NovelToon NovelToon
Bukan Sistem Biasa

Bukan Sistem Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Dikelilingi wanita cantik / Bercocok tanam / Sistem
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Sarif Hidayat

Beberapa bulan setelah ditinggalkan kedua orang tuanya, Rama harus menopang hidup di atas gubuk reot warisan, sambil terus dihantui utang yang ditinggalkan. Ia seorang yatim piatu yang bekerja keras, tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi dunia yang kejam.
​Puncaknya datang saat Kohar, rentenir paling bengis di kampung, menagih utang dengan bunga mencekik. Dalam satu malam yang brutal, Rama kehilangan segalanya: rumahnya dibakar, tanah peninggalan orang tuanya direbut, dan pengkhianatan dingin Pamannya sendiri menjadi pukulan terakhir.
​Rama bukan hanya dipukuli hingga berdarah. Ia dihancurkan hingga ke titik terendah. Kehampaan dan dendam membakar jiwanya. Ia memutuskan untuk menyerah pada hidup.
​Namun, tepat di ambang keputusasaan, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
​[PEMBERITAHUAN BUKAN SISTEM BIASA AKTIF UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA TUAN YANG SEDANG PUTUS ASA!
APAKAH ANDA INGIN MENERIMANYA? YA, ATAU TIDAK.
​Suara mekanis itu menawarkan kesepakatan mutlak: kekuatan, uang,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 Membelikan bela pakain

Rama melangkah menjauh dari arena kekacauan yang ditinggalkannya. Kengerian yang terpancar dari wajah para preman dan kengerian para saksi mata sama sekali tidak memengaruhi suasana hatinya. Wajahnya tetap tenang, seolah ia baru saja membersihkan halaman dari sampah yang mengganggu.

​Tepat pada saat ia berjalan melewati kios penjual minuman, suara Sistem kembali terdengar, kali ini dengan nada penuh kemenangan dan kepuasan.

​[DING! Selamat, Tuan Rumah! Telah menyelesaikan Misi Darurat. Mendapatkan hadiah berupa kartu hitam dengan limit tanpa batas]

​Mendengar konfirmasi hadiah tersebut, seulas senyum tipis terukir di bibir Rama.

​"Sistem, Kartu Hitam? Apa maksudnya ini?" tanya Rama dalam hati, tidak ingin menarik perhatian kerumunan di sekitarnya.

​[Kartu Hitam adalah artefak khusus yang dikonversi ke dalam bentuk dunia fana.]

[Fungsi: Media transaksi absolut.]

[Atribut: Limit tak terhingga, identitas anonim, dan otoritas mutlak.]

[Kartu ini terikat langsung pada Sistem dan berada di luar pengawasan hukum finansial dunia fana.]

[Dapat digunakan pada seluruh mesin EDC, pembayaran tunai, maupun sistem konvensional lainnya.]

​Rama terdiam sejenak. Ia teringat pada uang tertunda yang masih ada di profilnya.

​"Lalu, bagaimana dengan hadiah Uang Tunai Rp 25.000.000 yang belum ku ambil?" tanya Rama.

​[DING! Berdasarkan aktivasi Kartu Hitam, semua hadiah finansial yang belum di ambil akan otomatis dicairkan dan dikreditkan ke Kartu Hitam dalam 1 detik.]

​[Proses Transfer: Rp 25.000.000... Selesai!]

​Rama merasakan sensasi aneh, seolah ada benda berbentuk kartu yang muncul di saku celananya. Ia merogoh saku dan menemukan sebuah kartu hitam solid, polos, tanpa logo bank, tetapi terasa dingin dan berat di tangannya. Sebuah lambang kecil berbentuk sistem yang disederhanakan terukir samar di sudut kartu.

​Sekarang aku tidak perlu lagi berbohong tentang 'menarik uang' ke Bela, pikir Rama sambil tersenyum puas. Dengan kartu ini, ia benar-benar bisa membeli apa pun yang Bela inginkan tanpa harus khawatir soal nominal.

​Kembali ke Toko Pakaian

​Rama kembali berjalan santai dan tak lama kemudian ia tiba kembali di toko pakaian di mana Bela menunggunya.

​Bela, yang masih cemberut karena ditinggal tiba-tiba, menoleh. Ekspresinya yang kesal seketika berubah menjadi bingung saat melihat Rama kembali.

​"Kak Rama! Tadi ke mana saja? Kenapa lama sekali, katanya cuma mau ambil uang?" protes Bela, tangannya memegang tiga buah pakaian yang ia yakini mampu ia beli.

