Andre Untuk Bella

22.

Andre memutar posisi duduk nya, kini ia leluasa menatap wajah Bella.

“Oh benarkah, mungkinkah jariku tak sengaja menyentuh tanda blokir,”  Jawab Bella seenaknya, kemudian ia mengeluarkan ponselnya dan mengembalikan pengaturannya seperti semula, “sudah puas?” 

pernyataan ‘sudah puas’ ternyata cukup menantang bagi Andre, tiba tiba ia merasakan sebuah dorongan dari dalam tubuhnya.

Cup

Kecupan singkat lagi lagi Andre berikan, entahlah, melihat Bella yang sejak tadi berbicara ketus membuatnya gemas dan ingin kembali mengulang ciuman singkat yang semalam ia lakukan. 

Bella terdiam membeku, lagi lagi ia dibuat terkejut dengan ulah suaminya, jujur saja selama bertahun tahun ia mengenal Andre, ini pertama kalinya Andre bersikap demikian terhadapnya, dan Bella tak terbiasa, ia justru masih merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Andre.

Andre memberanikan diri mengusap bibir istrinya, “cerewet sekali, telingaku sungguh gatal mendengar ocehanmu, apa salahnya jika kamu merubah setelan ponselmu, agar aku bisa menghubungimu kapanpun dan dimanapun,” Andre berbisik, tangannya terus menerus menelisik bibir Bella, ia seakan menikmati wajah Bella yang kini tampak menegang akibat ulahnya beberapa saat yang lalu.

“Singkirkan tanganmu,” pinta Bella tanpa mengalihkan tatapannya ke arah jalan di hadapan mereka. “dan jangan berani kurang ajar padaku,” 

“Kurang ajar? hahahaha … sebaiknya gunakan kalimat itu untuk pria hidung belang yang menggodamu,”

“Dan kamu juga adalah …” Kalimat Bella terputus.

“Suamimu,” Andre melanjutkan kalimat Bella, “jangan sekali kali gunakan kalimat itu lagi, karena aku tak pernah bersikap kurang ajar pada istri orang, aku hanya berbuat seperti ini pada istriku sendiri,” Andre kembali menyatukan bibir mereka, kali ini bukan ciuman singkat, tapi ciuman lembut yang bahkan membuat dirinya sendiri merasakan panas membakar di sekujur tubuhnya, Bella berusaha melepaskan diri, namun sia sia usahanya, karena Andre menahan pangkal lehernya, akhirnya ia hanya mampu mencengkram kedua lengan Andre, dan membiarkan pria itu menciumnya sesuka hati, ingin marah rasanya, tapi ia tak berdaya oleh fakta bahwa pria yang sedang menikmati bibirnya kini adalah suaminya sendiri, suka atau tidak ia harus menerima, walau perasaannya tak lagi sama.

Ciuman itu terpaksa berakhir karena Bella mulai memukul lengannya, “kamu mau membuatku mati karena kehabisan oksigen?” ujar Bella sambil mengusap kasar bibirnya yang kini memerah akibat ulah suaminya beberapa saat yang lalu.

“Maaf, tapi mulai sekarang kamu harus terbiasa,” 

Bisik Andre manakala ia membantu Bella melepas seat belt nya, dengan wajah cemberut Bella kembali mengemasi tas kerjanya.

“Nanti malam kita lanjutkan lagi.” 

Bella kembali melotot tajam ke arah suaminya, mengetahui lawan bicaranya mulai panik, Andre semakin bersemangat.

“Atau malam ini, kamu ingin menginap di presidential suite bersamaku?” tawarnya.

#(deuh … Anak sultan mah bebas, apalagi pemilik hotel, mau nginep di presidential suite tinggal ngomong aja, 24 jam, gretong) 

“Aku pergi dulu,” pamit Bella, ia tak ingin terlalu terbawa suasana, yang nantinya akan merusak kewarasannya.

“Maaf kan aku Bell, tapi aku akan berusaha bagaimanapun caranya, agar kamu kembali mencintaiku, aku pun akan berusaha mencintaimu, maaf karena dulu aku selalu mengabaikan keberadaanmu.” gumam Andre usai Bella menutup pintu mobil.

Andre memastikan istrinya benar benar masuk Jewelry Star, Setelah bayangan Bella menghilang, barulah Andre menjalankan mobilnya menuju Twenty Five Hotel, melanjutkan kembali perbincangan bisnisnya dengan Bima.

