnya.
"Mba Nadira, ya?" tanya seorang gadis belia.
"Bukan," jawab Nadira melambaikan tangannya. "Hanya mirip," tambahnya.
Gadis itu mengangguk paham, berlalu setelah mendapatkan pesanannya.
Nadira bernapas lega, ia tak perlu kejar-kejaran dengan penggemarnya.
Setelah kenyang, Nadira membayar makanannya lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Meskipun lelah, ia tetap semangat sampai hotel.
Tanpa melihat ke kanan dan kirinya, tiba-tiba sebuah mobil membunyikan klakson cukup panjang membuatnya terlonjak kaget.
Mobil itu lantas berhenti yang jaraknya hanya 30 centimeter saja. Jantung Nadira serasa mau copot, ia segera mengelus dadanya agar tenang.
Pengendara mobil keluar, "Dira, kamu mau mati!" bentaknya.
Nadira mengangkat wajahnya, "Kak Robi!" lirihnya.
"Apa yang kamu lakukan di tengah jalan, hah?" tanya Robi kesal.
"Aku hanya mau menyebrang, Kak Robi saja yang tidak bisa hati-hati," jawab Nadira.
"Apa kamu bilang aku tidak hati-hati?" hardik Robi. "Kamu kalau ada masalah, jangan libatkan orang lain. Urus sendiri!" kesalnya.
"Maaf!" lirih Nadira dengan mata berkaca-kaca.
Robi sm Anissa
biar sm² bs memperbaiki diri