Bagaimana jika jiwa seorang Chef dari dunia moderen abad 25 yang cantik, kaya-raya, berstatus lajang, serta menguasai banyak tehnik beladiri, terbangun ditubuh seorang gadis diera dinasti kuno 3000 tahu lalu.
Liu Liyan, gadis cantik yang amat dimanja oleh ayah & kedua kakak lelakinya. Kadang suka berbuat sesuka hati, keras kepala & juga urakan.
Tapi setelah menikah, ia harus menjani hidup miskin bersama suaminya yang tampan tapi cacat.
Belum lagi ia harus dihadapkan dengan banyaknya konflik keluarga dari pihak suaminya.
Beruntung ibu mertua & adik ipar amat baik serta begitu menyayanginya, mendukung juga mempercayai.
Apakah ia bisa menggunakan keterampilannya didunia modern, untuk membantu keluarga suami juga keluarga kandungnya sendiri..?
Bagaimana lika-liku kehidupannya didunia yang serba kuno tanpa internet & listrik..?
Mari ikuti kisah Chef Claudia diera dinasti Song & menjadi Liu Liyan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delia Ata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbelanja Banyak barang
Saat mentari belum menurunkan sinarnya, kesibukan sudah terjadi dirumah keluarga cabang kedua.
Memasak, berbenah, mencuci baju dan mengurus Xiao Yun. Menjadi agenda awal setelah terjaga dari tidur lelap.
Nanti setelah sarapan, masing-masing akan melakukan tugas yang semalam sudah dibagi.
Liu Liyan akan kekota untuk berbelanja.
Xiao Yue dan si bungsu mencuci tebu lalu memerahnya.
Guo Xia memarut ubi gajah, untuk nanti diolah menjadi mie serta kerupuk udang dan ikan.
Satu jam berjalan kaki, Liu Liyan tiba juga dikota.
Tujuannya langsung toko bahan pangan.
Beras putih dan merah masing-masing 50 kati, tepung 20 kati, kedelai 70 kati, kacang hijau 50 kati, kacang hitam 10 kati, kacang babi 50 kati.
Liu Liyan beli dan menghabiskan 250 wen.
Kapur tohor untuk membuat gula putih, Liu Liyan beli sebanyak 5 kati.
Ragi untuk fermentasi kacang babi dan kedelai, ia beli sebanyak 5 kati juga.
Cabai, bawang dan per bumbuan lengkap lainnya. Dibeli dengan menghabiskan 200 wen.
Udang dan ikan masing-masing 6 kati bernilai 30 wen, masuk kekeranjang belanjaan Liu Liyan.
Guci 50 pics, kertas minyak, 3 ember tembaga dan kayu, 3 bak tembaga juga kayu. Tak terlewatkan untuk Liu Liyan beli.
Stroberi, cokelat, berri goji merah dan jujube, masuk dalam daftar list belanjaan.
Tanghulu, permen wijen dan panekuk, Liu Liyan beli juga.
"Ah, hampir saja lupa..!"
Gumam Liu Liyan, putar badan menuju arah utara dimana penjual hewan peternakan berada.
"San gege..!" sapa Liu Liyan.
(Panggilan umum untuk laki-laki muda yang umurnya jauh lebih tua. Untuk kakak kandung kedua atau tiga juga memakai kata tersebut.)
"Yan niang..!" sahut sumringah Yan San.
"Apa ada yang bisa aku bantu..?"
"Aku butuh susu, apa San gege menjualnya..?"
Yan San meringis, membayangkan aroma amis susu.
"Ada, mau kau apakan susu yang baunya tak enak begitu..?"
"Rahasia...!"
"Ck, menyebalkan..!"
Liu Liyan terkikik, melihat wajah terlipat Yan San.
"Kau butuh berapa..? 1 wen untuk 1 kati susu segar."
"Em, 20 kati..!"
"Tunggu sebentar..!"
Yan San beranjak, masuk kesebuah rumah dan 10 menit kemudian keluar dengan membawa 2 gentong susu segar.
Liu Liyan menyerahkan koin tembaga, setelah barang yang dibeli dinaikan kegerobak.
Kenapa susu murah, hampir 80% penduduk Shanghai tidak menyukainya cuma karena baunya yang sangat amis menyengat.
Jadi banyak pedagang dan para pengusaha peternakan, yang menjual susu dengan harga murah. Kadang malah sering mereka buang.
Tujuan akhir, sebelum pulang Liu Liyan menyempatkan untuk mampir keklinik Zheng-Zhou.
"Selamat siang tabib Zhang..!"
Sapa ramah Liu Liyan setelah membayar biaya kunjungan sebesar 15 wen.
"Selamat siang Yan niang, apa ada yang bisa aku bantu..?"
Tabib Zhang, tabib terbaik dinegeri Shanghai yang dijuluki tabib Dewa.
Satu-satunya tabib yang menolak masuk istana dan memilih menetap dikota Luoyang, agar dekat dengan makam istri dan putra tercinta.
Jangan heran jika tabib Zhang mengenal Liu Liyan. Gadis cantik putri pemilik kedai teh sederhana, yang terkenal urakan doyan berantem.
"Ini soal suamiku, sudah lebih dari satu bulan kakinya cidera dan tangan kanannya patah."
"Oh, apa dia Xiao Yun..? pemuda tampan berbakat peringkat pertama diujian universitas."
Liu Liyan mengangguk "benar..!"
"Sebelumnya sudah pernah diobati..?"
"Iya, sempat memanggil tabib didesa dan meminum herbal pereda nyeri."
"Cidera kaki dan patah tangan, aku harus memeriksanya secara langsung. Apa lagi sudah satu bulan lamanya, tidak bisa asal diberi obat."
"Lalu apakah tabib Zhang bisa ikut pergi kerumahku..?"
"Kalau sekarang tidak bisa, setelah makan siang aku ada jadwal mengoperasi pasien. Bagaimana kalau besok..?"
Liu Liyan menghembuskan nafas kecewa, tapi ia juga tidak bisa memaksa. "baiklah kalau begitu..!"
Tabib Zhang menyodorkan kertas linen dan kuas tinta "Berikan alamatmu, besok pagi aku akan datang."
Dengan fasih Liu Liyan meliukkan jari-jemarinya diatas kertas.
"Eh, gue bisa menulis pakai kuas begini."
Batin Liu Liyan takjub sekaligus bangga.
Tabib Zhang membaca aksara yang tertera rapi hasil karya Liu Liyan.
"Baiklah, aku pasti datang besok." janji tabib Zhang, tersenyum teduh sembari mengusap jenggotnya yang memutih.
"Terimakasih tabib Zhang..!" ucap Liu Liyan membungkuk sopan.
Dengan diantarkan tabib Zhang sampai dipintu masuk, Liu Liyan meninggalkan klinik Zheng-Zhou dengan hati riang penuh harapan.
Ia menaiki gerobak sapi yang sebelumnya disewa untuk mengangkut barang belanjaan, wanita cantik itu kembali kedesa Hutong dengan membawa sisa uang 2 tahil perak 70 wen.