​"Maaf, Bela. Tadi ada sedikit urusan di ATM," jawab Rama tenang, mengabaikan tatapan mata Bela yang penuh curiga. "Bagaimana? Sudah memilih?"

​Bela menghela napas, lalu menunjukkan tiga potong pakaian di tangannya. "Aku sudah memilih yang ini. Totalnya tidak lebih dari dua ratus ribu. Uangku cukup, Kak. Jadi, kita bayar ini saja, ya?"

​Rama tersenyum melihat kesederhanaan Bela. Ia mendekat, tangannya mengambil semua pakaian yang ada di tangan Bela.

​"Apa-apaan sih, Kak?" Bela mengerutkan kening.

​Rama meletakkan kembali ketiga pakaian itu ke rak. "Tadi aku sudah bilang, pilih semua yang kamu suka. Semua akan Kakak bayar."

​"Tapi, Kak—"

​"Tidak ada tapi," potong Rama lembut, namun tegas. Ia menatap mata Bela lurus-lurus. "Kamu butuh pakaian, dan Kakak punya uang. Sekarang, ayo kita cari yang kamu suka, tanpa melihat label harga."

​Bela terdiam. Ada sesuatu dalam tatapan Rama—sebuah ketenangan dan kemantapan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Keberanian dan keyakinan Rama setelah menghilang sebentar seolah telah melenyapkan keraguan Bela.

​"B-baiklah kalau begitu," kata Bela, ragu-ragu, namun matanya sudah kembali memancarkan binar kegembiraan yang sulit disembunyikan. "Aku mau coba pilih rok dan beberapa kemeja juga!"

​Rama hanya mengangguk, lalu berbalik kepada pelayan toko yang menatap mereka dengan penasaran.

​"Tolong bantu adik saya memilih apa pun yang ia inginkan. Ambilkan semua ukuran yang dia perlukan. Saya yang akan membayar semua tagihan," ujar Rama, menyerahkan Kartu Hitam polos yang dingin itu kepada pelayan toko.

​Pelayan toko itu sempat ragu melihat kartu tanpa logo bank yang aneh, tetapi begitu Rama menatapnya, ia merasakan getaran aneh, seolah harus patuh. Ia segera menerima kartu itu memeriksanya sekilas kalau menyerahkan kebali pada Rama, dan mulai membantu Bela, yang kini berlari riang memilih pakaian baru.

Bela kini bergerak dengan energi yang tak terbendung, melupakan sama sekali kejadian sebelumnya. Ia menjelajahi setiap rak, matanya berbinar melihat deretan blus, kemeja, rok, dan gaun dengan berbagai model dan warna. Ia meraih sehelai kemeja berwarna peach lembut dengan aksen renda, lalu memadukannya dengan rok denim selutut yang lucu. Tangannya bergerak cepat, memilih beberapa potong lagi, termasuk gaun pesta sederhana yang selama ini hanya bisa ia impikan.

​"Kak Rama, bagaimana dengan ini?" seru Bela dengan antusias, memegang gaun berwarna biru navy yang anggun. Matanya memancarkan keraguan sekaligus harapan. "Apakah... ini terlalu mahal?"

​Rama tersenyum. Ia menghampiri Bela dan mengamati gaun di tangannya. "Tidak ada yang terlalu mahal, Bela. Cobalah. Jika kamu suka, kita ambil."

​Bela mengangguk, lalu bergegas menuju ruang ganti. Tak lama kemudian, ia keluar dengan gaun yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Gaun itu menonjolkan siluet rampingnya dan membuat kulitnya terlihat lebih cerah. Ia berputar sekali, canggung tapi bahagia.

​"Bagaimana, Kak?" tanyanya, pipinya sedikit memerah.

​Rama menatapnya, sejenak terdiam. "Cantik sekali, Bela. Ambil itu."

​Wajah Bela berseri-seri. Ia kembali ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya, lalu kembali dengan tumpukan pakaian yang telah ia pilih. Tak kurang dari sepuluh potong pakaian baru—beberapa kemeja, rok, gaun, dan bahkan sebuah jaket ringan—kini ada di tangannya. Rama mengangguk puas.

​"Baik, itu saja, Bela?" tanya Rama.

​Bela mengangguk, napasnya sedikit terengah-engah karena kegembiraan. "Iya, Kak! Ini sudah banyak sekali!"

