Tentang Kania yang hamil di luar nikah. Tanpa dia tahu, yang menghamilinya adalah seorang CEO muda.
***
Dunia Kania menjadi gelap setelah malam itu. Tak ada lagi Kania yang ceria, tak ada lagi Kania yang murah senyum.
Yang ada hanya Kania yang penuh dengan beban pikiran yang gelisah menanti bulan selanjutnya. Berapa garis yang akan di hasilkan oleh sebuah testpack di bulan depan?
**
Bertahun-tahun Kania berjuang sendiri menghidupi buah hatinya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Kepandaiannya menarik orang-orang untuk menjadikannya bintang. Hingga akhirnya, lewat jalan itulah Kania di pertemukan dengan ayah kandung anaknya yang ternyata bukanlah orang biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhessy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Hati Rama menghangat membayangkan dirinya dan Kania berdiri di atas pelaminan. Itu yang dia rasakan saat menjadi tamu undangan dari teman seperjuangannya di universitas, Santika.
Harusnya, dia membawa Kania. Namun mamanya memaksa dirinya untuk datang bersama Dita. Dengan alasan kalau keduanya dengan pengantin itu teman kuliah.
Tentu itu di jadikan kesempatan mamanya, dan mungkin saja Dita, agar Rama dan Dita semakin dekat.
Padahal, sejak jaman mahasiswa baru mereka sudah dekat. Namun hanya sebatas teman. Tidak lebih karena Rama telah menyukai Kania.
Apalagi Kania sekarang sudah menerima cintanya. Tinggal meminta restu kedua orangtuanya dan menunggu Kania bertemu lagi dengan keluarganya. Baru setelah itu keduanya akan memikirkan langkah yang lebih serius untuk hubungan mereka.
Raganya memang duduk bersebelahan dengan Dita. Bersama Dita. Namun hatinya ada pada Kania yang saat ini tentu saja sedang mengantar Shaka untuk shooting.
Ah, anak itu. Tidak menyangka kalau dia akan menjadi seorang publik figur dan bisa membantu keuangan Kania yang memang baru saja tertimpa musibah.
"Sama Dita makin dekat aja, bro." Salah satu temannya yang bernama Adit yang duduk di sebelah Rama berbisik pelan di telinga Rama.
Rama menghela napas pelan lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Adit untuk berbisik. "Nggak usah pura-pura nggak tahu! Aku kayak gini karena mamaku."
"Masih nunggu Kania? Memang dia dimana, sih, sekarang? Kenapa bisa ngilang sampai nggak ada jejak gini?"
Adit memang tahu kalau sejak awal yang di sukai Rama adalah Kania, bukan Dita.
Tapi Adit tidak tahu kalau selama ini Rama dan Kania sering bersama. Cara Rama menyembunyikan Kania begitu apik sehingga tidak ada satupun yang tahu di mana keberadaan Kania.
Apa yang Rama lakukan tentu di dukung dengan menghilangnya semua akun Kania dan juga nomor ponsel Kania yang sudah di ganti pada saat itu.
Rama hanya mendengus dan menyunggingkan sedikit senyuman tipis. Belum berniat ingin mengatakan bahwa dia mengetahui keberadaan Kania selama ini.
Rama harus menunggu Kania siap. Siapa tahu Kania belum ingin teman-temannya dulu tahu keberadaannya sekarang dan tahu bagaimana kehidupannya sekarang.
Meskipun tak lama lagi bisa jadi semua orang akan tahu tentang Kania karena wajah anaknya akan segera tampil di televisi. Biasanya ibunya akan ikut di sorot. Tapi Rama rasa dia tidak berhak untuk memberitahu siapapun tentang Kania tanpa seijin Kania.
Setelah dari undangan dan mengantar Dita pulang, Rama segera menuju suatu tempat untuk menemui Tristan. Adik dari Kania. Rencananya Rama akan mempertemukan Tristan dengan Kania.
Saat memasuki cafe, Rama langsung bisa menemukan Tristan. Tristan yang masih mengenakan seragamnya membuatnya mudah untuk di kenali.
"Sudah lama, Tan. Maaf telat. Habis dari acara pernikahan temanku," ucap Rama setelah menyalami tangan Tristan.
Tristan tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, Mas. Saya juga baru saja sampai."
"Bagaimana pekerjaan kamu hari ini?"
Tristan tersenyum lagi. "Pekerjaan akan selalu menyenangkan jika di kerjakan dengan senang hati."
Rama terkekeh kecil mendengar jawaban Tristan. "Ya, kamu betul. Sudah pesan minum?"
"Oh, sudah, Mas. Saya juga sudah pesan buat Mas Rama."
Obrolan basa-basi mereka terhenti saat pelayanan mengantarkan minuman yang sudah di pesan Tristan.
Tristan meraih greentea matcha yang sudah dia pesan. Menghirup aromanya yang begitu menenangkan, lalu menyeruputnya sedikit.
"Jadi kapan saya bisa bertemu dengan Mbak Kania, Mas?" tanya Tristan setelah meletakkan kembali cangkir yang dia pegang ke atas meja.
Rama berdehem kecil sebelum menjawab pertanyaan Tristan. "Sore ini kamu bisa?"
Tristan mengangguk pasti. "Bisa, Mas."
"Baiklah. Setelah ini kita langsung berangkat. Rumahnya tidak terlalu jauh dari sini."
Tristan tersenyum lebar. "Iya, Mas. Terimakasih selama ini Mas Rama sudah menjaga Mbak Kania dan anaknya dengan baik." Rasanya, Tristan sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan Kania.
"Itu sudah kewajiban aku, Tan."
