NovelToon NovelToon
Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Bertahan Tanpa Nafkah Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ida Nuraeni

Sudah sepantasnya kalau seorang istri menuntut nafkah pada suaminya. Namun bagaimana jika si suami sendiri yang tidak ada keinginan untuk menunaikan kewajibannya dalam menafkahi keluarga? Inilah yang dialami Hanum Pratiwi, istri dari Faisal Damiri selama 5 tahun terakhir.

Hanum memiliki seorang putra bernama Krisna Permana, yang saat ini masih kuliah di Jurusan Informatika. Tentu saja Hanum masih memerlukan biaya yang cukup banyak untuk biaya pendidikan putranya, ditambah juga untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Hanum harus memutar otak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, bahkan seringkali meminjam kepada saudara dan teman-temannya. Beruntung sang anak bersedia membantu menitipkan kue di kantin, yang bisa dijadikan sumber income keluarga. Namun pendapatannya yang tak seberapa itu, hanya cukup untuk transport dan uang saku sang anak, kalaupun ada lebih untuk membeli beras.

Bagaimana Hanum bertahan dalam 5 tahun ini? Apakah kesulitan ini mengharuskannya menyerah? Lalu bagaimana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ida Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20 Pembuatan Sertifikat Ahli Waris

Satu bulan berlalu sejak percakapan Faisal dan Hanum tentang Nazar Erwin. Faisal sendiri tidak berkomunikasi dengan Erwin untuk menanyakan posisinya di Gedung Dewan saat ini, khawatir muncul rasa tidak nyaman diantara keduanya. Namun siapa sangka kalau Erwin sendiri yang lebih dulu menghubungi Faisal

"Assalamualaikum Sal, apa kabar?"

"Alhamdulillah baik. Bagaimana kabar kamu?"

"Alhamdulillah baik juga. Payah nian Sal, yang jadi Wakil Ketua Dewan itu anggota Dewan Senior. Posisi aku masih anggota biasa, nggak jadi aku dapat insentif tambahan, gagal lah bantu biaya kuliah Faras" curhat Erwin mungkin merasa nggak enak hati.

"Lah nggak apa-apa Win, namanya juga rejeki dari Allah, pasti sudah diatur yang terbaik untuk kamu. Nggak usah jadi beban, insya Allah pasti ada rejekinya untuk Faras nanti." hibur Faisal.

"Jadi cuti kuliah berapa semester Faras tuh?"

"Ya sementara baru mengajukan semester ini saja, semester 7. Mau disuruh mencoba nyari kerja dulu meski part time, lumayan buat nambah porto folio kalau sudah lulus nanti ada pengalaman kerja"

"Iya itu lebih baik. Karena peraturan sekarang batas usia pelamar kerja itu maksimal 25 tahun ya. Beruntung kalau sekarang sudah bisa dapat kerjaan meskipun pakai standar SMA, pada akhirnya bisa melanjutkan kuliah dengan memilih kelas karyawan atau kelas online."

"Harapannya sih begitu, tapi sekarang ini untuk dapat kerjaan juga cukup sulit kalau tidak punya kenalan orang dalam."

"Sabar saja dulu, yang penting terus berusaha dan berdoa"

Lalu keduanya larut dalam obrolan-obrolan ringan namun penuh keakraban.

"Bu, Erwin nggak gol jadi Wakil Ketua Dewan nya, tadi dia minta maaf nggak bisa bantu biaya kuliah Faras" beritahu Faisal pada Hanum yang sedang sibuk merajang sayuran.

"Nggak apa-apa Yah, dari awal juga Ibu sih tidak menaruh harapan pada nazar Dang Win. Biar nggak jadi beban Dang Win dan nggak membuat kita kecewa." ujar Hanum.

"Tadi Erwin cerita, memang yang maju untuk wakil ketua itu anggota dewan paling senior, kalau di partai Erwin katanya termasuk perintis partai. Jadi wajar lah kalau diprioritaskan, karena periode berikutnya sudah masuk masa pensiun."

"Mungkin periode sekarang ini menjadi periode terakhir dia sebagai anggota dewan. Anggap saja sebagai bentuk apresiasi untuk beliau"

"Faras kemana Bu? Perasaan sejak pulang ngantar kue tadi nggak kelihatan." tanya Faisal yang baru menyadari anaknya nggak ada di rumah.

"Lagi pergi sama Rizki dan Ardi, katanya mau ikut acara Talk show di Kampus. Kebetulan penyelenggaranya jurusan mereka sendiri, biar sekalian meramaikan."

"Pantas tadi pagi langsung mandi dan berpakaian rapih, rupanya memang ada agenda khusus."

