NovelToon NovelToon
Rissing Sun

Rissing Sun

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Epik Petualangan / Dunia Lain / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:493
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

Ketegangan antara Kerajaan Garduete dan Argueda semakin memuncak. Setelah kehilangan Pangeran Sera, Argueda menuntut Yuki untuk ikut dikuburkan bersama suaminya sebagai bentuk penghormatan terakhir. Namun, Pangeran Riana dengan tegas menolak menyerahkan Yuki, bahkan jika itu berarti harus menghadapi perang. Di tengah konflik yang membara, Yuki menemukan dirinya dikelilingi oleh kebohongan dan rahasia yang mengikatnya semakin erat pada Pangeran Riana. Setiap langkah yang ia ambil untuk mencari jawaban justru membawanya semakin jauh ke dalam jebakan yang telah disiapkan dengan sempurna. Di sisi lain, kerajaan Argueda tidak tinggal diam. Mereka mengetahui ramalan besar tentang anak yang dikandung Yuki—anak yang dipercaya akan mengubah takdir dunia. Dengan segala cara, mereka berusaha merebut Yuki, bahkan menyusupkan orang-orang yang berani mengungkap kebenaran yang telah dikubur dalam-dalam. Saat pengkhianatan dan kebenaran saling bertabrakan, Yuki dihadapkan pada pertanyaan terbesar dalam hidupnya: siapa yang benar-benar bisa ia percaya? Sementara itu, Pangeran Riana berusaha mempertahankan Yuki di sisinya, bukan hanya sebagai seorang wanita yang harus ia miliki, tetapi sebagai satu-satunya cahaya dalam hidupnya. Dengan dunia yang ingin merebut Yuki darinya, ia berjuang dengan caranya sendiri—menyingkirkan setiap ancaman yang mendekat, melindungi Yuki dengan cinta yang gelap namun tak tergoyahkan. Ketika kebenaran akhirnya terbongkar, akankah Yuki tetap memilih berada di sisi Pangeran Riana? Atau apakah takdir telah menuliskan akhir yang berbeda untuknya? Dalam Morning Dew V, kisah ini mencapai titik terpanasnya. Cinta, pengkhianatan, dan pengorbanan saling bertarung dalam bayang-bayang kekuasaan. Di dunia yang dipenuhi ambisi dan permainan takdir, hanya satu hal yang pasti—tidak ada yang akan keluar dari kisah ini tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

“Percayalah padaku…” bisik Yuki lirih, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan malam.

Pangeran Riana tidak langsung menjawab. Rahangnya mengeras, jemarinya secara refleks menggenggam pinggang Yuki lebih erat. Percaya? Itu bukan kata yang mudah baginya. Namun, dalam tatapan Yuki, ada sesuatu yang hampir membuatnya ingin percaya—meskipun separuh hatinya masih diliputi keraguan.

Pria itu menelusuri garis rahangnya dengan ibu jarinya, seolah ingin mengukir setiap detail wajahnya di ingatannya. Sorot matanya gelap, dalam, dan tak tertebak.

“Jika kau mati lebih dulu meninggalkanku…” Pangeran Riana mengulang dengan suara yang lebih rendah, nyaris seperti bisikan, “ingatlah, aku tidak akan membiarkan tubuhmu diistirahatkan dengan tenang. Aku akan mengawetkanmu sampai aku mati. Dan saat itu, kita bisa dibakar dan abu kita dikubur bersama.”

Yuki merasakan napasnya tercekat di tenggorokan. Ada sesuatu yang mengerikan sekaligus menyedihkan dalam nada suara Pangeran Riana. Sebuah janji yang bukan hanya ancaman, tapi juga cerminan dari betapa dalam cintanya—cinta yang begitu menyesakkan, begitu menuntut, hingga seolah-olah dunia ini tidak cukup luas untuk menampungnya.

“Dan jika kau ingin melahirkan anak ini, aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, Yuki.” Ia mengusap perut Yuki dengan sentuhan yang bertentangan dengan kata-katanya—hangat, nyaris lembut. “Kau harus menjaga dirimu dengan baik. Sebab saat aku melihat tanda yang membahayakan nyawamu karena anak ini, aku tidak akan segan membuangnya.”

Yuki merinding, bukan karena ancaman itu, tapi karena keyakinan mutlak yang terdengar dalam nada suara Riana. Seolah keputusan itu bukanlah sesuatu yang bisa dinegosiasikan.

Tangannya terangkat, menutupi perutnya secara refleks, melindungi kehidupan kecil yang tumbuh di dalamnya. Ia menatap Riana dengan sorot terluka, lalu berbisik lirih, “Jangan kejam begitu… Anak ini bisa mendengar ayahnya.”

