Anara Bella seorang gadis yang mandiri dan baik hati. Ia tak sengaja di pertemukan dengan seorang pria amnesia yang tengah mengalami kecelakaan, pertemuan itu malah menghantarkan mereka pada suatu ikatan pernikahan yang tidak terduga. Mereka mulai membangun kehidupan bersama, dan Anara mulai mengembangkan perasaan cinta terhadap Alvian.
Di saat rasa cinta tumbuh di hati keduanya, pria itu mengalami kejadian yang membuat ingatan aslinya kembali, melupakan ingatan indah kebersamaannya dengan Anara dan hanya sedikit menyisakan kebencian untuk gadis itu.
Bagaimana bisa ada rasa benci?
Akankah Anara memperjuangkan cintanya?
Berhasil atau berakhir!
Mari kita lanjutkan cerita ini untuk menemukan jawabannya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama eNdut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sore Romantis
Vian tengah disibukkan dengan pekerjaannya, memantau proses pemotretan Gaby sebagai model pengganti. Dia memandang Gaby yang sedang berpose di depan kamera, dan hatinya sedikit berdesir.
Gaby memang sangat cantik dan memiliki karisma yang kuat. Dia bisa membuat siapa saja terpesona dengan kecantikannya. Vian tidak bisa menyangkal bahwa dia merasa sedikit terganggu oleh kecantikan Gaby. Tetapi Vian segera mengingatkan dirinya bahwa dia sudah menikah dengan Nara, dan dia tidak boleh memiliki perasaan lain terhadap wanita lain. Tapi tiba-tiba saja dia teringat akan janjinya kepada istrinya itu untuk makan siang bersama. Dia melihat jam di pergelangan tangannya dan terkejut melihat bahwa waktu sudah menunjukkan setengah empat sore
"Aku lupa!" kata Vian kepada dirinya sendiri. "Aku harus bertemu Nara untuk makan siang."
Vian meminta Arland untuk mengambilkan ponselnya yang sebelumnya ia charge. "Tolong, Arland. Aku butuh ponselku," katanya.
Arland mengambilkan ponsel Vian dan memberikannya kepadanya. Lelaki itu menghidupkan ponselnya dan mendapati beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari istrinya.
Vian merasa bersalah karena tidak membalas pesan Nara. Dia segera menghubungi Nara dan berharap bahwa dia tidak terlalu marah.
Vian mencoba menghubungi Nara, tapi tidak segera mendapat jawaban. Dia mencoba menghubungi beberapa kali, tapi tetap tidak ada jawaban.
Vian mulai merasa khawatir. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Nara dan mengapa dia tidak menjawab panggilannya.
Tapi, saat Vian membuka pesan dari Nara, dia sedikit tenang. Gadis itu telah mengiriminya foto makan siangnya, sebuah hidangan yang lezat dan menggugah selera. Vian merasa lega. Setidaknya Nara telah makan siang, jadi dia tidak kelaparan menunggunya.
"Maafkan Mas Nara," kata Vian kepada dirinya sendiri. "Aku akan segera ke sana untuk bertemu kamu." Vian merasa lebih tenang sekarang. Dia tahu bahwa Nara baik-baik saja dan dia hanya sibuk dengan pekerjaannya.
Dia memutuskan untuk segera ke toko bakery tempat Nara bekerja, untuk bertemu dengannya dan meminta maaf atas keterlambatannya.
Di sisi lain, Gaby terus memantau Vian dari jauh, mencoba memahami apa yang terjadi pada pria itu. Dia melihat Vian terlihat panik setelah melihat jam, tapi kemudian tersenyum setelah melihat ponselnya. Gaby merasa sedikit penasaran dan kecewa. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Vian, tapi dia tahu bahwa pria itu harus pergi.
Vian kemudian mendekati Arland dan berbicara dengannya. Gaby tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi dia bisa melihat bahwa Vian menyerahkan pekerjaannya kepada Arland.