"Mungkin dia juga bosan di rumah, biasanya kan sibuk kuliah, kadang bisa sampai malam di kampus"

"Mau main game online juga nggak bisa ya, teman-teman nya kan pada kuliah."

Hanum mencuci sayuran yang selesai dirajang, dan mulai bersiap untuk memasak isian roti goreng serta ayam suwir pedas untuk cireng isi. Sedangkan Faisal sendiri kembali ke tempat favoritnya, kamar tidur.

...🎀🎀🎀🎀🎀🎀...

Bunyi dering handphone memecah keheningan sore. Hanum yang baru keluar dari kamar mandi langsung mengecek handphonenya yang terus bernyanyi. Terlihat nama Kak Neni yang muncul di layar. Hanum sempat melihat pop up massage yang muncul, ternyata dari Kak Neni juga. 'Ada apa sih ini' tanya Hanum dalam hatinya. Baru juga Hanum mau jawab, sambungan telpon malah terputus. Akhirnya Hanum buka chat yang dikirimkan Kak Neni.

"Hanum, tolong bilangin Faisal baca chat Andi"

"Hanum, bilang Faisal untuk hubungi Andi sekarang juga. Penting!"

"Hanum, kenapa kalian pada susah dihubungi"

Tiga pesan beruntun yang masuk hanya selang beberapa menit saja. Hanum jadi penasaran ada apa sebenarnya, sepertinya penting banget. Hanum masuk kamar dan dilihatnya Faisal lagi tidur, handphone nya sedang di charge. Wajar saja nggak balas chat dan telpon dari Andi. 'Biarlah nanti malam saja diberitahunya' batin Hanum, karena sekarang dia harus ke warung dulu untuk belanja minyak goreng dan gas. Sepulangnya dari warung, tampak Faisal sudah mandi dan sedang duduk di ruang tamu.

"Tadi Kak Neni bilang Ayah suruh telpon Andi, ada hal penting yang mau dibahas!" beritahu Hanum sebelum terlupa menyampaikan.

"Iya, ini juga baru baca chatnya. Biarlah nanti malam saja dihubunginya" ujar Faisal lalu menyimpan handphonenya di meja tamu.

Selesai sholat Isya, Hanum sudah kembali bersiap mencetak cireng isi ayam suwir. Tak lupa dia mengingatkan Faisal untuk menghubungi Andi.

"Ayah, hubungi Andi dulu, jangan sampai lupa. Nggak enak sama Kak Neni, kalau sampai nggak langsung menghubungi." ujar Hanum.

"Iya Bu, ini Ayah baru mau telpon"

"Halo, Assalamualaikum Ndi. Ada apa?" tanya Faisal to the poin, nggak pakai basa basi lagi.

"Wa'alaykumsalam. Ini Sal, kebetulan ada program pemerintah untuk pembuatan sertifikat tanah masal gratis. Jadi aku sudah daftarkan tanah Bapak ini dia hari yang lalu." beritahu Andi perlahan.

"Terus?"

"Tadi aku pergi ke kantor kelurahan untuk menanyakan prosesnya. Jadi lusa itu akan dimulai proses pengukuran oleh pihak kelurahan, kecamatan dan BPN. Yang gratis itu pembuatan sertifikatnya, sedangkan untuk proses pengukuran tetap ada biayanya Rp1,5 juta. Tadi siang juga sudah langsung aku bayar biayanya. Nah untuk kelengkapan dokumen, aku mau minta dikirim foto KTP kau" pinta Andi setelah menjelaskan maksudnya.

"Kenapa harus pakai KTP aku juga? KTP kamu juga harusnya sudah cukup?" tanya Faisal dengan nada bingung.

"Karena ini kan sertifikat ahli waris, semua ahli waris harus dicantumkan namanya, bahkan anak kita juga akan tercantum." jelas Andi lagi.

"Nama aku dan anakku nggak perlu masuk di sana, toh nggak akan merasakan harta warisan itu. Cukup nama keluargamu dan keluarga Neni saja." ujar Faisal tegas.

"Ya nggak begitulah, kan itu bisa dinikmati bersama, makanya kita akan pakai nama bersama" suara Andi mulai agak naik.

"Aku nggak peduli lagi dengan hak waris itu, sejak kalian memutuskan untuk tak menjual dan memberikan hakku. Kalau sekarang kamu bilang aku bisa menikmatinya, yang mana yang aku bisa nikmati? Aku tinggal di sana tidak, bahkan pulang ke Lampung juga nggak mungkin dilakukan lagi, nggak ada duit untuk ongkosnya. Kalaupun ada lebih baik untuk biaya makan dan ngontrak rumah." penegasan Faisal membuat Andi terdiam.

