Nilam rela meninggalkan panggung hiburan demi Indra, suaminya yang seorang manager di sebuah pusat perbelanjaan terkenal. Sayangnya, memasuki usia dua tahun pernikahan, sang suami berulah dengan berselingkuh. Suaminya punya kekasih!
Nilam yang kecewa kepada suaminya memutuskan untuk kembali lagi ke panggung hiburan yang membesarkan namanya dulu. Namun, dia belum mampu melepaskan Indra. Di tengah badai rumah tangga itu, datang lelaki tampan misterius bernama Tommy Orlando. Terbesit untuk balas dendam dengan memanfaatkan Tommy agar membuat Indra cemburu.
Siapa yang menyangka bahwa lelaki itu adalah seorang pengusaha sukses dengan masalalu kelam, mantan pemakai narkoba. Mampukah Tommy meraih hati Nilam yang terlanjur sakit hati dengan lelaki dan bisakah Nilam membuat Tommy percaya bahwa masih ada cinta yang tulus di dunia ini untuk lelaki dengan masa lalu kelam seperti dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemari Kertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mati Kutu
Nilam bersikap santai, bersikap seolah-olah menerima bahwa dia sudah ikhlas Indra akan berbagi kepada Marissa. Di suatu malam saat makan malam, Indra ternyata membawa Marissa makan bersama di ruang makan mereka. Nilam baru saja turun ketika pelayannya memanggil, mengatakan kepada majikannya itu bahwa Indra kembali datang dengan membawa Marissa.
"Lam, aku membawa Marissa untuk ikut serta makan bersama malam ini. Kau tak keberatan kan?" tanya Indra memuakkan.
Nilam turun, dia baru saja pulang dari salon. Tampilannya begitu segar, rambutnya baru saja di bentuk bergelombang karena beberapa saat yang lalu, Nilam ada pertemuan dengan produser ternama bersama Yuki. Tentu saja Indra tidak tahu hal itu, Nilam pun tidak ingin memberitahunya.
Saat Nilam turun dari tangga, tampak Indra memandangnya dengan tatapan memuja. Hal itu membuat Marissa kesal. Ia jadi mencubit lagi pinggang Indra hingga membuat lelaki itu memekik kesakitan.
"Jaga matamu, Ndra! Sebentar lagi bukan hanya dia istrimu, tapi juga aku!" dengus Marissa sebal, sementara Nilam hanya tertawa kecil melihat pemandangan itu.
Harum tubuh Nilam menguar begitu saja, ketika ia melewati dua pasangan haram yang sudah duduk di atas meja makan rumahnya. Aroma vanilla, ciri khas seorang Nilam Asmarani. Indra lagi-lagi menelan salivanya susah payah ketika Nilam duduk dengan tenang di depan mereka.
"Makanlah, aku sengaja meminta bibi memasak yang enak, aku yakin kau tak masak." Nilam menunjuk Marissa dengan jari lentiknya.
Marissa menatapnya penuh kebencian, Nilam suka itu. Dia jadi semakin bersemangat memainkan peran.
"Rencananya, aku juga akan tidur di sini malam ini." Marissa bersuara, Nilam tertawa lagi. Dia menggeleng.
"Marissa, kau memang akan segera menjadi istrinya juga, tapi bukan berarti kau bisa seenaknya untuk keluar masuk rumah ini. Aku masih berhak atas Indra, jadi sebelum kau menikah dengannya, jangan pernah berharap untuk bisa tidur di sini. Kalau makan ya ... bolehlah. Aku kasihan kepadamu, takut kau kelaparan kelak."
Marissa melotot mendengarnya, dia mencengkram lengan Indra, meminta Indra untuk membelanya.
"Nilam benar, Ris. Aku juga tak enak dengan tetangga kompleks ini jika kau sudah tidur di sini. Sabarlah, sampai kita menikah kelak. Tak lama lagi."
Muak Nilam mendengarnya, tetapi di tetap berusaha tenang juga santai menghadapi kedua manusia tak tahu malu di depannya ini.
Nilam makan dengan tenang. Pelayan menuangkan minuman untuk Nilam, melayani Nilam mengambil lauk pauk tapi tidak dengan kedua orang di depannya. Hal itu membuat Marissa semakin bertambah kesal.