Sejenak, ada kilatan samar di mata Pangeran Riana. Namun, alih-alih menjawab, ia hanya mendesah pelan, lalu menarik Yuki dalam pelukannya, menyelubungi tubuhnya seakan ingin mengurungnya dalam dunianya sendiri—sebuah dunia di mana hanya ada mereka berdua.

...****************...

Dari lantai atas aula, Pangeran Riana memperhatikan Yuki dalam diam. Tatapannya tajam, memperhatikan setiap gerakan kecil yang dilakukan wanita itu—cara ia mengangkat cangkir tehnya, bagaimana ujung jarinya menyentuh piring porselen, dan tatapan kosongnya yang seolah tak menyadari bahwa banyak pria sedang memperhatikannya.

Yuki selalu seperti itu. Tak peduli meskipun banyak mata tertuju padanya, dia tetap berada di dunianya sendiri. Tidak pernah menyadari betapa banyak orang yang terpesona oleh pesonanya yang alami.

Pangeran Riana menghela napas pelan, lalu melangkah dengan tenang, menyapa beberapa kerabat dari keluarga ibunya yang datang hari ini. Para bangsawan berdiskusi dengan nada suara yang terjaga, membicarakan politik, urusan kerajaan, serta kondisi Garduete setelah peristiwa terakhir.

Namun, bagi Pangeran Riana, hanya ada satu hal yang menarik perhatiannya di ruangan itu—wanita yang duduk dengan anggun di sudut aula, mengenakan gaun ungu permen yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya yang disanggul sederhana membuatnya terlihat lebih lembut, namun tetap memancarkan aura yang sulit didekati.

Dia mendengarkan sepintas obrolan para bangsawan di sekelilingnya, memberikan tanggapan seperlunya tanpa benar-benar memusatkan perhatian.

Para pria yang sebelumnya memandang Yuki kini mulai mengalihkan pandangan, entah karena rasa hormat atau ketakutan. Mereka tahu betul siapa wanita itu—calon permaisuri Pangeran Riana, seseorang yang tidak boleh mereka ganggu.

Yuki sendiri tetap berada di dunianya. Dia menikmati kue-kue kecil di piringnya dengan tenang, sesekali menyeruput teh dari cangkir porselen berwarna emas. Seolah tak menyadari betapa dirinya menjadi pusat perhatian, terutama bagi satu orang yang terus mengawasinya dari kejauhan.

Pangeran Riana menyipitkan mata ketika seorang pria dari keluarga ibunya mencoba mendekati Yuki. Bukan dalam niat buruk, hanya sekadar ingin berkenalan atau mungkin berbasa-basi. Namun, bahkan itu pun cukup untuk membuat sesuatu dalam diri Riana bergejolak.

Dia mengangkat gelas anggur di tangannya, meneguknya perlahan, tetapi matanya tetap tajam mengawasi. Jika pria itu mencoba melampaui batas, Riana tahu dia tidak akan tinggal diam.

“Kau mengawasinya seperti elang yang memburu mangsanya,” suara Bangsawan Tinggi Trigar terdengar ringan, namun ada nada mengamati yang tajam di dalamnya.

Pangeran Riana tidak langsung menanggapi. Dia hanya sedikit memalingkan wajah, sekilas melirik pria itu sebelum kembali memperhatikan Yuki di bawah sana.

“Istrimu terlalu mencolok,” lanjut Bangsawan Tinggi Trigar, matanya menyapu ke arah pria-pria yang tak sengaja atau sengaja melirik Yuki. “Meskipun dia sudah berusaha menyembunyikan dirinya. Masa lalunya luar biasa, bahkan Mendiang Sera yang memiliki segalanya pun tidak mau melepaskannya.”

Pangeran Riana akhirnya berbalik sepenuhnya, menatap pria itu dengan ekspresi datar namun berbahaya. Jemarinya yang semula mengetuk perlahan di tepi gelas kini terhenti.

“Sera tidak pernah memilikinya,” suaranya dingin, penuh kepastian. “Apa yang dia miliki hanyalah sisa-sisa yang kubiarkan.”

Bangsawan Tinggi Trigar terkekeh pelan, seolah terhibur oleh jawaban itu. “Kau terdengar seperti seseorang yang menolak menghadapi kenyataan.”

Pangeran Riana menegang, tetapi hanya untuk sesaat. Senyum tipis yang muncul di sudut bibirnya begitu halus, hampir tidak terlihat, namun auranya semakin mengancam.

“Dan kau terdengar seperti seseorang yang mencoba mengukur batas kesabaranku.”

Bangsawan Tinggi Trigar mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah, sementara tatapannya kembali jatuh ke arah Yuki. “Wanita itu membawa banyak hal dalam dirinya. Kecantikan, kekuatan, dan juga… kutukan.”