​Rama berbalik menghadap kasir. Pelayan toko yang tadi ia temui sudah menunggu di meja pembayaran, matanya masih sedikit curiga, namun ia berusaha bersikap profesional. Ia mulai memindai setiap barcode dengan cepat. Angka-angka di layar kasir terus bertambah, melewati batas dua ratus ribu yang menjadi patokan Bela, lalu melampaui lima ratus ribu, bahkan satu juta. Bela sempat membelalakkan mata, tetapi tatapan Rama membuatnya kembali tenang.

​Setelah semua pakaian selesai dipindai, total belanjaan mencapai Rp 2.375.000. Pelayan toko menatap Rama.

​"Totalnya dua juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah, Tuan," ucapnya, nadanya sedikit skeptis. Ia masih ingat kartu polos tanpa logo yang di tunjukan oleh pemuda itu.

​Rama mengeluarkan Kartu Hitam dari sakunya dan menyerahkannya. Pelayan toko menerimanya dengan ragu-ragu. Ia menggesek kartu itu di mesin EDC, tetapi mesin itu mengeluarkan bunyi "BIP" dan menampilkan pesan "Kartu Tidak Dikenali."

​"Maaf, Tuan," kata pelayan itu, nada skeptisnya kini lebih jelas. "Kartu ini... tidak bisa diproses. Mungkin ada kesalahan?"

​Bela terlihat khawatir. "Mungkin kartu Kak Rama rusak?" bisiknya pelan.

​Rama tetap tenang. Ia mengambil kembali Kartu Hitamnya. "Ada masalah apa?" tanyanya datar, suaranya mengandung otoritas yang tak terbantahkan.

​Pelayan itu sedikit bergidik. "K-kartunya tidak terdaftar, Tuan. Kami tidak bisa memproses pembayaran."

​"Coba sekali lagi," perintah Rama, matanya menatap tajam ke arah mesin EDC.

​Pelayan itu semakin tidak nyaman. "Maaf, Tuan, tapi jika kartunya tidak dikenal—"

​Tiba-tiba, seorang pria paruh baya, rapi dengan kemeja dan dasi, mendekat. Ia adalah Manajer Toko, yang sedari tadi mengamati situasi dari jauh.

​"Ada apa ini?" tanyanya, suaranya tegas. "Kenapa pembeli di sini terhambat?"

​Pelayan itu buru-buru menjelaskan, "Maaf, Pak Manajer. Pelanggan ini... ingin membayar dengan kartu yang tidak bisa diproses oleh mesin kami." Ia menunjukkan Kartu Hitam polos di tangan Rama dengan ekspresi meminta maaf.

​Manajer itu mengerutkan kening. Ia mengambil kartu itu dari tangan Rama, mengamatinya sejenak. "Kartu apa ini? Saya belum pernah melihat kartu semacam ini. Maaf, Tuan, tapi kami hanya menerima kartu dari bank resmi."

​Rama merasakan sedikit kekesalan. Ini membuang-buang waktu, pikirnya.

​[DING! Misi Darurat: Pembayaran Tertunda! Selesaikan pembayaran dengan Kartu Hitam tanpa masalah. Hadiah: Peningkatan Otoritas Kartu Hitam.]

​Rama menatap Manajer Toko itu. "Saya katakan, kartu ini bisa digunakan. Coba saja."

​"Maaf, Tuan, tapi ini prosedur. Jika kartu tidak dikenali, kami tidak bisa menerima pembayaran," Manajer itu mulai terdengar tidak sabar. "Apakah Anda punya metode pembayaran lain?"

​Rama menghela napas. "Tidak ada metode lain. Hanya ini." Ia mengulurkan tangannya, dan Manajer Toko itu tanpa sadar mengembalikan Kartu Hitam kepadanya.

​"Baiklah kalau begitu, maaf sekali, Tuan. Kami tidak bisa menjual pakaian ini kepada Anda," kata Manajer itu, mulai kehilangan kesabarannya. "Pelayan, tolong kembalikan semua barang ini ke rak."

​Bela terlihat sangat kecewa, matanya mulai berkaca-kaca. "Kak Rama..."

​Melihat kekecewaan Bela, ekspresi Rama berubah dingin. Ini adalah batas kesabarannya. Ia tidak akan membiarkan siapa pun merusak kebahagiaan adiknya.

​Rama mengangkat Kartu Hitam di depan Manajer Toko. "Saya bilang, saya akan membayar ini. Dan saya akan membayar ini."

