Karena takut dipenjara dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, Kaisar Mahaputra terpaksa menikahi seorang gadis belia yang menjadi buta karena ulahnya.
Sabia Raysha ialah gadis yang percaya pada cerita-cerita Disney dan yakin bila pangeran negeri dongeng akan datang untuk mempersuntingnya, dia sangat bahagia saat mengetahui bila yang menabraknya adalah lelaki tampan dan calon CEO di perusahaan properti Mahaputra Group.
Menikah dengan gadis ababil yang asing sementara ia sudah memiliki kekasih seorang supermodel membuat Kaisar tersiksa. Dia mengacuhkan Sabia dan membuat hidup gadis itu seperti di neraka. Namun siapa sangka, perhatian dari adik iparnya membuat Sabia semakin betah tinggal bersama keluarga Mahaputra.
“Menikahimu adalah bencana terbesar dalam hidupku, Bia!” -Kaisar-
“Ternyata kamu bukanlah pangeran negeri dongeng yang selama ini aku impikan, kamu hanyalah penyihir jahat yang tidak bisa menghargai cinta dan ketulusan.” -Sabia-
**********
Hai, Bestie! Jangan lupa klik ❤️ dan like agar author semakin semangat update dan berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan Terpahit
Seminggu berlalu sejak gosip tentang Kaisar di dengar oleh Sabia. Beberapa hari sekali, Kaisar pulang dan tidur di ranjang yang sama dengannya. Namun tiap kali Kaisar datang, Sabia selalu berpura-pura tidur dan akan bangun setelah Kaisar berangkat bekerja. Bukan tanpa alasan Sabia mengacuhkan Kaisar, ia takut salah bicara sebelum mengetahui fakta yang sebenarnya.
Hari ini adalah jadwal Sabia kontrol ke Rumah Sakit. Ditemani oleh Mira, mereka berdua berangkat setelah sarapan.
Di Rumah Sakit, Dokter Alex memuji perkembangan kesehatan Sabia yang meningkat. Ia hanya perlu melakukan beberapa terapi untuk memastikan keadaan tulangnya sudah membaik. Dengan digandeng Mira, Sabia menuju ke ruang terapi di bagian gedung yang lain.
"Bia, sebentar lagi kita makan siang di Restoran Italia kemarin itu, yuk! Mau, 'kan?" ajak Mira antusias.
"Boleh, Ma. Bia juga sudah kangen sama ice cream di sana. Enak banget yang rasa strawberry!"
"Oh ya, waaah, nanti kita beli yang banyak deh buat dibungkus. Jadi kamu bisa makan ice cream itu juga di rumah!"
Sabia mengangguk setuju. Kini mereka berdua telah sampai di ruang terapi. Mira mengantarkan Sabia masuk dan berganti pakaian pasien.
"Bia, Mama mau ke ATM dulu, ya. Kalo kamu selesai duluan, kamu tunggu saja di sini. Jangan keluar! Oke?"
"Oke, Ma." Sabia mengangguk.
Selepas Mira pergi, Sabia berjalan dengan perlahan sambil mengayunkan tongkatnya ke depan. Saat hampir menjatuhkan pantatnya di kursi, ponsel yang Sabia simpan di dalam saku baju pasien berdering.
"Memey, telefon. Memey, telefon!!"
Bunyi dering ponsel Sabia sudah di setting oleh Hari agar berbunyi sesuai ID si penelefon.
"Halo," sapa Bia cepat.
"Halo, Bia. Lu di mana?"
"Lagi di Rumah Sakit, Mey. Gimana hasilnya? Apa lu sudah dapet bukti."
"Sudah, Bia. Tapi lu yang tegar ya, lu harus kuat. Gue yakin lu pasti bisa melewati semua ini. Rasanya gue pengen geprek tuh Kaisar!"
"Dia beneran selingkuh ya, Me?"
Hening. Tak ada sahutan. Detak jantung Sabia mulai bergemuruh, napasnya memburu. "Mey?"
"Iya, Bia. Dia skdjdhsnandmffkkdksbab ..."
Gemuruh di dada Sabia berganti menjadi gelegar, tubuhnya bergetar menahan semua kenyataan yang baru saja menghantamnya. Padahal sejak awal, Sabia sudah berusaha menguatkan diri, dia sudah berusaha untuk tegar, namun nyatanya dia lemah, Sabia bukan batu karang. Air mata luruh seiring dengan sayatan di hatinya.
"Bia, lu nggak apa-apa, 'kan?"
Tak ada sahutan, Sabia berusaha menahan suara tangisnya agar tak terdengar oleh siapapun yang berada di ruangan terapi ini.