Pangeran Riana tidak menjawab, tetapi tatapannya semakin tajam. Yuki bukan hanya kelemahannya. Dia adalah segalanya.

Dan dia, satu-satunya yang berhak memilikinya.

...****************...

Yuki selesai menyantap kudapannya saat matanya menangkap sosok yang perlahan mendekat—Nayla. Wanita itu berjalan dengan langkah ragu, jelas terlihat ada kecanggungan dalam gerak-geriknya.

Meskipun kini Nayla adalah istri dari Bangsawan Tertinggi Trigar, statusnya di masa lalu tetap menjadi bayang-bayang yang sulit dihilangkan. Dia pernah hanyalah anak seorang tukang kebun di kediaman Trigar, seseorang yang bahkan tidak pantas disebut dalam lingkaran para bangsawan. Dan kini, meski namanya telah diakui sebagai seorang bangsawati, tidak semua orang menerimanya.

Gosip tentangnya masih beredar di antara para kalangan atas. Mereka menuduhnya menggunakan kecantikannya untuk meraih status, merebut Trigar dari pertunangannya dengan seorang putri raja, dan menghancurkan ikatan politik yang seharusnya terjadi. Iri hati dan kecemburuan dari para wanita bangsawan membuat Nayla terus-menerus dikucilkan, diperlakukan seolah-olah keberadaannya hanyalah noda dalam lingkaran mereka.

Namun, Yuki tidak melihatnya seperti itu.

Saat Nayla akhirnya berdiri di hadapannya, Yuki meletakkan gelasnya dengan tenang dan memberikan senyum kecil. “Duduklah,” katanya, menawarkan kursi di seberangnya.

Nayla terkejut sejenak, seolah tidak mengira akan disambut dengan begitu ramah. Tetapi setelah beberapa detik keraguan, dia akhirnya mengangguk dan mengambil tempat di hadapan Yuki.

Sorot matanya masih menyiratkan kehati-hatian, namun Yuki bisa merasakan sesuatu yang lebih dalam di baliknya—keinginan untuk diterima, untuk diakui sebagai seseorang yang lebih dari sekadar bayangan masa lalunya.

“Maafkan Aku telah membuat masalah tempo hari” kata Yuki lirih.

Nayla menggeleng lembut dan meremas tangan Yuki. “Aku harap Kau tidak membuatku cemas seperti itu Putri. Tidak ada lain kali”

Yuki mengangguk menyetujui.

Nayla menatap Yuki dengan penuh ketulusan, jemarinya yang hangat masih menggenggam tangan Yuki dengan erat, seolah memastikan bahwa wanita di hadapannya benar-benar baik-baik saja.

“Aku sangat ketakutan saat melihat Pangeran Riana kemarin,” bisiknya, suaranya dipenuhi kejujuran yang langka di lingkungan para bangsawan. “Dia seperti bisa membunuhku hanya dengan tatapannya. Tidak ada seorang pun yang cukup gila untuk berdiri terlalu dekat dengannya saat suasana hatinya buruk.”

Yuki tersenyum tipis, tidak membantah ucapan Nayla karena dia tahu itu benar. Pangeran Riana bukan hanya pria yang ditakuti karena kekuatannya, tapi juga karena ketidakpastiannya. Mood-nya bisa berubah dengan cepat, dan hanya sedikit orang yang bisa menebak apakah dia akan bertindak dengan kelembutan atau justru sebaliknya.

“Aku mengerti perasaanmu,” jawab Yuki pelan. “Aku pun sering merasa begitu.”

Nayla menatapnya dengan sorot penuh pemahaman, lalu tertawa kecil. “Bedanya, kau bisa menghadapinya, Putri. Sedangkan aku? Aku bahkan hampir tidak bisa bernapas ketika dia mengarahkan pandangannya padaku.”

Nayla menatap Yuki dengan penuh arti sebelum akhirnya berbisik, “Dia sangat mencintaimu.”

Yuki terdiam, menundukkan kepala sejenak. Kata-kata itu, meskipun sederhana, terasa begitu berat di hatinya. Cinta Pangeran Riana bukanlah cinta yang biasa—bukan kelembutan yang menenangkan, bukan kasih sayang yang membebaskan. Cinta itu menyesakkan, mengikat, menuntut kepatuhan, dan kadang terasa lebih seperti obsesi daripada kasih sejati.

“Aku tahu,” jawab Yuki akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Nayla tersenyum tipis. “Dia mungkin menakutkan bagi banyak orang, tapi saat bersamamu, dia adalah seseorang yang berbeda.”

Yuki menggenggam jemarinya dengan erat di pangkuan. “Kadang aku bertanya-tanya, apakah cinta seperti itu benar-benar sesuatu yang harus dipertahankan?”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!