Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Ini Tidak Mudah
Begitulah awal kisah keputusan ini dibuat. Keira menjalani hidup berpura-pura sebagai asisten pribadi, padahal ia juga merangkap sebagai istri.
Keputusan yang amat berani lainnya yang sengaja diambil Keira adalah. Ia ingin suaminya meminta maaf kepada setiap wanita yang pernah dikencaninya.
Syarat yang amat sulit tapi disetujui oleh Revan. Tidak masuk akal memang. Mungkin kalian juga bertanya-tanya kenapa harus seperti itu alur ceritanya? Entahlah.
Keira mulanya ingin mengubah Revan menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu, sebutan playboy yang melekat padanya harus hilang. Terlepas dari pribadinya yang workaholic tentunya. Itu hal yang amat disukai Keira.
Namun, Keira juga memiliki tantangan yang amat berat menjadi istri pengusaha muda berbakat seperti Revan. Ia harus mampu menjadi pribadi yang cekatan dan mampu menguasai pekerjaan seorang asisten pribadi secara normal seperti pada umumnya.
Jika menyangkut kepentingan pekerjaan keduanya akan bersikap profesional.
"Jadi siapa yang mulai duluan?" tanya Keira memulai perbincangan.
"Kamu yang jalankan tugas kamu duluan. Peluk aku di setiap malam, kecup kening sebelum dan bangun tidur, siapin sarapan juga kopi hitam di kantor. Dan … aku pengen kamu beneran bisa jadi asisten pribadi. Biar aku gak cari lagi. Aku pengennya cuma kamu," terang Revan dengan senyuman manisnya.
Revan segera meraih tengkuk istrinya kemudian merebahkannya dalam dada bidangnya, sementara kedua tangannya yang kekar mengungkungnya dengan begitu hangat.
"Oke, tapi boleh aku tanya sesuatu? Sedikit mengarah ke pribadi. Tapi jangan marah," ujarnya dengan sangat berhati-hati.
"Katakan saja, Keira—aku tidak akan marah jika itu kamu yang mengatakannya." Revan mengusap lembut pipi Keira dengan buku jemarinya.
"Kenapa Pak Boss pemarah? Kenapa sering bergonta-ganti pasangan? Kenapa selalu mengajak teman kencan berakhir di ranjang?" tanya Keira mencecar.
Revan tercengang, meski kemudian diikuti oleh senyum simpulnya. Helaan napas panjang dan dalam pun ia lakukan demi mengurangi gejolak rasanya.
"Mulai sekarang jangan panggil Pak Boss, panggil Mas saja. Saya lebih suka. Bagi saya itu terdengar lebih intim."
Keira berpindah posisi, ia menopang dagunya dengan sebelah tangannya yang diletakkan di atas dada suaminya. Matanya menatap lekat dengan jarak yang bisa dibilang amat dekat hingga hampir terkikis.
Ada rona bahagia di wajahnya. Ia bahkan lupa ini jam berapa? Harus melakukan apa? Yang ia tahu hari-hari sedihnya telah terlewati.
"Baiklah, Mas …." Bibirnya melengkung indah dengan sempurna.
Membuat Revan terasa lega. Ada gelagat aneh yang kian membuncah dengan panggilan itu.
"Jadi sebenarnya kenapa pengen aku serius belajar jadi asisten pribadi beneran?"
"Aku sudah bilang kalau aku cuma mau deket terus sama kamu, juga gak mau kamu jadi asisten orang lain."
"Maksudnya Bramantyo? Mas mulai cemburu rupanya?" tanyanya, kali ini ia mulai berani bergelayut manja.
Revan mengangguk. Dia memang sudah mendengar langsung dari Alan. Jika pria itu hanya ingin adiknya menikah dengan dua kandidat yang mau bekerja sama dengannya. Yaitu antara dia sendiri dan juga Bramantyo Baskara.
Tentu saja setelah mengetahui kabar itu membuat Revan resah. Awalnya ia biasa saja. Tapi setelah dipertemukan langsung dengan Keira ia berubah.
Rasa takjub, kasihan, penasaran, jadi satu. Bahkan sikap perhatian yang selalu ditunjukkan oleh Keira padanya membuatnya terbiasa. Bahkan setiap waktu setiap detik wajahnya selalu membayangi benak Revan.
Hal itu yang membuatnya cepat-cepat berunding dengan sang ayah untuk mencari celah Alan selaku kakaknya. Meski sebenarnya terkesan begitu peduli, ia adalah sosok yang tamak.
Bahkan Alan tega dengan sengaja menjadikan Keira sebagai jaminan bisnis. Siapa sangka jika kesepakatan ini justru dibuat semasa Irawan masih hidup.
Mengapa keluarga yang semestinya hangat begitu tega berlaku tidak adil pada Keira?