"Tuangkan untuk Indra, kau harus belajar menjadi istri yang baik." Nilam berkat sambil tersenyum manis, Marissa berdecak sebal.
"Tidak adil sekali rasanya, Lam, kalau kau hanya memerintahkan pelayan untuk melayanimu. Bukankah aku juga suamimu, dan Marissa sebentar lagi akan menjadi madumu? Dia juga sedang hamil anakku, bukankah itu artinya akan menjadi anakmu juga?"
Cih! Nilam hampir muntah mendengar kata-kata keparat itu! Ia hanya menggeleng tak habis pikir dengan pernyataan Indra barusan. Pede sekali merasa bahwa Nilam ikhlas betulan bakal punya madu.
"Justru karena dia sedang hamil, dia harus belajar banyak hal. Betul, Bi?" Nilam menoleh kepada pelayannya yang segera mengacungkan jempol tanda setuju.
"Jadi malam ini aku tidak bisa tidur di sini, Ndra?"
Marissa merengek seperti anak kecil, wajahnya masam apalagi setelah itu, Indra menggeleng. Indra sendiri ingin bersama Nilam malam ini. Dia sudah lama tak merengkuh indahnya tubuh Nilam. Sementara Nilam sendiri sudah mempersiapkan sesuatu malam kelak. Indra memang mengirimkan pesan kepadanya bahwa dia rindu Nilam, dan nanti itu akan Nilam manfaatkan untuk memperoleh tanda tangan dari suaminya itu.
"Jangan membantah, Marissa. Tetangga di sini semuanya seperti CCTV. Mereka pasti akan melaporkanmu ke pak RT jika kau berani menginap sebelum terjadi pernikahan di antara kau dan Indra."
Nilam memandang puas wajah pias Marissa yang tetap dibuat angkuh di depannya itu. Namun, dia akhirnya tak lagi merengek tetapi sebagai gantinya, dia meminta Indra ikut bersamanya. Nilam mempersilahkan saja tapi kuat keyakinan Nilam bahwa Indra pasti akan mendatanginya malam kelak.
Saat tengah asyik melanjutkan makan, ponsel Nilam berbunyi. Dari sebuah nomor tak dikenal. Nilam jadi mengerutkan dahi. Dia tak pernah memberikan nomornya ke sembarang orang. Namun, akhirnya diangkat juga olehnya panggilan telepon itu.
"Hallo, Nilam di sini." Nilam memulai percakapan pertama.
"Hallo Sayang, ini Tommy."
Nilam diam sesaat.
Apa-apaan lelaki ini sampai meneleponku segala? Pakai sayang-sayangan lagi.
Namun, Nilam punya ide lebih baik. Tommy menelepon tepat pada waktunya.
"Oh, Mas Tommy, nanti aku hubungi lagi ya, aku sedang di rumah."
Wajah Indra langsung merah padam. Dia cemburu berat. Nilam mengamatinya perlahan lalu menutup sambungan telepon dengan lembut setelah berbincang sebentar dengan Tommy.
"Siapa, Lam?!" tanyanya dengan sedikit membentak.
"Slow, Ndra." Nilam berkata santai lalu menyesap minumannya.
Indra tampak menatap Nilam tajam. Sedang Nilam sendiri menikmati tampang cemburu lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu.
"Baiklah, lanjutkan saja makan kalian. Aku ingin istirahat, jadwalku mulai padat. Dan kau," tunjuk Nilam kepada Marissa. "Jangan lupa untuk pulang, batas bertamu hanya sampai pukul sembilan malam."
"Kau!" Marissa berdiri, hendak menyerang Nilam yang segera mengangkat tangannya.
"Wow wow, jangan seperti itu di rumah orang, kau bisa dilaporkan atas pasal perbuatan tidak menyenangkan. Ingat, kau belum menikah dengan Indra, belum ada hak apa-apa di sini." Nilam kemudian menurunkan tangannya lalu beranjak menuju anak tangga. Jalannya anggun dan elegan dengan bokong bulat dan indah yang berlenggak lenggok seolah mengejek Marissa yang kepanasan di tempatnya sekarang.
Indra sendiri hanya diam membeku, dia tak menyangka, Nilam bisa berubah secepat ini. Di luar dugaannya.