​Seketika, aura aneh menyelimuti Rama. Udara di sekitar mereka terasa lebih berat, seolah ada tekanan tak kasat mata. Manajer Toko dan pelayan di belakangnya merasakan bulu kuduk mereka merinding. Mata Manajer Toko itu membelalak, ekspresi ragu-ragunya digantikan oleh ketakutan yang mendalam. Ia merasa jantungnya berdebar kencang, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menuntut kepatuhan mutlak.

​"A-apa yang Anda..." Manajer itu mencoba berbicara, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tetapi nalurinya berteriak agar ia segera patuh.

​[Atribut Otoritas Mutlak Kartu Hitam diaktifkan.]

​Rama menunjuk mesin EDC yang tergeletak di meja kasir. "Gesek kartu ini lagi. Kali ini, tidak akan ada masalah."

​Manajer Toko itu, dengan tangan gemetar, meraih mesin EDC. Pelayan di belakangnya hanya bisa menatap ngeri, seolah melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat. Manajer itu mengambil Kartu Hitam dari tangan Rama, kali ini tanpa keraguan. Ia menggeseknya.

​Dan kali ini, mesin itu tidak berbunyi "BIP" atau menampilkan pesan kesalahan. Sebaliknya, layar kecil itu berkedip hijau, menampilkan tulisan "PEMBAYARAN BERHASIL." diikuti dengan angka total Rp 2.375.000.

​Pelayan toko dan Manajer Toko itu terpaku. Mereka menatap layar mesin EDC, lalu ke Kartu Hitam polos di tangan mereka, lalu ke Rama, bergantian. Mulut mereka sedikit terbuka, tidak mampu berkata-kata.

​Rama menatap Manajer Toko itu. "Sekarang, berikan barang-barang itu kepada adik saya."

​Manajer Toko itu tersentak dari keterkejutannya. Dengan gerakan kikuk, ia menyerahkan kembali Kartu Hitam itu kepada Rama dan mengangguk-angguk cepat. "B-baik, Tuan! Maafkan kelancangan kami!" Ia kemudian berbalik kepada pelayan, suaranya tiba-tiba penuh wibawa. "Apa yang kau tunggu? Cepat kemas semua barang belanjaan Nona ini dengan rapi!"

​Pelayan itu buru-buru mengangguk dan mulai memasukkan semua pakaian Bela ke dalam kantong belanjaan besar, tangannya masih sedikit gemetar.

​Bela menatap Rama dengan takjub, matanya lebar. Ia tidak mengerti apa yang baru saja terjadi, tetapi ia tahu bahwa Rama baru saja melakukan sesuatu yang luar biasa untuknya. Ekspresi kecewanya telah lenyap, digantikan oleh kekaguman dan sedikit rasa takut.

​Rama hanya tersenyum tipis pada Bela, seolah tidak ada yang aneh baru saja terjadi. "Sudah selesai. Ayo kita pergi, Bela."

​Bela mengangguk, masih sedikit linglung, lalu mengambil kantong belanjaan dari pelayan yang menunduk hormat. Saat mereka berjalan keluar dari toko, Bela melirik ke belakang. Manajer Toko dan pelayan itu masih berdiri di sana, menatap kepergian mereka dengan ekspresi tak percaya.

​[DING! Misi Darurat: Pembayaran Tertunda selesai! Hadiah: Peningkatan Otoritas Kartu Hitam telah diterapkan. Atribut Otoritas Mutlak kini lebih kuat dan akan mengabaikan keraguan dan resistensi lebih efisien.]

​Rama mendengar notifikasi Sistem itu dan seulas senyum puas kembali terukir di bibirnya. Sekarang, membeli sesuatu seharusnya tidak lagi menjadi masalah.

​"Kak Rama, tadi itu... apa yang terjadi?" tanya Bela dengan suara pelan saat mereka sudah berada di luar toko, jauh dari jangkauan Manajer Toko.

​Rama hanya menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, Bela. Hanya masalah teknis kecil."

​Bela tidak sepenuhnya percaya, tetapi ia memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Ia terlalu bahagia dengan pakaian barunya. Ia memeluk kantong belanjaan itu erat-erat, merasa seperti seorang putri. Baginya, Rama adalah pahlawan yang bisa melakukan apa saja.

1
Andira Rahmawati
cerita yg menarik...👍👍👍
Cihuk Abatasa (Santrigabut)
Nice Thor
Santoso
Kayak jadi ikut merasakan cerita yang dialami tokohnya.
shookiebu👽
Keren abis! 😎
Odalis Pérez
Gokil banget thor, bikin ngakak sampe pagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!