Cinta Tak Pernah Salah

"Jadi kau sudah memikirkan hal ini? Bukankah kerja di lapangan adalah keinginan mu? Di balik meja? Ayolah, ini bukan diri kamu Andita." Tama berkata panjang lebar menatap wanita yang diam-diam dia dambakan.

Wanita cantik itu hanya menatapnya datar dengan sikap formal. Badan tegap dan pandangan lurus.

"Duduklah. Jangan menatap ku seperti ini, kita bicara santai saja." Titah Tama menatapnya mendamba, namun ia tahu jelas itu tidak akan pernah terjadi.

Andita pun duduk di hadapannya, "Saya harus menjaganya, saya sedang hamil. Dan dia ingin saya berhenti bekerja di instansi. Tapi ini sudah menjadi cita-cita ku. Jadi tak masalah jika pindah di balik meja kan, Pak?"

Andita mencoba untuk menyakinkan pada atasannya.

"Aku sudah tahu itu, dan kupikir kau akan membatalkan rencana itu. Mereka sudah mengatur tentang penempatan mu. Suami mu memiliki koneksi memohon kepada pimpinan kita untuk memindahkan mu."

"Aku akan kehilangan anak buah saya yang potensial juga enerjik." Jelas Tama memandang Andita dengan tenang.

Bohong jika dadanya tak bergemuruh sesak setiap hari ia biasa memandangi wajah cantik itu, sekarang dia pindah walaupun masih di gedung yang sama namun ...

"Maafkan saya jika selama menjadi bawahan Bapak, banyak menyusahkan. Saya pamit. " Andita berdiri dan memberikan hormat. Saat membalik tubuhnya baru selangkah berjalan Andita mematung. Tubuhnya didekap dari belakang.

"Jangan lupakan aku, kapanpun kau kesulitan dan dia menyakiti mu. Kembali ke aku Andita. Kapanpun itu aku dengan senang hati menerimanya. Aku mencintaimu. Maaf aku terlambat mengatakannya. "

"Tuntut lah aku jika kau anggap melecehkan mu. Tuntut saja aku terima bahkan jika kau menembakkan peluru ke kepalaku aku terima. Maafkan aku." Tama Samudera mengakui isi hatinya. Perasaan ini terasa lega, beban berat itu berkurang.

"Saya tahu Pak. Tapi Anda terlalu hebat bagi ku. Aku tak layak untuk bersanding dengan Anda. Saya yatim piatu dan miskin. Background Anda begitu hebat.'

"Sedangkan Suamiku dia hanya keberuntungan bagi ku, ku pikir dia akan menceraikan aku setelah satu dua hari. Siapa sangka dia menginginkan hingga sejauh ini."

"Semoga bapak dapat yang terbaik, terimakasih atas pemberian nya juga tawaran itu. Saya tersanjung." Keduanya menangis bersama tanpa suara.

Tanpa diketahui keduanya anak buah Tama Samudera terkejut mendengar di balik celah pintu yang terbuka sedikit mereka berdiri di sana dengan diam. Ikut menangis diam-diam prihatin atas perasaan sepasang insan yang tak bisa diungkapkan karena masalah bibit, bobot lan bebet.

Di jaman yang modern masih ada beberapa hal yang dipikirkan oleh masyarakat. Ada yang berpikiran maju bahwa semuanya bisa dilakukan dengan adanya cinta dan kerjasama. Namun tradisi yang sudah memudar masih ada yang memegang prinsip budaya yang kian memudar bersamaan perubahan jaman.

"Apa bapak sudah selesai? Kita kumpul di tengah. Saya bawa makanan juga minuman untuk kita semuanya." Andita mencoba menetralisir suaranya agar tak serak agar senormal mungkin.

"Kau duluan aku menyusul!" Kilahnya dengan menyambar beberapa lembar tisu membalikkan badannya. Membuang ingusnya Andita melakukan hal yang sama namun memilih sambil berlalu.

"Andita apa kue nya boleh di makan ?" Celetuk Sena. Anak di kesatuannya yang paling muda bukan karena usianya namun masa Jak terbangnya baru saja.

