Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.
Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.
"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.
"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.
Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.
Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Di rooftop, Quin dan Damar sedang berdiri di pagar kaca pembatas. Menikmati pemandangan malam dari atas tempat itu. Ada banyak hal yang ingin Damar tanyakan sang asisten pribadi.
Quin melirik Damar sembari menaikkan kedua alis lalu mengangkat bahu. Seolah ingin tahu, apa yang membuat pria itu terus tersenyum.
Ia menangkup rahang Damar sembari menatap lekat wajah pria itu. Menyentuh lesung pipinya seraya berbisik, "Sesempurna apa wajahmu tanpa brewok, kumis tebal juga rambut gondrong ini."
Puas memandangi wajah Damar, Quin memeluknya lalu kembali berbisik, "Jika suatu saat nanti, kamu memiliki kekasih sekaligus akan menuju ke jenjang yang lebih serius, jangan pernah mengkhianati kepercayaannya juga kesetiaannya."
"Why?" Damar mengusap lembut punggung Quin.
"Percayalah, itu sangat menyakitkan," pungkas Quin lalu mengurai dekapannya.
Damar mengernyit, menatap Quin yang kini mengarahkan pandangan ke depan sambil besedekap dada.
Hening sejenak ...
Keduanya terlonjak kaget ketika suara seorang wanita memanggil Damar. Keduanya saling berpandangan.
"Mama," sebut Damar lalu menghela nafas.
"Sedang apa kalian di sini?!" selidik Nyonya Zahirah.
"Menurut Mama?" Sang mama terdiam kemudian memberikan tatapan tajam kepada Quin.
"Maaf Nyonya, saya hanya menemani putra Anda," jelas Quin. "Kami hanya membahas tentang pekerjaan saja, Nyonya. Beneran ... saya nggak bohong."
Quin mengangkat tangan membentuk dua jarinya dengan simbol V sembari cengengesan. Ia melirik Damar kemudian berpamitan. Setelah itu, sang designer meninggalkan tempat itu.
"Kasian banget yang bakal menjadi menantunya. Ish, camer galak," gumamnya dalam hati sambil terkekeh. Ia menuju kamar sekaligus mengambil kunci mobil.
Sesaat setelah berada di lantai satu, Quin berpapasan dengan Naira sembari membatin, 'Si ulet keket. Nyebelin banget! Damar harus hati-hati dengan wanita seperti itu. Baunya seperti pelakor.'
Setibanya di parkiran, bukannya langsung membuka pintu mobil, Quin malah mengelus motor besar yang ada di samping mobilnya.
"Woah ... keren juga motornya," puji Quin.
Sedangkan Damar yang masih berada di rooftop, merasa kesal dengan kehadiran sang mama yang terkesan tiba-tiba.
"Damar, mama nggak suka kamu terlalu dekat dengan asisten pribadimu itu."
"Memangnya kenapa jika aku dekat dengannya, Mah? Lagian dia gadis yang baik," jelas Damar.
"Damar, mama hanya mengingatkan. Apalagi gadis itu tunangannya Angga. Mama heran sama kamu yang tiba-tiba mempekerjakan asisten pribadi!" selidik Nyonya Zahirah.
"Apa aku wajib menjawab?" sarkas Damar.
"Damar!!" bentak Nyonya Zahirah.
Damar menghela nafasnya dengan kasar. "Mah, please, aku nggak ingin berdebat. Tolong jangan campuri urusan pribadiku," tegas Damar lalu meninggalkan Nyonya Zahirah.
Nyonya Zahirah menatap punggung tegap putranya yang sudah menjauh. Tak habis pikir dengan ungkap Damar barusan.
Sedangkan Damar yang kini sudah berada di dalam kamar, meraih jaket serta kunci motor. Memilih menuruni anak tangga lalu menuju ke arah motornya di parkir.
Sebelum meninggalkan halaman parkir, Damar sengaja memainkan gas motornya karena kesal. Setelah merasa puas, barulah ia memacu kuda besinya itu menuju club' malam.
******
Setibanya di club' malam, ia langsung menyapa Angga dan Dennis yang kebetulan berada di tempat itu.
"Angga, Denis, sudah lama?"
"Lumayanlah," jawab Dennis lalu menenggak minumannya.
Damar menepuk pundak Angga sekaligus duduk di kursi yang kosong. "Apa kamu baik-baik saja, Bro. Kelihatannya lagi galau banget."
Angga menggeleng sambil menyesap rokok. Ketiga pun mengobrol dengan santai. Sehingga beberapa jam berlalu, Damar mulai jenuh.
Tak lama berselang, Kinara beserta temannya memasuki club itu. Damar tersenyum sinis takala mendapati Naira termasuk di antara teman sang model.
'So ... rupanya mereka berteman,' batin Damar lalu menghabiskan minumannya. "Bro, aku cabut," pamit Damar seraya buru-buru keluar dari club' itu.
"Quin, ke mana dia?" ucap Damar nyaris tak terdengar lalu menghubungi gadis itu.
Quin yang saat ini berada di butik, mengerutkan kening ketika menatap layar ponsel. Dengan cepat ia mengusap tombol hijau.
"Ya, hallo Mr. Brewok, ada apa? Apa sudah selesai mengobrol dengan Nyonya galak," tanya Quin lalu tergelak.
"Hmm, kamu lagi di mana?" tanya Damar.
"Di butik, kenapa? Apa kamu ingin ke sini?"
"Apa boleh?"
"Sure, aku menunggumu," balas Quin dengan senang hati.
"Ok, baiklah, aku ke sana sekarang," jawab Damar dengan hati berbunga-bunga.
Setelah memutuskan panggilan telefon, Damar mulai memacu motornya.Sebelum benar-benar tiba di butik, ia mampir sebentar di salah satu cafe untuk membeli makanan juga minuman favorit Quin.
Satu jam berlalu ....
Setibanya di butik, senyum seketika terlukis manis di wajah pria brewok itu. Tak langsung menyapa sang owner butik, ia malah memandangi Quin yang sedang serius menggambar di meja kerja.
'My beautiful Quin,' puji Damar dalam hati. "Quin," tegurnya.
Quin mendongak kemudian berkata, "Damar, kemarilah, ngapain kamu masih berdiri di sana."
Damar menghampiri. Meletakkan paper bag makanan juga dua cup es boba ke atas meja sofa.
"Ini untukmu," kata Damar lalu menyodorkan satu cup es boba kepada Quin.
"Thanks ya, Mr. Brewok. Kamu perhatian banget," ucap Quin lalu berpindah duduk ke sofa.
"Maaf, atas sikap kasar mamaku," sesal Damar.
"Nggak apa-apa. By the way, mamamu galak banget, ya. Kasian banget yang bakal menjadi mantunya," celetuk Quin lalu tertawa membayangkan Nyonya Zahirah.
"Abaikan saja. Mama karakternya memang seperti itu. Tapi, sebenarnya dia adalah wanita yang baik juga penyayang," jelas Damar disertai senyum tipis.
...----------------...