Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAATNYA BERISTIRAHAT
Pranggg
Cangkir kopi yang dipegang oleh Marco tiba tiba saja terselip hingga akhirnya terjatuh ke atas meja hingga tumpah dan mengenai beberapa berkas kerja miliknya.
“Tuan, anda baik baik saja?” tanya sekretaris Marco yang bernama Arnetta. Ia baru saja mengantarkan kopi, keluar lalu kembali lagi ke dalam untuk memberikan beberapa berkas acara persidangan yang harus diperiksa kembali oleh Marco.
Namun ia melihat kini telah terjadi kekacauan di atas meja kerja atasannya itu.
“Net, maaf aku menumpahkan kopi yang kamu buat. Bisa bantu aku untuk membersihkannya?” tanya Marco.
“Tentu saja, Tuan,” Arnetta dengan sigap langsung keluar untuk mengambil tissue untuk membersihkan meja tersebut. Arnetta kembali masuk dengan sebuah kotak tissue dan juga sebuah plastik yang akan menampung sampah tissue nantinya.
“Sebaiknya anda pindah ke sofa saja dulu, Tuan,” ucap Arnetta. Tak mungkin jika Mario mau tetap bekerja di atas meja itu sementara ia membersihkannya.
Marco menganggukkan kepalanya, “terima kasih, Net.”
Marco pun akhirnya kembali melanjutkan pekerjaannya sementara Arnetta membersihkan meja yang terkena tumpahan kopi. Bagi Arnetta, Marco adalah atasan yang baik. Ia tak akan memarahi bawahannya, kecuali jika mereka memang berbuat salah. Hal itu juga akan ia lakukan di dalam ruangan tertutup sehingga tak akan ada pegawai lain yang mengetahuinya. Bahkan jika ia memerlukan pertolongan, ia tak akan segan segan meminta tolong, seperti saat ini.
“Sudah, Tuan,” ujar Arnetta.
“Terima kasih, Net,” ucap Marco.
Arnetta menganggukkan kepalanya, kemudian mengambil beberapa berkas yang telah selesai di tanda tangani oleh Marco, yang akan ia serahkan ke divisi terkait.
“Tuan, apa anda mau dibuatkan kopi lagi?” tanya Arnetta.
“Tidak perlu. Sepertinya aku akan pulang cepat hari ini. Kamu atur ulang semua jadwalku, katakan pada mereka aku minta maaf karena tak bisa memenuhinya hari ini.”
“Baik, Tuan.”
Marco merasa hatinya gelisah dan pikirannya kacau. Ia yakin ia tak bisa fokus jika meeting tetap dilaksanakan hari ini. Pikirannya saat ini terus saja tertuju pada Mirelle. Adik perempuannya itu sudah satu minggu ini tak bisa dihubungi dan hal itu membuatnya gelisah. Selain itu, ia juga tak bisa menghubungi Rafael karena sistem komunikasi yang sepertinya sedang tidak baik.
Sementara itu Rafael yang telah selesai mengobati para pemberontak yang terluka, mulai kembali menyusuri camp untuk mencari keberadaan Mirelle.
“Apa kamu melihat tentara yang meledakkan tempat itu?” tanya Rafael.
“Sepertinya ia tak akan selamat. Ledakan itu sangat besar, bahkan camp tersebut terbakar hingga hancur. Ia sungguh berjasa dan aku yakin ia akan mendapatkan penghargaan,” ucap salah seorang perawat yang ditanya oleh Rafael.
“Raf!!!” panggil Alma yang melihat Rafael yang terlihat sibuk tapi dengan wajah yang gelisah.
Rafael berdecak kesal karena melihat keberadaan Alma lagi di dekatnya.
“Aku sedang sibuk, Al. Jangan menggangguku,” ujar Rafael.
“Aku hanya ingin memberitahukan padamu bahwa seluruh paramedis diharapkan segera berkumpul karena kita akan segera dikirim kembali. Pemberontakan telah selesai, Raf dan kita bebas!” teriak Alma senang.
Namun berbeda dengan wajah Rafael yang masih saja tegang. Matanya menangkap dua sosok berpakaian hitam hitam. Ia mengenal dan pernah melihat salah satunya. Ua pun langsung berlari mendekat dan meninggalkan Alma begitu saja.
