NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A Hasty Step

Tari membuka matanya perlahan. Matanya terlihat sembap karena terlalu lama tertidur. Ia menggeliat pelan, lalu meringis saat merasakan sakit beserta nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya.

"Sial... punggungku," gumamnya lirih.

Ia menunduk, menyadari bahwa di balik selimut yang membalut tubuhnya, ia tidak mengenakan apa pun dibaliknya. Tari mencoba bangkit, namun usahanya gagal karena rasa ngilu di bahunya membuatnya meringis kesakitan.

Ia kembali mencoba, kali ini dengan perlahan-lahan. Tidak ada pilihan lain; ada pekerjaan yang harus diselesaikannya hari ini. Pekerjaan semalam yang tertunda akibat kecerobohan yang tak ingin diingatnya.

Dengan mengatur napas perlahan, ia menguatkan dirinya untuk bangkit dengan gerakan cepat. Tapi hal itu malah membawa rasa sakit, ngilu dan rasa pegal di seluruh tubuhnya . "Aghhh!" teriaknya, air mata mengalir perlahan di pipinya.

Setelah menarik napas panjang, Tari mencoba menurunkan kakinya ke lantai. Gerakannya sangat pelan, ia tidak ingin terjatuh lagi dan membuatnya semakin parah,Setiap gerakan kecil yang ia lakukan memicu rasa nyeri di persendiannya.

Ia melirik jam kecil di meja samping tempat tidur. Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. ia benar-benar harus bangun sekarang.

Dengan susah payah, Tari bangkit dan melangkah menuju lemari di depan kasurnya. Ia mengambil kaos oversize sembarang berwarna putih dan celana pendek bermotif bunga.

Setelah berpakaian, ia berjalan keluar kamar. Di meja makan, matanya tertuju pada tudung saji berwarna biru.

"Apa ini?" gumamnya sambil menghampiri. Ia membuka tudung saji, menemukan semangkuk bubur dan sepiring potongan buah. Di bawah mangkuk bubur itu, ada secarik kertas kecil.

"Siapa yang menyiapkan ini, tidak mungkin Yudha kan" gumamnya dengan lirih.

Ia benar-benar tidak mempunyai tenaga saat ini.

Tari mengambil kertas itu dan membacanya. wajahnya yang datar tidak berubah sedikit pun saat ia membaca isi kertas itu. Tanpa ragu, ia berjalan ke arah kotak sampah di bawah wastafel nya, lalu membuang kertas itu begitu saja.

Ia kembali ke meja makan dan duduk. Tatapan tak berselera terarah pada mangkuk bubur di depannya. Menurutnya bubur itu seperti makanan bayi bertekstur lembek dan terkadang ia merasa mual saat memakannya.

"Ugh, ini alasan kenapa aku benci bubur," Tari merasakan mual di tenggorokannya. Meski begitu karena tidak punya pilihan lain, ia tetap menyendok bubur itu ke mulutnya. Perutnya kosong, dan ia tidak punya stok makanan di kulkas saat ini.

Setidaknya ada buah potong ini yang bisa membantu mengatasi rasa mualnya.

Makanannya habis dengan cepat, meski diiringi gerutuan dari mulutnya. Setelah itu, Tari menuangkan air dari teko ke gelas yang sudah disiapkan, lalu meminumnya perlahan.

Ia memeriksa kantong plastik kecil didepannya. Di dalamnya, ada beberapa obat dan sekitar sepuluh kotak salep. Setelah menemukan obat yang ia cari, Tari segera menelannya.

"Beep!" Suara pintu elektronik terdengar, membuat Tari menoleh cepat ke arah pintu apartemennya.

Dia menunggu dengan waspada, ingin memastikan siapa yang masuk. Sesaat kemudian, muncul sosok Yudha, wajahnya basah oleh beberapa bulir air keringat seperti orang yang habis berlari.

"Kau sudah bangun," ucap Yudha dengan senyum lega. Ia mengambil tisu dari meja di depan Tari dan mengusap keringat di dahinya.

"Kau habis lari maraton?" tanya Tari datar, menatap keadaan Yudha dengan alis terangkat.

"Haha, tidak kok. Lift-nya terlalu lama, jadi aku memutuskan untuk naik tangga," jawab Yudha, sedikit terengah. Ia lalu duduk di samping Tari, tidak menghiraukan tari yang memperlihatkan wajah tidak nyaman karena jarak yang terlalu dekat.

Tari mengerutkan kening, merasa risih dengan jarak mereka. Namun, tindakan Yudha berikutnya membuat matanya membelalak.

"Kau tidak demam, kan?" tanya Yudha sambil menempelkan tangannya ke dahi Tari.

"Aku tidak sakit!" ujar Tari sambil menepis tangan Yudha dengan kesal. Pandangannya jatuh pada leher Yudha, menangkap bekas kemerahan samar dan terlihat ada bekas gigitan disana. Tentu saja ia tau apa itu.

Mata Tari kembali menatap Yudha dengan sorot tajam. "Kenapa kau kembali ke sini? Bukankah kau sudah pulang ke rumahmu?" tanyanya dingin, matanya menyipit penuh curiga.

"Sial, dia sengaja, ya? Datang ke sini dengan bekas seperti itu, langsung di perlihatkan tepat di depan mataku!" pikir Tari kesal.

"Ah, sebenarnya aku ada pekerjaan, dan laptopku tertinggal di sini," jawab Yudha dengan senyum canggung. "Kupikir, daripada bolak-balik, aku selesaikan saja di sini."