"Ayo kumpul kita makan bareng. Aku bawa buat semuanya. Katanya ini mau di rilisnya Minggu depan. Kebetulan aku kenal owner nya jadi ia kasih sample gitu." Seru Andita.

Semuanya yang terdiam di tempat masing-masing bergegas bergerak seolah-olah Kegirangan. Dapat jatah gratisan padahal mereka tidak ingin Andita malu jika mereka tahu cinta tak sampai antara atasan dan bawahan.

Mereka juga menghargai dan seandainya semuanya tahu lebih awal mereka akan membantu keduanya menyatu. Karena mereka sangat serasi dan saling melengkapi dalam bertugas.

Mereka berbincang dengan riangnya tak lama Tama muncul bergabung langsung dia menerima minuman nya juga cake. Saling lempar senyuman manis dan makan saling curi pandang.

Di tempat lain Afrizal melempar berkas-berkas tersebut. "Apa kau bekerja baru kemarin sore? Bagaimana cara jika mengatasinya tak bisa? Bahkan dia kabur? Tak ditemukan dimana pun? Bullshit tahu !" Bentak Afrizal.

Dia marah pasalnya wanita itu menghilang dari apartemen jika begitu ia tak bisa mengontrol nya. Yang ada ia akan membuat masalah di sana sini dan itu sangat merepotkan jika menutupinya nanti

"Apa kau pikir akan selesai jika kau hanya bilang kata maaf. Cepat cari dia dapatkan bagaimanapun caranya. "

"Jangan biarkan dia membuat ulah dan bertemu dengan Andita Jika itu terjadi maka aku akan hancur kan semua seperti debu!" Afrizal menatap asisten nya dengan mata memerah menahan amarahnya.

Sang sekretaris menata kertas-kertas yang berserakan dan menaruhnya lagi di meja meninggalkan tempat tersebut bersama sang asistennya.

Afrizal menatap foto nya dengan Andita saat akad nikah siri dulu. "Kesayangan ku." Gumamnya lirih menatap wajah cantiknya Andita yang terlihat tanpa senyum saat foto kala itu.

Bagaimana bisa dia tersenyum kala itu kau paksa nikahi aku? Bagaimanapun kau sudah ambil keperjakaan ku jadi kau harus tanggung jawab. Salah siapa kau menggoda ku beberapa kali kita berjumpa sialnya dia hanya bergerak ke kamu!

Diam lah jangan memandang ku seperti itu! Jangan katakan apapun! Cukup kau rasakan juga nikmatilah setiap kali ku akan memanjakan mu! Berhenti memandang ku! Aish, aku gila bicara sendiri dengan frame foto. Afrizal membalikan frame foto mereka.

Lelaki itu melanjutkan pekerjaannya satu persatu walaupun kesal dan terkadang mengintip foto di frame foto yang dibaliknya. Benar-benar terjadi, Afrizal lama-lama ada gejala gila patutlah dia ke dokter kejiwaan memeriksa jiwanya yang gesrek benar ga seh reader?

Afrizal masih terus mengerjakan pekerjaannya sesekali ia melihat ponselnya seolah-olah menunggu teleponnya.

"Sudah makan siang? " Sebuah pesan singkat diterima Afrizal, senyuman manis menghiasi wajahnya yang tampan.

Sehabis Andita pergi dari rumah waktu itu tak lama Afrizal mengusir semua temannya yang datang. Masalahnya dia tak suka bahwa Andita suka dengan semua jenis desert brand milik cafe nya Adam.

Ia cemburu walaupun dia sekedar tersenyum saja pada orang lain hanya beramah-tamah Sekarang Adam ke kantor nya mendapatkan laporan yang membuatnya kesal jadi ia lampiaskan kekesalan nya pada bawahan nya itu.

Lagi sebuah kiriman terbaru Andita yakni foto mereka bersama dengan kesatuan nya duduk bersama dengan pesan. Terakhir bersama makan siang Minggu depan aku mutasi di satlantas bagian humas.

Afrizal tersenyum bahagia permohonannya berhasil, ia tak perlu khawatir jika suatu ketika sang istri duel dengan penjahat. Akan berbahaya bagi keselamatan mereka berdua. Pikir Afrizal.