S 2. "Partner"
Kisah lanjutan dari Novel "Partner"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca novel ini. Agar bisa mengikuti kisah lanjutannya.
Bagian lanjutan ini mengisahkan Bu Dinna dan kedua anaknya yang sedang ditahan di kantor polisi akibat tindak kejahatan yang dilakukan kepada Alm. Pak Johan. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk lolos diri dari jerat hukum. Semua taktik licik dan kotor digunakan untuk melaksanakan rencana mereka.
Rencana jahat bisa menjadi badai yang menghancurkan kehidupan seseorang. Tapi tidak bagi orang yang teguh, kokoh dan kuat di dalam Tuhan.
¤ Apakah Bu Dinna atau kedua anaknya menjadi badai?
¤ Apakah mereka bisa meloloskan diri dari jerat hukum?
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Menghempaskan Badai"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. MB 19
...~•Happy Reading•~...
Gina berusaha bersikap baik kepada Lianty, padahal hatinya sudah meradang melihat sikap ibu tirinya. 'Kalau tidak perlu bantuan Papaku, aku gak akan datang ke rumah ini.' Gina berkata dalam hati sambil menahan rasa tidak sukanya.
Lianty yang mendengar ucapan Gina, makin tidak menyukai kehadirannya. 'Menyesal dan minta maaf, tapi tidak menyebut namaku?' Lianty membatin. Dia yakin, Gina sedang memperdayai Papanya.
"Bagus kau menyadari kalau salah. Itu baik buat hidupmu. Namun bagi saya, tidak ada yang berubah. Bukan karna saya belum memaafkan, tapi ini adalah prinsip yang kupegang. Ucapan harus selaras dengan tindakan." Lianty berkata sambil melihat Gina, tanpa melihat suaminya yang menatapnya. Wajah Pak Gustav langsung berubah, sebab merasa tersindir.
"Saat itu, saya sudah ingatkan kalian. Saya tidak mengusir kalian untuk pergi dari rumah ini. Tapi kalau berani angkat kaki dari rumah ini, jangan pernah berharap untuk bisa kembali lagi ke sini." Lianty tetap pada keputusannya dan makin tidak suka melihat sikap munafik Gina.
"Lianty, dia sudah datang dan bicara baik denganmu. Apa itu tidak cukup untuk kau ijinkan dia tinggal bersama kita?" Pak Gustav berkata sebelum Lianty berkata lagi, sebab melihat Gina hampir menangis mendengar ucapan istrinya.
"Bagus Mas, sudah bilang begitu. Dia bicara baik, karna ada perlu, mau tinggal di sini. Kalau tidak perlu, apa dia mau bicara baik denganku? Mas mau bilang apa pun, tetap sama. Dia tidak bisa tinggal di rumah ini." Ucap Lianty tegas.
Ucapan Lianty membuat Gina tidak tahan untuk membalasnya. "Apa hakmu melarang saya tinggal di rumah ini? Aku anak Papa dan berhak tinggal dengannya." Gina menjawab sambil meneteskan air mata, membuat Pak Gustav mengusap bahunya dan memberikan isyarat untuk tidak meneruskan ucapannya.
"Kau bertanya hak saya? Kau lupa saya ini adalah istrinya?" Lianty berkata sambil menunjuk Pak Gustav yang langsung melihatnya, sebab nada suara Lianty naik level.
"Dan saya ingatkan padamu, telan lagi ucapanmu sebelum membuat malu Papamu. Kau kira ini rumah siapa? Cepat pergi dari sini, sebelum kau membuat Papamu menutup mukanya dengan karung." Lianty sudah sangat marah, melihat Gina yang tidak tahu diri. Padahal dia tahu, rumah yang ditinggali adalah miliknya.
"Lianty, kau mau mengungkit dan menghitung milikmu, setelah kita menikah? Bukannya kau yang mau tinggal di rumah ini?" Pak Gustav merasa tersinggung mendengar ucapan istrinya.
"Aku tidak akan bilang begitu, kalau dia tidak bicara tentang haknya. Kau lupa, kalau kita sudah punya anak dan dia berhak atas semua ini." Lianty berkata sambil menggerakan tangan, menunjuk rumah.
"Kasih tahu anakmu itu, supaya tahu diri dan jangan bicara hak di depanku." Lianty membalas sambil menunjuk Gina yang sudah menangis dan berlari keluar halaman.
Sontak Pak Gustav berteriak memanggil nama Gina dan berlari mengikutinya. "Papa sudah lihat kelakuan perempuan itu? Dia tidak menganggap kita. Dia tidak menghargai Papa sama sekali." Gina berbalik dan berbicara dengan Pak Gustav yang mendekatinya.
"Bahkan di depan Papa dia bisa berbicara seperti itu padaku, anak Papa. Apa lagi kalau di belakang Papa. Dulu Papa gak percaya kami, sekarang Papa lihat dan dengar sendiri."
