Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21 TWINS A
Setelah empat puluh lima menit melakukan perjalanan, akhirnya Anindira sampai dirumah orangtuanya. Wanita itu meneteskan air mata karena kerinduan yang sangat amat dalam, dia segera menghapus air matanya sebelum mengetuk pintu.
"Ma!" teriak Anindira dari luar.
Mely yang kala itu sedang sibuk mengurus cake pesanan pelanggannya langsung berlari menuju teras rumah, saat dia mendengar suara yang sangat familiar. Dirinya tersenyum lebar ketika melihat Anindira.
"Sayang," Mely memeluk Anindira dengan erat. "Kenapa baru berkunjung? Mama sangat merindukanmu." ucapnya mengelus kepala Dira.
Anindira mencoba menyembunyikan tangisannya. "Dira dan Daffa baru saja pulang dari Bulan madu. Maaf karena tidak memberitahu Mama terlebih dahulu." titah Dira berbohong.
Pelukan terurai.
Mely menangkup wajah putrinya, dia menatap mata Anindira dengan lekat. "Baiklah, ayo masuk!" ajaknya merangkul pundak Anindira.
"Papa mana, Ma?" tanya Dira melihat ke sekeliling.
"Papamu ada, dia sedang ganti pakaian di kamar, baru saja selesai mandi." sahut Mely.
Mereka berdua duduk di kursi, Anindira tidak bisa membuang waktu karena dia harus segera pergi ke restoran.
"Ma, sebenarnya, ada yang ingin Dira tanyakan."
"Ada apa, Nak? Kau terlihat serius."
"Apa Dira punya saudara? Maksudnya, adik, atau kakak?"
Deg
Jantung Mely seperti berhenti berdetak, lidahnya keluh dan matanya memerah.
'Apakah ini waktu yang tepat untuk memberitahu Dira?' batin Mely, memang sedari dulu sampai sekarang dirinya tidak pernah menceritakan tentang kisah kembaran Anindira yang hilang. Bukan apa, dirinya tidak sanggup mengingat kejadian itu, dan dadanya masih terasa sesak.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?''
"B—begini, Ma. Saat Dira dan Daffa masih berbulan madu, Ilham menelpon. Dia bilang kalau dia itu melihat Dira. Tapi, saat itu Dira sedang bersama Daffa. Dan dia juga bilang, wajah wanita itu sangat mirip dengan Dira. Perasaan Dira tidak enak, apa yang terjadi sebenarnya, Ma?" Anindira menatap Mamanya yang hanya menunduk.
Perlahan, air mata mulai menetes di pipi Mely. Dia menggenggam jemari Anindira. ''Benar, Nak. Kau punya seorang adik, dan kalian kembar."
Anindira tercengang, napasnya seperti tercekat. "A—adik?" ucapnya dengan suara bergetar.
Mely mengangguk. "Dua puluh delapan tahun yang lalu, seseorang telah menculik adikmu, yang bernama Anindita. Saat itu kami langsung mencarinya, bahkan melapor ke polisi. Tapi sayang, tidak membuahkan hasil. Keterbatasan ekonomi membuat Mama dan Papa hanya bisa pasrah dengan keadaan. Sejujurnya kami tidak bisa memaafkan diri kami, Nak. Kami orangtua yang tidak berguna, tidak bisa menjaga anaknya dengan baik." Mely menjelaskan dengan air mata yang bercucuran.
Bram yang mendengarkan dari dalam kamar hanya mampu menunduk dan menangis. Dia benar-benar sangat merindukan Anindita.
Mely menghapus air matanya, dia menggenggam tangan Anindira. "Katakan pada Mama, dimana Ilham melihat gadis itu? Mungkin saja, dia itu adikmu yang hilang."
Anindira menggeleng. "Dira belum menanyakannya pada Ilham, Ma. Tapi secepat mungkin, Dira pasti akan mencari tahu tentang semua itu." tekadnya memeluk tubuh Mely yang sudah mulai menua.
'Tuhan, bolehkah aku berharap kalau gadis itu adalah putriku yang hilang? Tolong tunjukkan, bantu kami.' batin Mely penuh harapan.
Anindira melihat jam dinding, menunjukkan pukul tujuh. Dia segera berpamitan. Mely sempat mencegah, tetapi Anindira memberikan alasan yang membuatnya berhasil meyakinkan Mely, sang Mama.
Dira sudah dalam perjalanan, dia kembali memikirkan cara agar bisa mengetahui informasi tentang gadis itu.
"Pertama aku harus bertanya pada Ilham, dimana dia bertemu dengan gadis itu. Batinku mengatakan kalau dia punya ikatan denganku.'' gumam Anindira.
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya