Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.
Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.
Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Sea menatap wajahnya di cermin. Pipinya merona, bibirnya masih sedikit bengkak karena ciuman Aldo tadi malam. Ia menggigit bibir, mencoba mengendalikan perasaan yang bercampur aduk dalam dirinya.
Ia tahu seharusnya menjauh. Ia tahu ini salah. Tapi kenapa tubuh dan hatinya semakin lemah setiap kali Aldo mendekat?
Sea menghela napas panjang. Air hangat masih mengalir membasahi tubuhnya, tetapi pikirannya penuh dengan pertanyaan.
Apakah ini cinta?
Atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?
Ia selesai mandi, memakai pakaian santai, dan keluar dari kamar mandi. Aldo masih di tempat tidur, bertumpu pada satu siku sambil memperhatikannya.
“Kamu terlihat cantik pagi ini,” gumamnya.
Sea merasakan jantungnya berdebar. “Aku… akan membuat sarapan.”
Aldo tersenyum miring. “Tunggu sebentar.”
Pria itu bangkit dari tempat tidur, menarik tangan Sea hingga gadis itu hampir jatuh ke pelukannya.
“Aldo…”
Aldo menatapnya dalam-dalam. “Kamu tahu, Sea?”
Sea menelan ludah. “Apa?”
“Aku ingin kamu tetap di sini. Selamanya.”
Sea menegang. “Aldo… kita sudah sepakat. Kita menikah hanya untuk memenuhi syarat keluargamu.”
Aldo menyipitkan mata. “Dan siapa yang bilang aku masih peduli dengan kesepakatan itu?”
Sea merasa darahnya berdesir. “Tapi—”
Aldo menarik dagunya, membuat gadis itu menatapnya langsung. “Kamu tidak mengerti, ya? Aku semakin tidak bisa melepaskanmu, Sea.”
Sea ingin menyangkal, tetapi tatapan Aldo begitu serius, begitu mendominasi.
Ia merasa seperti burung kecil yang sudah masuk ke dalam sarang elang.
Dan Aldo adalah elang itu.
Lelaki yang berbahaya.
***
SORE HARI
Sea duduk di balkon, menyesap teh hangat sambil menatap langit yang perlahan berubah jingga.
Ia butuh udara segar.
Ia butuh waktu untuk berpikir.
Namun, pikirannya tetap kembali ke Aldo.
Sosok pria itu terlalu mendominasi hidupnya sekarang.
Lalu, ponselnya bergetar.
Sebuah pesan masuk dari Riko.
Riko: Sea, aku ingin bertemu lagi. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.
Sea menggigit bibirnya.
Riko adalah bagian dari masa lalunya. Bagian yang membuatnya merasa aman.
Tetapi sekarang, ia berada di dalam dunia Aldo.
Dan dunia Aldo tidak pernah mengizinkan siapa pun masuk begitu saja.
Sea menatap layar ponselnya lama.
Jika ia bertemu Riko…
Apakah Aldo akan marah?
Atau lebih buruk lagi—
Apakah Aldo akan menghancurkan Riko?
Sea menarik napas dalam.
Ia harus berhati-hati.
Karena ia tahu satu hal.
Aldo bukan hanya pria biasa.
Ia adalah seseorang yang bisa memiliki segalanya…
Dan juga bisa menghancurkan apa pun yang berani menentangnya.
Sea menatap layar ponselnya lama. Pesan dari Riko masih ada di sana, menunggu jawaban.
Ia tahu bertemu dengan Riko bukan ide yang bagus. Tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Sea: Baik, kapan kita bisa bertemu?
Beberapa detik kemudian, balasan masuk.
Riko: Besok siang di kafe biasa. Aku akan menunggumu.
Sea menggigit bibirnya. Ia merasa seperti seseorang yang akan melakukan sesuatu yang terlarang, meskipun pertemuan ini tidak ada hubungannya dengan Aldo.
Tetapi, kenapa hatinya merasa bersalah?
Ia meletakkan ponselnya di meja dan menghela napas panjang.
“Kenapa wajahmu seperti itu?”
Sea tersentak. Aldo berdiri di ambang pintu balkon, menatapnya dengan mata tajam.
“Aku hanya…” Sea ragu memilih kata-katanya. “Memikirkan sesuatu.”
Aldo berjalan mendekat, duduk di sebelahnya. “Memikirkan apa?”
Sea menatap wajah pria itu. Aldo tampak begitu percaya diri, begitu mendominasi.
Dan ia tahu, pria ini tidak suka jika ada sesuatu yang disembunyikan darinya.
“Riko ingin bertemu denganku besok,” akhirnya Sea mengaku.
Mata Aldo menyipit. Rahangnya menegang.
“Untuk apa?”
Sea menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mungkin dia hanya ingin memastikan aku baik-baik saja.”
Aldo terdiam selama beberapa detik sebelum akhirnya tertawa kecil.
“Lucu,” katanya pelan.
Sea menatapnya, bingung. “Apa maksudmu?”
Aldo menoleh ke arahnya, ekspresinya berubah dingin. “Maksudku, aku tidak suka pria lain mengkhawatirkan istriku.”
Sea terkejut. “Aldo, kita sudah sepakat. Pernikahan kita hanya di atas kertas.”
Aldo mengangkat alis. “Dan apakah itu berarti aku harus membiarkanmu bertemu dengan pria lain sesukamu?”
Sea mendesah. “Riko hanyalah teman, Aldo.”
Aldo menatapnya dalam-dalam, lalu mendekat, membuat jarak di antara mereka menghilang.
“Dengar, Sea,” suaranya rendah, nyaris berbisik. “Aku bukan pria yang suka berbagi.”
Sea merasakan dadanya sesak. “Jadi, kamu melarangku bertemu dengannya?”
Aldo tidak langsung menjawab. Ia mengangkat tangan, menyelipkan anak rambut di belakang telinga Sea, lalu berkata dengan nada yang lebih lembut tetapi penuh ancaman,
“Aku hanya memperingatkanmu.”
Sea menegang. Aldo tidak perlu mengucapkan ancaman secara langsung. Cara bicaranya sudah cukup membuat Sea tahu bahwa pria ini serius.
Ia tidak ingin mencari masalah.
Tetapi, apakah ia akan membatalkan pertemuan dengan Riko begitu saja?
Ia tidak tahu.
Yang jelas, peringatan Aldo masih menggema di kepalanya.
Dan untuk pertama kalinya, ia mulai merasa bahwa dirinya benar-benar terjebak.