"Sama Papa saja, dia berani. Apa lagi kepada kami anak tirinya." Gina berkata dengan air mata berurai.
"Sudah, diam. Ini sudah di jalanan umum. Orang akan melihat kita." Pak Gustav memegang lengan Gina supaya tidak lari lagi.
"Papa sudah bilang, tunggu Papa bicara dulu, kau tetap mau bertemu dengannya. Inilah akibatnya, ribut. Kembali dulu ke tempat kostmu." Pak Gustav mengeluarkan ponsel dari saku untuk pesan mobil.
"Tapi aku mau tinggal dengan Papa. Aku tidak mau tinggal sendiri, Pa." Gina merengek sambil terus meneteskan air mata.
"Sudah, nanti Papa pikirkan. Berhenti menangis. Dilihat orang." Pak Gustav berusaha menghentikan tangisan Gina.
Lianty yang melihat dari jauh sikap suaminya kepada Gina, hatinya menjadi tawar dan membatu. 'Kau lebih memilih anak darinya, dari pada anakku, Felix." Liantay membatin dengan suasana hati yang berbeda, mengingat mantan istri Pak Gustav, Mama Gina.
'Tuhan, tolong kuatkan aku. Anaku masih kecil.' Lianty membantin. Hatinya sakit, seakan disayat.
'Duuh, putraku masih kecil, suatu waktu bisa berhadapan dengan kakak-kakak tirinya yang tidak tahu diri itu.' Lianty kembali membatin.
Sambil menarik nafas panjang, Lianty duduk di teras sambil melihat apa yang akan dilakukan Pak Gustav dan Gina. Sekaligus mencegah Pak Gustav kembali membawa Gina masuk ke dalam rumah.
Ketika Pak Gustav sedang mengotak-atik ponsel Gina melihat ke arah Lianty dengan wajah menantang dan berkata dengan hanya gerakan bibirnya. 'Tunggu saja.'
Namun Lianty hanya melihat tanpa menanggapi, sebab sedang menunggu apa yang akan dilakukan suaminya. Sikap Gina sudah memantapkan hatinya bahwa keputusannya sudah tepat, tidak membiarkan dia tinggal bersama mereka.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan rumah, kemudian Pak Gustav menyuruh Gina masuk ke dalam mobil. Namun karena Gina terus mendesak dan menangis, Pak Gustav ikut naik ke dalam mobil untuk mengantarnya.
Setelah Papanya sudah duduk dengannya di dalam mobil, hati Gina bersorak. Dia merasa senang sudah memberikan satu pukulan kepada ibu tirinya.
Lianty tercengang melihat kepergian suaminya tanpa berkata sesuatu pun padanya. Dia menatap halaman sunyi dan kosong, sekosong hatinya.
Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan menutup pintu di belakangnya. 'Aku mau lihat apa yang akan kau lakukan setelah ini.' Lianty membatin, ingat suaminya.
Hatinya melunak saat melihat putranya yang sudah bangun dan berlari ke arahnya dengan wajah riang. "Felix mau mandi?" Tanya Lianty sambil memeluk putranya erat. Matanya berembun membayangkan apa yang baru terjadi dengan suaminya dan hubungan mereka.
"Mau mandi sama Mama." Felix berkata sambil memeluk Mamanya. "Ayooo..." Lianty mengajak Felix kembali ke kamarnya dan memberikan isyarat kepada ART yang menjaganya untuk bikin minuman kesukaan Felix.
...~°°°~...
Beberapa waktu kemudian, Pak Gustav pulang tanpa menyapa istrinya yang sedang bermain dengan Felix di ruang keluarga. Lianty bersikap seakan tidak tahu suaminya sudah pulang, sebab ingin tahu sikapnya.
"Papaaa..." Felix berlari ke arah Pak Gustav saat melihat Papanya yang hanya melihat sepintas ke arahnya.
"Papa lagi capek. Felix main sendiri dulu, ya." Pak Gustav berkata tanpa memeluk putranya. Hal itu diperhatikan Lianty dan menyimpannya di hati.
"Mbak, bawa Felix main di kamarnya." Pak Gustav berteriak memanggil ART, agar Felix dibawa menjauh darinya.
"Kau tidak menganggapku sama sekali sebagai suami. Dia hanya mau tinggal dekat denganku. Apa itu salah?" Pak Gustav langsung menumpahkan emosinya, setelah Felix dibawa pergi oleh ART.
"Salah... Apa kau tidak pergi kerja, sehingga dia bisa menempel padamu? Apa kau mau jadi inang pengasuhnya?" Lianty sudah tidak bisa menahan emosi langsung berdiri berhadapan dengan suaminya.
"Apa tadi Felix merengek saat dibawa pergi jauh darimu? Kelakuan Gina melebihi balita. Apa yang membuat dia tiba-tiba mau menempel padamu?" Lianty tidak bisa menahan diri walau melihat wajah suaminya memerah.
^^^Flashback off^^^
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
sosok istrimu loh hahhahahahahhaha💟