Setelah itu, Vian berpamitan kepada Gaby dan tim produksi lainnya. Gaby mencoba tersenyum dan mengucapkan selamat jalan kepada lelaki itu, tapi dia tidak bisa menyembunyikan perasaan sedih dan kecewanya.
Setelah Vian pergi, Gaby tidak bisa fokus pada proses syuting lagi. Dia terus memikirkan tentang Vian, dia tahu pasti Vian pergi untuk menemui istrinya,. Disini Gaby akan terus berpura-pura tidak mengetahui tentang amnesia Vian, apalagi tentang kenyataan jika Vian sudah menikah. Dia akan mendekati Vian, menciptakan hubungan yang seakan-akan masa lalu mereka indah dan baik-baik saja.
Vian memutuskan untuk menjemput Nara di toko roti sepulangnya dia bekerja. Dia ingin meminta maaf secara langsung atas keterlambatannya dan ingin menghabiskan waktu bersamanya.
Vian tiba di toko roti beberapa menit sebelum Nara selesai bekerja. Dia memutuskan untuk menunggu di luar toko, sambil memandang sekelilingnya.
Sesaat kemudian terlihat Nara dan seorang teman kerjanya keluar dari toko roti. Melihat suami Nara di depan sana, teman Nara berpamitan dan berjalan menuju kendaraannya terparkir. Nara sendiri merasa terkejut dan tidak yakin bagaimana harus bersikap.
Di satu sisi, Nara merasa kesal karena Vian tidak datang ke Cafe seperti yang telah mereka rencanakan. Tapi di sisi lain, Nara juga merasa senang karena suaminya itu telah menunggunya di luar toko dalam keadaan baik-baik saja.
"Mas", sapa Nara saat gadis itu sudah berdiri di samping suaminya.
Vian memandang Nara dengan mata yang lembut dan meminta maaf. "Sayang, Mas benar-benar minta maaf karena aku tidak datang ke Cafe seperti yang kita janjikan tadi pagi," katanya cepat.
"Sebenarnya apa yang terjadi Mas?".
Vian mengambil napas dalam-dalam dan menjelaskan. "Ada sedikit masalah di kantor, dan aku harus menghandle nya segera dan untuk kabar, maafkan aku ponsel Mas mati".
Nara menatap Vian dengan mata yang sedikit kesal, tapi juga memahami. "Aku mengerti," katanya. "Tapi, aku sedikit kecewa karena aku sudah menunggumu lama di sana Mas."
"Iya sekali lagi Mas minta maaf ya, untuk mengganti acara kita yang gagal siang tadi. Mas akan membawamu ke suatu tempat yang indah, apa kamu mau?".
"Aku mau Mas" kata Nara dengan suara yang lembut. "Aku tidak akan kecewa lagi jika seperti itu", imbuh Nara menggoda dengan gaya yang sedikit centil.
"Baiklah, ayo sayang". Vian merasa lega karena Nara tidak marah.
Vian membukakan pintu mobil untuk Nara kemudian berjalan memutar menuju kursi kemudi.
Mobil yang mereka tumpangi berbelok ke sebuah jalan yang begitu asing untuk Nara. Jalan ini tidak seperti jalan-jalan lainnya yang ramai dengan orang dan kendaraan. Jalan ini sangat sepi, dengan hanya beberapa pohon yang berdiri di sepanjang jalan.
Nara tidak banyak bertanya, gadis itu hanya diam dan terus menikmati pemandangan jalan yang penuh dengan pepohonan itu. Hingga tiba pada sebuah tempat yang terlihat seperti lapangan dengan hamparan rumput yang luas. Nara di buat kagum dengan keindahan danau yang cukup besar berada di ujung.
Sore hari yang cerah membuat pemandangan alam di sekitar danau menjadi sangat indah. Matahari yang terbenam di ufuk barat membuat langit menjadi berwarna merah jingga, sangat cantik, begitu juga dengan permukaan air danau yang tenang memantulkan keindahan warna langit tersebut, membuatnya terlihat seperti sebuah cermin raksasa.
