Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.
Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.
Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Dengan penuh emosi, Wilson meraih lengan Cici dan menariknya dengan kasar. Tubuh gadis itu tersentak ke depan, menyeret kakinya yang masih lemah. Ia menjerit kesakitan, tubuhnya terseret menyusuri lantai, tapi Wilson tak menunjukkan sedikit pun belas kasihan.
“Tidak! Kakak! Tolong! Jangan lakukan ini!” jerit Cici, mencoba memberontak, tapi tenaganya tak sebanding dengan Wilson yang terbakar oleh rasa kecewa dan marah.
Wilson terus menariknya menuju pintu utama. Sesampainya di sana, ia mendorong Cici sekuat tenaga hingga tubuh gadis itu terhempas ke tanah di depan rumah. Satu suara nyaring terdengar saat tubuhnya menghantam lantai marmer beranda.
“Mulai hari ini, hidup dan matimu… tidak ada hubungannya lagi dengan kami!” suara Wilson dingin, seperti vonis akhir yang menghancurkan semua harapan Cici.
Zoanna terduduk lemas di sofa, tubuhnya lunglai seperti kehilangan tenaga. Tangisnya pecah tanpa henti, membasahi pipinya yang pucat. Penyesalan menggerogoti dadanya, membuat setiap helaan napas terasa menyakitkan. Di seberangnya, Yohanes menghela napas kasar sambil mengusap wajahnya.
Di tengah ketegangan itu, suara dingin Wilson memecah keheningan.
"Paman Andy, tolong buang semua barang yang digunakan Cici, jangan sampai ada yang tertinggal!" perintahnya tegas tanpa menoleh sedikit pun.
"Baik, Tuan muda," sahut pria paruh baya itu, yang merupakan asisten rumah tangga keluarga mereka. Ia sedikit membungkuk sebelum berlalu untuk menjalankan perintah.
Alan, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara. Nada suaranya pelan namun penuh makna. "Wilson, semua barang itu bisa diberikan saja kepada Flower. Untuk apa dibuang?"
Wilson berhenti melangkah, lalu menoleh dengan sorot mata penuh amarah dan jijik. "Kakak, apakah kau tega memberi barang bekas kepada adik bungsu kita? Barang bekas Cici sudah kotor dan menjijikkan, sama seperti orangnya. Lebih baik dibuang dan dibakar."
Ia tak menunggu jawaban. Langkahnya kembali terdengar mendekati anak tangga.
"Kita harus segera klarifikasi tentang rekaman yang tersebar. Kalau tidak, nama baik kita akan tercemar dan saham perusahaan kita juga akan anjlok," ucap Wilson lagi sambil menaiki tangga menuju lantai atas, meninggalkan suasana penuh ketegangan di ruang tengah.
***
Di sisi lain, Flower duduk di ruang keluarga yang remang, matanya terpaku pada layar televisi yang menayangkan berita dengan intensitas tinggi.
"Nama Florencia menjadi incaran publik karena rekaman Cici. Kenapa dia begitu lalai sekali? Apakah mereka akan membelanya lagi?" gumam Flower sambil menyantap makan malam.
Tak lama kemudian, langkah kaki yang ringan namun penuh ketegasan mendekat. "Flower!" seru Kim, Flower segera menoleh, matanya melebar seketika saat melihat sosok Kim mendekat.
"Kakak," sahut Flower dengan nada hangat.
Kim berdiri di depan Flower, tatapannya lembut dan dalam. "Kamu sudah tahu tentang keluargamu? Saham perusahaan anjlok dan mungkin saja karir kakak keduamu juga akan terpengaruh?" tanyanya.
"Aku sudah mendengar beritanya. Aku tidak tahu apa tindakan mereka nanti. Aku hanya merasa sangat sedih kalau karir kakak Wilson akan berakhir karena kejadian itu. Dia berjuang dari nol dan berhasil setelah lima tahun menjadi selebriti," jawabnya.
Kim tersenyum, berusaha meringankan suasana hati Flower. "Jangan dipikirkan lagi! Setelah makan, istirahatlah. Ambil kartu ini dan beli apa saja yang kau suka!" katanya sambil menyerahkan sebuah black card yang berkilau di tangannya.