“Permisi!” teriak Rafael.
Xena dan Snake yang akan berangkat kembali mencari Mirelle, menoleh ke belakang.
“Ada yang bisa kami bantu, Dok?” tanya Snake.
“Apa kalian melihat Mirelle?” tanya Rafael.
“Mirelle?”
“Ya. Kalian pasukan khusus kan? Pakaian yang kalian kenakan sama dengan yang dipakai oleh Mirelle. Bisakah kalian katakan padaku di mana Mirelle?”
Snake menghela nafasnya, “Maaf, Dok. Tapi kami tak akan memberitahukan apapun pada anda.”
Rafael yang sedang kacau dan gelisah, langsung saja menarik T-shirt hitam yang digunakan oleh Snake dibalik rompi anti pelurunya.
“Cepat katakan padaku!” teriak Rafael.
“Maaf, Dokter Rafael. Kami memang dilarang untuk mengatakan informasi apapun, selain pada rekan kerja kami. Jika anda ingin mendapatkan informasi, sebaiknya anda langsung menuju ke tenda khusus di sana. Kami permisi,” ucap Xena yang kemudian mengajak Snake pergi dari sana.
*****
Snake dan Xena kembali ke tempat terakhir di mana mereka melihat keberadaan Mirelle sebelum mereka berpisah. Mereka sudah menyimpan senjata dan alat ledak mereka di tempat aman dan kini pergi hanya dengan berbekal senjata yang tak banyak. Para pemberontak sudah ditangkap dan tak akan banyak ancaman untuk mereka.
“Kita harus cepat, Snake,” ucap Xena.
“Hmm … kita ke sebelah sana,” ucap Snake.
Keduanya melangkah dengan pelan dan tetap hati hati. Mereka harus tetap waspada karena tak ada yang tahu apa yang mereka hadapi di depan mereka. Hari pun semakin gelap, oleh karena itulah mereka menggunakan kacamata infra red yang akan membantu mereka melihat lebih jelas di dalam gelap.
“Di mana kamu sebenarnya, Elle?” gumam Xena. Ia masih tak terima dengan apa yang dilakukan oleh Mirelle. Dan kini semakin tak terima karena keberadaan adiknya itu belum bisa ia temukan.
Sebelum mereka kembali ke camp para pemberontak itu, mereka sudah menyusuri setiap tenda yang ada di camp mereka sendiri. Siapa tahu Mirelle sudah kembali dan sedang mendapatkan pengobatan. Namun nyatanya tidak, hal itu membuat Xena segera pergi menyusuri hutan di sekitar camp para pemberontak.
“Kita harus periksa semua tempat, rasanya tak mungkin Elle menghilang begitu saja,” ujar Snake yang merasa sedikit aneh.
“Ya, kita periksa semua tenda di sana. Meskipun sudah terbakar, tapi tak boleh kita lewatkan sama sekali. Aku hanya takut Mirelle tak sadarkan diri,” ujar Snake.
Keduanya pun mulai mencari keberadaan Mirelle di sana tapi tetap tak menemukannya. Sementara itu di sebuah pohon besar yang berada di dalam hutan, berlawanan arah dengan camp para pemberontak, tampak sosok seseorang yang tengah memejamkan matanya.
“Arghhh,” Mirelle meringis ketika sebelah kakinya terasa kaku dan kini sudah tak bisa digerakkan.
Setelah ledakan besar terakhir yang ia lemparkan, tubuhnya langsung terpental. Sebelah kakinya menghantam pohon dengan begitu kencang hingga ia merasa sulit untuk menggerakkannya saat ini.
Mirelle sangat yakin kalau tulang kakinya patah dan sangat sakit sekali ketika ia mencoba menggerakkannya. Selain itu bagian kepalanya juga terkena pecahan batu hingga membuatnya terluka dan berdarah.
“Ini semua sudah selesai, Elle. Kamu berhasil. Sekarang saatnya beristirahat,” Mirelle menghela nafasnya pelan, kemudian meringis pelan sebelum akhirnya ia memejamkan matanya.
🧡🧡🧡