Rubia adalah putri seorang baron. Karena wajahnya yang cantik dia dipersunting oleh seorang Count. Ia pikir kehidupan pernikahannya akan indah layaknya novel rofan yang ia sering baca. Namun cerita hanyalah fiksi belaka yang tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Rubia yang menjalani pernikahan yang indah hanya diawal. Menginjak dua tahun pernikahannya suaminya kerap membawa wanita lain ke rumah yang ternyata adalah sahabatnya sendiri.
Pada puncaknya yakni ketika 3 tahun pernikahan, secara mengejutkan suami dan selingkuhannya membunuhnya.
" Matilah, itu memang tugasmu untuk mati. Bukankah kau mencintaiku?" Perion
" Fufufufu, akhirnya aku bisa menjadi countess. Dadah Rubi, sahabatku yang baik." Daphne
Sraaak
Hosh hosh hosh
" A-aku, aku masih hidup?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reyarui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembalasan 27
Seminggu berlalu, kehidupan Rubia benar-benar tenang dan menyenangkan. Setelah batu sihir hitam ditemukan, Theodore menjadi sedikit lebih sibuk. Selain mengawasi tentang penggalian batu sihir, pria itu juga sibuk dengan rekontruksi bendungan.
Theodore mulai memercayai setiap ucapan Rubia. Terbukti dari penemuan batu sihir yang memiliki kualitas tinggi. Duchy Adentine benar-benar akan jadi wilayah yang kaya bahkan kekayaannya bisa melebihi keluarga kekaisaran.
Akan tetapi Theodore tidak akan melakukan itu untuk sekarang. Dia akan menyimpannya lebih dulu dan menggunakan sendiri sebagai senjata dalam pertempuran pembasmian monster yang akan dilakukan kurang lebih dua bulan kedepan. Jika mereka kembali dengan selamat, dia akan mulai melakukan bisnis tersebut. Ia ingin membuat keluarga kekaisaran tak lagi memandang rendah dan mempermainkan orang-orang dati Adentine.
Namun meskipun sibuk, Theodore tetap menyempatkan menemui Rubia. tentu saja dengan menggunakan sihir teleportasi milik Regulus. Seperti saat ini, pria itu tengah duduk rvdi balkon kamar Rubia. Dia melihat cahaya lilin di kamar Rubia masih menyala, sehingga ia yakin bahwa wanita itu masih belum tidur.
Tok tok tok
Theodore mengetuk pintu jendela yang terbuka. Rubia memang sengaja membuka pintu jendela agar angin bisa masuk ke dalam kamarnya. Meskipun dingin, Rubia menyukai angin malam karena rasanya menyegarkan.
" Yang Mulia?" Rubia bangkit dari tempat duduknya dan hendak memberi salam. Tapi Theodore mengangkat tangannya sebagai kode bahwa Rubia tidak perlu melakukan itu.
" Duduk saja, aku yang bersikap tidak sopan karena datang ke kamar Lady malam-malam begini. Sebenarnya apa yang kau kerjakan hingga malam begini belum tidur juga."
" Ah bukan apa-apa Yang Mulia, saya hanya membantu ayah merapikan beberapa laporan milik Ayah. Dan kebetulan saya juga sedang sulit tidur."
Theodore hanya memiringkan kepala. Dia tidak pernah tahu kalau Rubia benar-benar pekerja keras. Ia lalu mengambil beberapa lembar kertas dan membacanya.
" Oh ini surat dari istana, tentang keputusan bercerai mu?" Rupanya yang Theodore ambil adalah sejenis surat cerai. Dimana dalam surat itu menjadi salah satu bukti bahwa Perion dan Rubia sudah bercerai yang dicap oleh cap kaisar.
" Iya betul Yang Mulia," jawab Rubia penuh dengan senyuman. Dalam senyuman itu terdapat kelegaan yang luar biasa. Theodore bisa melihat Rubia seperti seseorang yang terlepas dari sebuah belenggu.
" Theo, panggil aku Theo?"
" Ya? Maaf, bagaimana bisa saya memanggil Yang Mulia Duke dengan nama yang begitu akrab begitu. Itu sungguh menyalahi etika, Yang Mulia."
Tap
Theodore meletakkan dua tangannya di atas meja, wajahnya tepat di depan wajah Rubia. Tubuh Theodore yang tinggi dan kokoh itu sedikit condong ke depan, membuat Rubia seakan terkungkung.
" Kita akan menikah, dan saat ini posisi mu bisa dibilang adalah tunangan Duke. Aku ingin kamu memanggil ku demikian agar menegaskan ke pada orang-orang bawa kita memang bersama. Panggil aku Theo dan aku akan memanggilmu Rubi. Aku suka dengan nama itu, jadi adil kan? Ah iya meskipun pernikahan kita itu atas dasar kesepakatan, namum selain kita berdua tidak ada yang tahu bukan? Karena di depan khayalak ramai kita harus benar-benar bersikap layaknya suami istri yang saling mencintai."