Vian menggandeng tangan Nara dan mengajaknya berjalan bersama. Nara tersenyum dan membiarkan Vian menggandeng tangannya. Mereka berdua berjalan dengan santai, menikmati kesunyian sekitar.
Tidak ada suara-suara yang mengganggu, hanya suara langkah kaki mereka dan suara daun-daun yang bergoyang tertiup angin. Mereka berdua berjalan dengan tenang, menikmati kebersamaan mereka.
Saat mereka mencapai tepi danau, Vian mengambil tangan Nara dan memandangnya dengan mata yang penuh kasih sayang.
"Aku suka tempat ini Mas, sangat indah", ucap Nara tanpa mengalihkan pandangannya dari danau itu.
"Syukurlah jika kamu suka sayang".
Nara tersenyum dan memandang Vian dengan mata yang lembut.
Mereka berdua kemudian duduk di tepi danau, menikmati pemandangan alam yang indah. Mereka berdua berdiam diri, menikmati kesunyian sekitar dan kebersamaan mereka.
Nara memandang sekelilingnya dengan mata yang terpesona. "Dari mana mas tahu ada tempat seindah ini di sini?"
"Aku... aku tidak tahu," katanya dengan suara yang pelan. "Aku hanya merasa bahwa aku harus membawamu ke sini."
Mendengar pernyataan Vian tersebut, seketika membuat Nara menoleh. "Apa maksudmu Mas?" tanyanya.
Vian menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu," katanya lagi. "Hanya saja, perasaanku membawaku ke sini. Aku merasa familiar dengan tempat ini."
"Em, mungkin ini adalah tempat yang pernah kamu kunjungi sebelumnya Mas," katanya.
Vian menggelengkan kepala. "Entahlah, aku tidak ingat,".
Tiba-tiba saja perasaan sendu menyeruak, pikiran Nara menerawang kemana-mana. Membayangkan Vian yang kemari bersama dengan seseorang selain dirinya, hal itu memang mungkin terjadi bukan!
"Sayang, kamu kenapa?", tanya Vian yang melihat perubahan ekspresi Nara.
"Tidak apa-apa Mas, aku hanya berpikir jika, mungkin tempat ini adalah tempat spesial mu dengan seseorang, kekasihmu dulu misalnya!".
"Jangan memikirkan hal yang bisa membuatmu terganggu Nara, sekarang disini aku bersamamu, dan aku sangat bahagia mengenalmu". Vian memandang Nara dengan mata yang lembut, meraih tangan Nara dan mencium punggung tangannya.
Nara tersenyum dan memeluk Vian. "Aku mengerti Mas, begitu juga denganku yang sangat bahagia bersamamu".
Vian yang teringat sesuatu segera berdiri dan beranjak, berlari menuju mobilnya. Sesaat kemudian pria itu kembali dengan sebuah tikar dan keranjang piknik di tangannya.
"Apa yang kamu bawa Mas?".
Vian tersenyum dan menunjukkan sebuah keranjang piknik yang telah disiapkannya. "Aku sudah menyiapkan makan sore kita," katanya dengan bangga.
Nara terkejut dan tersenyum. "Wah, kamu benar-benar memikirkan semuanya," katanya.
Vian mengangguk, dia membentangkan tikar tersebut kemudian membuka keranjang piknik. Di dalamnya terdapat berbagai makanan yang lezat, seperti sandwich, soda, buah, dan kue.
"Kamu benar-benar romantis," kata Nara dengan mata yang berbinar.
"Aku hanya ingin membuat kamu bahagia".
Mereka berdua kemudian duduk di tepi danau dan menikmati makan sore mereka bersama. Udara yang sejuk dan pemandangan yang indah membuat momen itu menjadi sangat spesial.