Jawaban Rama membuat Tristan mengernyitkan keningnya dan menatap Rama dengan penuh tanya.
"Emm... Maksudnya, dulu Kania tidak mau siapapun tahu keadaannya dan keberadaannya. Hanya aku yang ada untuknya saat itu. Dan aku menjaganya dengan baik karena dia sedang hamil." Rama menjawabnya dengan salah tingkah membuat Tristan tertawa kecil.
"Itu karena Mas Rama cinta dengan Mbak Kania. Jadi rasa ingin melindungi itu ada di dalam hati Mas Rama."
Rama mengangguk kaku. Rasanya malu saat perasaannya di ketahui oleh adik dari wanita yang dia cintai. Padahal itu bukanlah hal yang salah apalagi memalukan.
Rama berhak memiliki perasaan tersebut karena Rama sendiri pun tidak bisa mengendalikannya. Semua di luar kuasanya.
***
Air mata haru menetes dari kedua mata Tristan saat menatap wanita yang kini berdiri membelakanginya dan sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya.
Tubuhnya masih terlihat kurus. Atau mungkin lebih kurus dari yang terakhir Tristan lihat.
Apa Kania hidup dengan baik selama ini?
Tristan rasa tidak dengan hatinya. Raga Kania memang terlihat sehat dan baik-baik saja. Tapi tidak dengan hati dan pikirannya.
Itu yang ada di dalam pikiran Tristan.
Sengaja Tristan meminta Rama agar menghentikan mobilnya sedikit jauh dari rumah Kania untuk memberi kejutan pada Kania.
Ternyata semesta mendukungnya. Kania sedang menyiram tanaman dan tak menyadari kehadiran Tristan dan Rama.
"Mbak Kania," panggil Tristan dengan suara parau.
Tristan dapat melihat keterkejutan pada kakaknya. Kepala yang semula menunduk melihat tanaman di depannya kini mendongak setelah mendengar suara Tristan.
Selang air yang ada di tangan Kania pun langsung terlepas dan mendarat sempurna di atas tanah dengan ujung selang yang masih mengeluarkan airnya.
Kania membalikkan badannya. Matanya terbelalak melihat sosok Tristan tang berdiri di hadapannya.
"Tristan?" Kania berucap setengah tak percaya bahwa yang kini berdiri di hadapannya adalah adik satu-satunya yang kini sudah sukses. Menjadi seorang pilot. Seperti impiannya dulu.
Wajah Tristan yang semakin dewasa tak membuat Kania lupa dengan wajah Tristan meskipun sudah lima tahun lamanya.
Tristan bilang, dia ingin menjadi pilot agar dia bisa mengantar ayah dan ibunya, juga Kania jika ingin pergi ke manapun jika sedang naik pesawat.
Tristan ingin keluarganya bangga dengannya. Menjadi sopir pesawat di mana keluarganya yang menjadi penumpangnya.
Kini impian itu terwujud. Kania bangga. Harapan ayah ibunya hanya tinggal Tristan. Dan Tristan membuktikan bahwa dia mampu membanggakan orangtuanya.
Tidak seperti dirinya yang sudah mencoreng nama baik keluarganya.
"Mbak Kania nggak pengen peluk aku?" Tristan merentangkan kedua tangannya. Menerima tubuh Kania yang langsung mendekat dan masuk ke dalam pelukan Tristan.
Keduanya terisak. Menyalurkan rasa rindu yang begitu besar setelah lima tahun lebih tak bertemu.
"Adik Mbak udah besar," ucap Kania di sela isak tangisnya. "Hiks... Udah jadi pilot. Mimpinya udah tercapai ya, Ganteng! Hiks... Adik Mbak ganteng banget pakai seragam begini."
Kania mengusap seragam yang di kenakan Tristan setelah pelukan mereka terlepas.
"Mbak sehat? Aku kangen sama Mbak Kania. Peluk lagi." Tristan kembali menarik tubuh Kania untuk dia peluk.
"Mbak juga kangen banget sama kamu, Tristan. Mbak kangen bapak sama ibuk. Gimana kabar mereka, Tan? Pasti mereka masih marah sama Mbak ya, Tan?"
Tristan tak ingin menjawab pertanyaan yang jawabannya akan membuat Kania sedih. Tristan ingin berbahagia melebur rasa rindunya dengan Kania terlebih dahulu.
🌹🌹🌹
"Tuh, kan. Apa aku bilang. Kania itu bukan wanita baik-baik. Sekalinya di samperin sama dua cowok sekaligus."
Devan melihat Kania yang kini berada di dalam pelukan lelaki berseragam pilot dari kejauhan.
Niat hati ingin melihat Shaka. Namun yang dia dapati justru pemandangan ibu dari anaknya yang kini sedang berada di dalam pelukan seorang lelaki.
"Hebat juga wanita itu. Yang masuk ke perangkapnya bukan lelaki sembarangan," gumamnya lagi karena melihat satu lelaki berdiri di sana dan melihat Kania berpelukan dengan pilot itu.
"Pasti lelakinya juga cuma main-main doang sama Kania. Mana ada lelaki yang biasa saja saat melihat wanitanya di peluk laki-laki lain?"
Sebenarnya Devan tak yakin Kania adalah wanita seperti itu. Namun hati Devan sudah tertutup dengan pemikiran awalnya tentang Kania.
Bagi Devan, Kania tetaplah bukan wanita baik-baik.
🌼🌼🌼
Pada nungguin yakk... maafkan, hari ini lagi repot banget. kemarin jugakkk.. 😥😥
🌹🌹
di dunia nyata aja banyak tuh samaan nama..
gak ush peduliin nyinyiran orang thor, anggap aja tuh orang bnr" ngehayati cerita kamu