"Kalian urus saja tanpa perlu melibatkan kami. Anggap saja hutangku pada Neni dan kamu sebagai pembagian hak warisku. Jadi aku sudah tidak punya hak apa-apa lagi" ujar Faisal lagi.

"Jangan dulu emosi Sal, ini kan demi kebaikan bersama. Kita ini nggak punya keluarga lagi, tinggal kakak beradik yang ada. Kalau kamu bersikap seperti itu, seolah-olah kami ini bukan saudaramu lagi" Andi mencoba mengingatkan Faisal.

"Saudara itu akan saling tolong dan saling mengerti satu sama lain. Apakah selama ini aku pernah minta tolong bantuan pada kalian? Aku selalu berusaha untuk berjuang sendiri meskipun banyak kesulitan. Dan saat aku benar-benar terpuruk, nggak bisa lagi menemukan jalan terbaik untuk menafkahi keluarga, pertolongan apa yang aku dapatkan? Aku pernah minta Hanum untuk ngobrol sama Neni menceritakan kondisi yang sebenarnya. Lalu apa jawaban Neni? Kamu mau tahu? Dia bilang salah aku karena ngotot menguliahkan anakku, harusnya aku sadar diri kalau tidak mampu nggak usah nyuruh anakku kuliah." nada suara Faisal yang penuh kemarahan terdengar lebih keras dari sebelumnya.

"Sekarang terserah kalian mau bagaimana dan nggak usah libatkan aku lagi dalam urusan tanah dan rumah Bapak. Kalau memang ada rejeki aku akan bayar hutangku, tapi kalau ajal aku datang lebih dulu jangan bebankan hutang itu pada anak dan istriku. Aku minta hutang itu lunas dari hak warisku" putus Faisal lalu memutus sambungan telponnya.

Faisal menoleh ke arah Hanum yang masih sibuk membuat cireng.

"Bu, Ayah memang belum cerita sama Ibu pembicaraan Ayah dengan Neni yang membahas penjualan rumah. Waktu itu mereka memutuskan tidak akan menjual tanah dan rumah itu, tapi akan dijadikan rumah tempat berkumpul keluarga saat di Lampung. Ayah bilang bahwa kami pulang kesana saja belum tentu setiap tahun, nggak adil kalau seperti itu, sedangkan disini kami sangat memerlukan biaya untuk hidup. Sampai Ayah bilang, oke kalau tidak mau dijual, sekarang kalian tinggal perkirakan nilai rumah itu, terus Neni sama Andi bayar ke Ayah. Tapi Neni malah marah-marah, ngomong macam-macam. Ya sudah sejak itu Ayah nggak mau lagi mengungkit tentang warisan di Lampung. Ibu lihat kan, Ayah nggak pernah lagi komunikasi sama mereka kecuali mereka yang menghubungi duluan. Itu karena Ayah kecewa" Faisal mengeluarkan semua rahasia yang disimpannya dengan mata berkaca-kaca.

"Ayah melakukan ini karena ingin membahagiakan Ibu dan Faras. Ingin punya rumah kembali dan punya usaha untuk bekal hidup kita. Tapi mereka nggak ada yang mau memahami kondisi Ayah, tetap kukuh untuk mempertahankan rumah itu. Kalau ekonomi kita sedang baik-baik saja, Ayah nggak peduli dengan rumah itu. Jadi Ayah minta maaf belum bisa memberikan tempat tinggal untuk Ibu dan Faras, belum bisa memberikan kebahagiaan dalam beberapa tahun terakhir ini." akhirnya tangis Faisal pun terdengar menyentuh kalbu Hanum.

Hanum masih terdiam ikut terlarut dengan kesedihan yang diungkapkan Faisal pun tak sadar sudah meneteskan airmata. inilah qadarullah yang tidak bisa kita elakkan. Rejeki itu sepenuhnya hak Allah, dan kita harus menerima yang sudah Allah jatahkan. Setelah tenggelam dalam tangis dan kesedihan, akhirnya keduanya sadar bahwa jalan yang harus ditempuh masih panjang, dengan berbagai rintangan yang harus dihadapi. keduanya berdoa semoga ini menjadi kekuatan untuk mereka bisa bangkit kembali.

1
Nancy Nurwezia
ceritanya menarik..
Amelia Quil
Penulis hebat! Ceritanya bikin ketagihan! ❤️
Ida Nuraeni: Terimakasih kakak untuk apresiasinya🙏
total 1 replies
Ida Nuraeni
terima kasih kakak sudah mampir di karya saya
Dr DarkShimo
Gemes banget 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!