" Tapi Yang Mulia, sa~"
" Theo."
Rubia terdiam sejenak ketika Theodrore bersikeras meminta memanggil hanya dengan nama panggilannya saja. Rasanya itu sungguh berat. Dia hanya putri seorang baron. Kedudukan bangsawannya amat sangat jauh dibawah Theodrore. Rasanya itu sungguh sulit.
Namun wajah Theodore yang begitu yakin dan ingin dipanggil demikian membuat hati Rubia melemah.
Nama panggilan seorang bangsawan itu sungguh tidak bisa diucapkan oleh sembarangan orang. Biasanya nama panggilan itu hanya diucapkan oleh orang tua, orang terdekat, dan juga kekasih atau pasangan suami istri.
" Baiklah Yang maksus saya T-Theo."
" Bagus, kamu memang wanita yang cerdas. Nah kalau begitu aku harus kembali dulu. Tunggu aku satu minggu lagi untuk menjemputu mu."
Wussss
Theodore pergi begitu saja, meninggalkan degupan di dada Rubia. Pasalnya sebelum menghilang tadi, Theodore yang memuji Rubia itu sambil mengusap kepalanya. Selama menikah dengan Perion, jangan kan perlakuan lembut seperti, dipuji atas kerja kerasnya selama ini pun tidak perna sama sekali.
Hati Rubia mecelos, ada rasa sakit di sana. Kehidupan lalu yang pernah ia alami begitu menyedihkan. Kehidupan yang ia jalani dengan penuh kerja keras untuk sang suami berakhir dengan kematian yang menyakitkan.
Tubuh Rubia bergidik ngeri saat mengingat akan hal itu. Dia benar-benar merinding ketika mengingat bagaimana kematiannya.
" Tidak, aku tidak boleh lagi terpaku dengan kehidupanku yang dulu. Saat ini adalah masa depan yang sudah berhasil aku ubah, akhirnya aku bisa bercerai dari pria sialan itu, aku juga terlepas dari Daphne si jalangg gila yang ingin menghancurkan sahabatnya sendiri. Jadi aku yakin bahwa kedepannya aku juga bisa melakukan banyak hal lagi, meskipun aku hanya punya ingatan 2 tahun sebelum aku mati, namum aku yakin bahwa aku bisa membuat banyak perubahan. Ini adalah kesempatan, kesempatan yang tidak akan mungkin datang dua kali. Aku harus memanfaatkannya dengan baik."
Rubia mengepalkan kedua tangannya. Dia mengusir pikiran-pikiran buruknya dan juga ingatan buruknya tentang kehidupan yang lalu. Saat ini dia akan fokus dengan dirinya untuk kedepannya.
Rubia menarik laci meja miliknya, di sana ada beberapa amplop surat yang masih utuh karena memang tidak dia buka.
Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah seringai. Amplop surat itu ia jelas tahu siapa pengirimnya. Meksipun tidak menyantumkan nama, namum di sana ada lambang yang digunakan sebagai pengunci surat.
" Sekarang kau baru bersikap begini padaku? Cih, jangan kan membacanya. Untuk sekedar membukanya pun aku enggan. Aku tidak perlu tahu apa isi surat yang kau berikan padaku itu Perion, karena aku sudah bisa menduganya. Silakan nikmati waktu penyesalanmu itu."
Ya surat itu berasal dari Perion. Ada 3 surat yang datang berturut-turut selama 3 hari juga. Surat itu diantarkan oleh Sir Rudin, ksatria penjaga Rubia selama menjadi Countess.
Menurut penuturan Sir Rudin, sebenarnya dia enggan mengantarkan surat itu. Tapi Perion terus memaksa. Perion juga mengatakan bahwa dia dekat dengan Rubia sehingga pasti diperbolehkan untuk masuk bertemu dengan Rubia.
" Saya mohon maaf Nyonya, ehm maksud saya Lady. Padahal saya benar-benar tidak ingin, terlebih saat ini Lady sudah hidup dengan tenang. Tapi saya juga tidak bisa berbuat banyak dan tidak bisa juga menolak."
Seperti itu lah ucapan Sir Rudin. Wajah Si Rudin yang tertekan sangat bisa Rubia maklumi. Pada akhirnya Rubia menerimanya namum surat-surat itu tidak pernah ia buka dan ia baca. Cukup diterima saja sebagai tindakan sopan santun.
" Agaknya dia mulai kesulitan karena Syl aku bawa. Sudah seharusnya dia memikirkan wilayahnya sendiri. Jadi, selamat bekerja keras Perion dan juga Daphne. Aku benar-benar tidak sabar menunggu kalian berdua debut berdua sebagai suami istri, fufufufu."
TBC