Merasa cintanya berbalas. Revan menarik bahu istrinya hingga terjatuh dalam rengkuhannya. Rasanya begitu hangat dan tenang ketika ia memeluk wanitanya.
"Jangan pergi dariku Keira. Aku bisa gila jika itu terjadi. Entah sejak kapan, aku sudah jatuh cinta padamu. Mungkin … ketika Pak Irawan memberikan potretmu pertama kali," ujarnya mengisahkan awal mula dirinya jatuh cinta.
"Aku juga belum pernah ngerasain punya pacar. Papa dan Mama selalu mengawasi selama ini. Tapi berbeda dengan Kak Alan, ia sering mengajakku jalan ke bioskop, dan juga mall meski hanya sekedar berbelanja," kisahnya.
"Aku merindukan Mama, dulu aku selalu dimanja. Hingga aku nyaris tak pernah berpikir harus bekerja dan hidup mandiri. Nyuci beras aja aku gak bisa. Kalau gak dipaksa kost sama Kak Alan, mungkin tidak pernah ada pengalaman itu," ujarnya lagi. Ia meluapkan kerinduannya pada kedua orang tuanya yang telah tiada.
Tangan Revan mengelus lembut punggung Keira memberikan efek menenangkan. Membuat gadis itu ingin memejamkan matanya dalam dekapan suaminya.
Bau harum khas parfum Revan dan juga wajahnya yang nyaris sempurna itu memang mampu membuat wanita maupun berlama-lama dalam dekapannya.
"Mengapa memilih jadi playboy dari pada harus menikah?"
Sekujur tubuh Revan terasa memanas setelah mendengar pertanyaan itu dilontarkan oleh istrinya sendiri. Rasanya ia memang harus berbagi kisah dan jujur terhadap Keira mengenai masa lalunya.
"Dulu aku pernah bertunangan. Aku begitu sayang sama dia. Hingga kami berencana menikah. Acara pernikahan hampir digelar. Fitting baju pengantin, undangan, dan juga persiapan lainnya sudah rampung. Tapi justru pada saat hari dilangsungkan acara, ia pergi dengan pria lain. Dan tidak pernah lagi kembali."
Mata Revan berkaca-kaca mengisahkan tentang masa lalunya. Keira memang sangat pengertian. Ia mendaratkan kecupan lembut di bibir, di kedua pipi, dan juga kening suaminya.
Membuat pria itu melupakan masa lalunya seketika. Memang hanya Keira yang membuat rasa itu berubah. Sejak lama, meski berganti wanita setiap malam, tidak satupun yang memiliki misteri sedasyat istrinya.
"Aku bisa menggila dan beneran menyerang kamu kalau kamu terus-terusan begini," tukas Revan sambil tersenyum sumringah.
Bagi Revan, wajah istrinya adalah wanita tercantik saat ini. Apa lagi ia sudah pernah melihat istrinya polos tanpa memakai makeup. Dengan polesan tipis seperti sekarang tentunya menambah kecantikan wanita berkulit putih itu.
"Mas, aku penasaran dengan caramu memperlakukan semua wanitamu," ujar Keira, tiba-tiba saja ia berkata yang membuat Revan seperti ditampar.
"Kenapa?" tanya Revan berubah angkuh. Sejujurnya, ia telah malu dengan sikapnya sendiri di masa lalu.
"Kapan aku bisa merasakan hal itu?"
Pertanyaan sekaligus penyataan yang membuat Revan segera bangkit dari tidurnya. Matanya terbelalak tak percaya, gadis cantik yang belum pernah jatuh cinta ini menawarkan hal yang benar-benar diinginkan Revan sepenuhnya.
"Kamu yakin? Serius dengan pertanyaan kamu yang barusan?" tanya Revan berusaha berhati-hati saat mengutarakan niatnya.
Keira mengangguk mengiyakan. Dengan sekali hentakan, tubuh keduanya berguling di kasur empuknya. Napas Revan yang hangat mulai terasa di pipi Keira.
"Berikan aku anak," ucap Revan disertai desisan.
Kemudian keduanya hanyut dalam rasa yang dinamakan jatuh cinta. Revan bahkan serasa puber kedua, layaknya remaja yang saling jatuh hati ia amat bahagia hari itu.
"Mas, memangnya sakit ya kalau melakukan seperti itu pertama kali? Tapi kok Mas begitu sama banyak perempuan berkali-kali?"
Keira membuyarkan fokus Revan yang berakibat emosi. Meski begitu ia tidak marah. Hanya menghela napas dan duduk sejenak.
"Apakah kamu sangat ingin dan penasaran?" tanya Revan memastikannya sekali lagi.
"Ya. Hanya saja aku takut sakit."
Keira mencebikkan bibirnya ketika berkata. Ia menundukkan kepalanya perlahan. Rasanya hari itu ia benar-benar sudah menjadi gadis binal yang merayu suaminya sendiri habis-habisan.
— To Be Continued