Senyumannya terus mengembang sepanjang perjalanan, ini benar benar sesuatu yang baru baginya, hahaha tak pernah sekalipun terlintas di benaknya, bahwa ia dan Bella akan menikah, dan ternyata berciuman dengan Bella sensasinya sungguh berbeda, kini ia semakin bersemangat meluluhkan hati gadis yang sudah resmi menjadi istrinya, karena ia yakin daddy Alex sudah melegalkan pernikahannya, kemudian menyimpan semua dokumennya dalam lemari arsip miliknya, Andre sangat bersyukur daddy Alex melakukan hal itu, karena ini akan membuat Bella semakin tak bisa melepaskan diri dari pernikahan mereka. 

Sementara Bella yang kini sedang berjalan menuju meja kerjanya, masih nampak seperti orang ling lung, namun sedetik kemudian bibirnya kembali memaki pria yang lagi lagi menciumnya tanpa permisi, bahkan ia masih menutup bibir nya menggunakan telapak tangan.

Beberapa rekan kerjanya nampak keheranan melihat kedatangannya, selepas berita gagalnya pernikahan Bella dengan Jo, mereka pikir Bella akan menghabiskan hari liburnya di rumah, tapi Bella justru datang dan kembali bekerja seperti tak pernah terjadi apa apa.

Tiba tiba sebuah pelukan menyadarkannya, "Bell … kenapa kamu sudah kembali bekerja?" Emily salah seorang rekan kerjanya menyapa.

Bella menatap Emily dengan pandangan sayu, sebenarnya Bella pun tak bersemangat bekerja, tapi daripada ia harus menghadapi suami dadakannya yang beberapa hari ini membuatnya kehilangan kewarasan, datang ke tempat kerja adalah pilihan paling tepat.

"Entah, aku bingung, tak ada yang bisa ku kerjakan di rumah, jadi aku datang kemari hari ini." 

"Jangan terlalu rajin, manfaatkan hari liburmu, setidaknya kamu punya banyak waktu untuk menangisi kepergian Jo." Saran Emily pada Bella, jika sekedar memanfaatkan waktu liburan, tak masalah bagi Bella, tapi menangisi kepergian Jo, mungkin akan membuatnya bermasalah, karena suami nya pasti akan berulah, jika melihat Bella kembali menangis.

Bella menyugar rambut yang menutupi kedua matanya, tanpa sengaja Emily melihat Bella jari tangan Bella, tersemat cincin pernikahan, padahal setahu Emily, pernikahan Bella tidak terjadi karena Jo meninggal tepat sebelum acara pernikahan dimulai.

"Kamu memakai cincin ini?" Pekik Emily terkejut.

Acara pernikahan Bella dan Jo, memang diadakan secara private, Hanya keluarga dan teman dekat Jo dan Bella yang hadir, tentu saja itu permintaan Mauren, yang sampai detik terakhir, belum memberikan restunya untuk Bella dan Jo, jadi ketika Berita meninggalnya Jo tersebar, tak banyak yang tahu jika Bella tetap melangsungkan pernikahan dengan mempelai pria berbeda.

Bella menatap cincin tersebut, cincin yang ia desain sendiri, dua bulan sebelum hari pernikahan, kini cincin itu tersemat di jari nya, siapa sangka cincin itu tetap berada di sana, sementara Jo sudah tak ada lagi di dunia ini.

"Iya, aku sudah menikah." 

Emily mendelik kaget, ia membekap mulutnya, "jadi sebelum Jo meninggal, kamu sudah menikah dengannya?" 

"Bukan, aku menikah dengan pria lain, pria yang sama sekali tak pernah kubayangkan akan menikahiku." Ujar Bella sendu.

Berbanding terbalik dengan Bella, Emily justru berteriak bahagia, bahkan tanpa segan ia memeluk dan mencium Bella. "Selamat … kenapa kamu tidak bilang kalau kamu tetap melangsungkan pernikahan?" 

"Apa ini layak disebut berita bahagia? aku tetap menikah sementara mempelai pria yang seharusnya menikahiku meninggal, bukankah ini seperti aku menabur garam diatas luka?" Dengan ekspresi sendu Bella memuntahkan isi hatinya. "Aku pasti terlihat seperti wanita jahat."