"Bia?"
"Jemput gue, Mey! Jemput gue sekarang!"
..
..
..
Mira tiba satu jam kemudian di ruang terapi. Tadi usai tarik tunai di ATM, dia bertemu dengan salah satu temannya semasa SMA. Mereka pun akhirnya mengobrol hingga Mira lupa waktu.
Sambil bersenandung, Mira memutuskan untuk duduk di kursi panjang di depan ruang terapi. Tadi ada tiga pasien mengantri sebelum tiba giliran Sabia, jadi sepertinya menantunya itu masih belum selesai menjalani terapinya.
Pintu ruang terapi dibuka dari dalam, Dokter Yongki, Dokter Orthopedi yang menangani semua pasien di ruangan terapi keluar dari sana. Tatapannya bertemu dengan Mira setelah menutup pintu ruangan dan menguncinya.
"Loh, Dokter. Menantu saya masih di dalam," protes Mira seraya mendekat ke pintu.
Dokter Yongki mengernyit heran. "Pasien terakhir sudah pulang sejak lima belas menit yang lalu, Bu. Kebetulan juga saya ada acara, jadi semua terapi pasien saya persingkat."
Mira terbelalak. "Tapi tadi saya sendiri yang mengantarnya masuk dan ganti baju pasien, Dok."
Dokter Yongki menerawang sejenak. "Tadi hanya ada tiga pasien yang saya tangani. Dua laki-laki dan satu perempuan. Dan saya tidak melihat Sabia sama sekali."
Deg. Mira menelan salivanya gugup. Lantas ke mana Sabia pergi?? Ia mengawasi lingkungan di sekitarnya yang lengang, tak ada satupun yang ia kenal. Lekas Mira mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Hari, hanya putranya itu yang terlintas dan pasti fast respon dibanding Kaisar.
"Halo, ada apa, Ma?"
"Hari, Sabia menghilang!"
"Hah?!"
.
.
Hari sudah mencoba menghubungi nomor Sabia entah untuk yang keberapa puluh kali namun tidak aktif. Ia pun sudah berkali-kali menghubungi nomor Kaisar dan Diki namun tak ada yang mengangkat.
Mira sudah memastikan bila Sabia tidak ada di dalam ruang terapi. Berdasarkan CCTV Rumah Sakit, terlihat Sabia pergi bersama dengan seorang gadis seusia dengannya. Namun Mira dan Hari sama sekali tak tahu siapa gadis itu.
Bertanya dan menghubungi keluarga Darma tentu saja tak mungkin. Bisa-bisa keluarga Mahaputra akan kembali di salahkan oleh mereka. Posisi Mira dan Hari serba salah saat ini. Pada akhirnya mereka hanya bisa menunggu di rumah. Hingga malam tiba, Sabia belum juga kembali. Mira semakin cemas dan khawatir, keadaan Sabia yang buta tentu saja akan mempermudah penculik untuk memperlakukannya dengan buruk.
"Ma, makan dulu." Hari membawakan seporsi makan malam untuk Mira yang masih betah menunggu di kursi teras.
"Mama nggak berselera makan, Hari. Perasaan Mama nggak bagus!"
"Jangan terlalu dipikirkan, Ma. Nanti malah Mama yang sakit. Sabia pasti baik-baik saja, dari rekaman CCTV itu terlihat kalo Sabia akrab dengan gadis yang menjemputnya," jelas Hari berusaha menenangkan Mamanya.
"Tapi, bagaimana kalo Sabia diperlakukan tak baik oleh mereka? Sabia tidak bisa melihat Hari, kakinya juga baru pulih!" Mira mulai sesenggukan, meski Sabia bukanlah darah dagingnya, namun gadis itu sudah Mira anggap seperti putrinya sendiri.
Hari mendekat ke kursi Mira dan duduk di samping Mamanya. "Bia pasti baik-baik saja, Ma. Tenanglah."
"Kamu sudah coba telefon nomernya?"
"Sudah, dan masih belum aktif. Sepertinya Sabia butuh waktu untuk menyendiri, kita biarkan saja dulu. Besok kalo masih belum ada kabar, baru kita lapor polisi," timpal Hari mencoba menenangnya mamanya.
****************
Bestie, terima kasih banyak untuk yang sudah memberi author semangat dengan jempol dan like kalian ❤️
coba klo ga sakit apa mau di puk puk
cuma taunya marah kan bang koi bang koi pulang" mlh sakit 🤣🤣🤣
Kai ini cari mslh aja ada yg halal
tp cinta mo lawan kah😍