Mata Flower berbinar saat menerima kartu itu. "Kakak Kim, kamu sudah begitu baik padaku. Aku sudah tinggal dan makan gratis di sini, dan sekarang masih memberiku kartu ini," ujarnya dengan nada penuh kehangatan dan rasa terima kasih yang tulus.
Kim mengangguk, wajahnya memancarkan keyakinan dan kasih. "Yang penting kamu memiliki segalanya. Jangan sampai kekurangan apa pun," jawabnya.
"Aku…," Flower mulai mengungkapkan sesuatu, namun kata-katanya tiba-tiba terhenti. Tanpa peringatan, Kim mendekat dan dengan lembut mengcup dahinya. Sentuhan itu membuat Flower tersentak kaget, namun seketika ia juga merasa hangat oleh rasa perhatian itu.
"Di sini adalah rumahmu. Jadi, jangan sungkan denganku!" ujar Kim seraya menatap Flower dengan pandangan yang dalam seakan menyiratkan janji bahwa ia akan selalu ada untuk melindungi dan mendukungnya.
"Kakak Kim!" seru Flower.
Kim menghentikan langkahnya dan bertanya dengan lembut, "Ada apa?"
Kenapa kakak begitu baik padaku?" tanya Flower.
"Kamu memanggilku sebagai kakak, Dan kau adalah keluargaku!" jawab Kim dengan senyum dan beranjak dari sana.
"Kakak? Keluarga? Apa artinya dia menciumku? Aku malu sekali," batin Flower.
Kim melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, menutup pintu perlahan di belakangnya. Cahaya remang dari lampu meja menyinari wajahnya yang penuh perhitungan. Ia duduk di kursi kulit berwarna hitam, mengambil ponsel, dan segera menghubungi seseorang. Wajahnya datar, dingin, namun sorot matanya tajam, penuh siasat.
"Di mana orang itu?" tanya Kim, suaranya dalam dan nyaris tanpa emosi.
Suara dari seberang terdengar pelan namun jelas, seperti suara seseorang yang terbiasa dengan urusan kotor. "Tuan, dia akan meninggalkan tempat ini setelah menerima bayarannya."
Kim menyeringai tipis, kepuasannya nyaris tak bisa disembunyikan. "Baiklah. Dia sudah tidak berguna bagi kita. Keluarga Florencia akhirnya menyadari mereka telah melakukan kesalahan besar."
"Benar, Tuan. Cici Florencia telah diusir oleh Wilson. Dia telah kehilangan semuanya," lapor pria di seberang sana, seperti memberikan kabar kemenangan.
Kim bangkit dari duduknya dan berjalan menuju jendela besar yang menghadap ke luar, memandangi langit malam yang kelam. "Temukan dia dengan Mike," perintahnya tajam. Tanpa menunggu respons, ia langsung memutuskan panggilan.
Sejenak, ruangan hening. Kim menyandarkan diri pada jendela, lalu bergumam pelan dengan nada sinis, "Cici Florencia... hanya seorang anak yatim piatu, berani sekali melawan Flower."
Ia mengepalkan tangan di balik punggungnya, nada suaranya semakin dingin, penuh ancaman. "Latar belakangmu akan segera diketahui oleh publik. Aku ingin melihat pandangan orang-orang ketika mereka tahu siapa sebenarnya kedua orang tua kandungmu."
Ponsel kedua di meja tiba-tiba bergetar, memecah keheningan ruang kerja Kim. Layarnya menyala menampilkan nama kontak: Shelly.
Kim menoleh perlahan, wajahnya berubah lebih serius. Ia mengambil ponsel itu, menatap layar beberapa detik sebelum akhirnya mengangkat.
"Kim, Aku akan pulang dua hari lagi, Untuk membahas pertunangan kita," ucap Shelly yang di seberang sana.
"Baik, Sampai jumpa!" jawab Kim.
terimakasih untuk kejujuran muu 😍😍😍 ..
sally mending mundur saja.. percuma kan memaksakan kehendak...
kim gak mau jadi jangan di paksa
ka Lin bikin penasaran aja ihhh 😒😒😒
penasaran satu hall apakah Flower akan pergi dari Kim atau bertahan sama kim 🤨