Tari tidak segera menjawab. Tatapannya hanya menatap dalam pada mata pria itu, tidak berekspresi dan datar.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Kau membuatku canggung," kata Yudha akhirnya, memecah keheningan.

Tari menghela napas, mengalihkan pandangannya. "Jangan pernah masuk ke kamarku lagi tanpa izinku. Apa pun yang terjadi atau apa pun yang kau dengar," ujarnya dengan nada tegas.

"Ah, maksudmu soal semalam? Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja, lalu aku ti-"

"Sudah lah, nggak usah dibahas lagi," potong Tari cepat, tak ingin suasana menjadi lebih aneh.

Ia tidak ingin membicarakan fakta bahwa Yudha sudah melihat seluruh tubuhnya yang tidak memakai sehelai benangpun. Ia mengenyahkan pikirannya, berpikir positif bahwa yang terjadi adalah ketidaksengajaan belaka.

Tari tahu bagaimana suasana hati bisa berubah hanya dengan ucapan. Ia tidak ingin memperumit situasi di antara mereka. Tanpa berkata lebih, ia bangkit dan melangkah ke kamarnya. Lagipula, ia memiliki pekerjaan yang menunggu nya di dalam.

Yudha hanya bisa memandang punggung Tari dalam diam. Ketika pintu kamar itu tertutup, ia mendengar suara kunci yang diputar dari dalam.

"Apa yang sebenarnya sedang kulakukan?" pikir Yudha sambil mengusap wajahnya. Setelah kegiatannya bersama istrinya tadi selesai, ia bahkan mandi terburu-buru hanya agar bisa kembali ke sini.

Padahal, ini kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Riana lebih lama. Tapi, entah kenapa, ia malah memprioritaskan sesuatu yang lain-sesuatu yang terus mengusik pikirannya sejak semalam.

Apa karena ia telah melihat tubuh polos istri keduanya itu, makanya pikirannya menjadi kacau seperti ini.

...----------------...

Tari sedang mengetik dengan mimik wajah serius. Sesekali ia tersenyum dan terkekeh kecil-kebiasaan yang muncul saat ia sedang tenggelam dalam tulisannya.

"Dringgg! Tiba-tiba, suara dering ponsel memecah kesunyian di kamarnya. Ia segera berhenti mengetik dan meraih ponsel yang tergeletak di atas meja kecil di sampingnya. Melihat nama yang muncul di layar, seulas senyum merekah di wajahnya.

"Halo, Ri," sapanya dengan nada hangat. Senyum Tari semakin lebar. Sudah cukup lama ia tidak berbicara dengan Riana demi keberhasilan rencana meraka.

Dalam hatinya, Tari merasa kesepian yang mendalam. Biasanya, walaupun mereka tidak bertemu secara langsung, tapi setidaknya pasti akan ada komunikasi melalui handphone .

Namun sekarang, keadaan menjadi sulit untuk mereka karena keberadaan seorang pembantu yang dipekerjakan oleh ibu mertuanya. Perempuan yang hampir berusia 30 tahun itu jelas ditugaskan sebagai mata-mata untuk mengawasi Riana semenjak pernikahan ia dan Yudha diputuskan.

"Iya, Tar. Kamu lagi ngerjain tulisanmu, ya?" Suara Riana terdengar akrab di seberang telepon. sudah hafal benar dengan kebiasaan Tari.

"Iya nih. Deadline-nya besok, tapi tulisannya bahkan belum mendekati setengahnya selesai," jawab Tari dengan nada manja yang sengaja dibuat-buat.

"Hahaha! Kenapa nggak dikerjain dari semalam? Bukannya kamu pulang sebelum jam sepuluh?" tanya Riana sambil tertawa kecil.

Tari mendesah pelan. "Iya, sih. Tapi semalam aku jatuh di kamar mandi. Badanku rasanya mau rontok semua, terus jadinya malah ketiduran.ini juga baru bangun sekitar jam setengah satu-an," jelasnya sambil melirik jam dinding di atas lemari.

"Kamu jatuh? Kok bisa, Tar? Sekarang gimana, udah baikan?" Nada khawatir terdengar jelas dari suara Riana.

"Udah lumayan, kok. Tadi si Yudha beliin obat, dan udah ku minum pas sarapan," jawab Tari sambil melirik ke arah pintu kamar, memastikan suasana aman sebelum melanjutkan, "Sekarang aku baik-baik aja."

Sejenak, tidak ada jawaban dari Riana. Hanya terdengar tarikan napas panjang dari ujung telepon. Tari mengerutkan keningnya.

"Halo, Ri? Kamu masih di sana, kan?" tanyanya dengan sedikit ragu.

"Iya, Tar," jawab Riana cepat, sebelum kembali bertanya, "Oh ya, Yudha beliin obat jam berapa, Tar?"

"Hm, aku nggak tahu pastinya. Aku bangun sekitar jam satu, dan buburnya udah dingin. Mungkin sekitar jam sembilan atau sepuluh.

Tuh, dia ada di kamar sebelah," ujar Tari sambil kembali melirik jam dinding.

Panggilan itu menjadi Hening kembali, Riana tidak segera merespons.

"Iya, Tar. Kalau gitu, udahan dulu ya. Aku ada kerjaan," ujar Riana cepat, tanpa menunggu jawaban Tari. Panggilan langsung terputus.

Tari memandang ponselnya dengan heran. Ada sesuatu yang terasa aneh, tapi ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.

Mungkin Riana memang sedang sibuk, pikirnya. Dengan menarik napas panjang, Tari kembali fokus pada layar laptopnya, mencoba menyelesaikan naskah yang harus diserahkannya besok.

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!