Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 21
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Terkejut. Itulah ekspresi yang saat ini ditampilkan di wajah ayu Rania. Mulut ranumnya menganga melihat pria paruh baya tengah menyunggingkan senyum manis saat mereka beradu pandang. Rania terdiam kaku seperti telah ketahuan mencuri barang berharga di mansion.
Bola matanya bergulir mengikuti setiap pergerakan dari senior asisten rumah tangga itu, hingga sampai di salah satu lemari buku. Tangan keriputnya terulur mengusap pelan piala usang yang sudah dikerumuni sarang laba-laba. Kedua sudut bibirnya melengkung menyisakan kenangan yang pernah dialaminya. Rania mengerutkan kening tidak mengerti. Timbul pertanyaan penasaran dalam benak.
"Sang Oh-ssi, ada apa?"
Sang Oh pun berbalik menatap Nona Muda di depannya.
"Tuan suka sekali memanah. Setiap hari tuan selalu berlatih untuk bisa menjadi atlet yang hebat dan semua ini menjadi bukti bisu perjuangan tuan muda," jelasnya masih menyimpan tanya pada Rania.
"Aku tidak sengaja menemukan album ini. Di dalamnya memperlihatkan kenangan saat tuan mengikuti lomba memanah sampai menjadi juara. Apa sebelumnya tuan memang atlet memanah?"
Anggukan singkat pun diberikan. "Seperti yang Nona lihat."
"Lalu apa yang terjadi? Kenapa tuan tidak memanah lagi?"
Seketika pertanyaan itu mengambang untuk beberapa saat. Sampai Sang Oh pun menatap ke dalam iris jelaganya yang teduh. Senyum pun masih setia menemani wajah tuanya. Debu melayang di sekitar cahaya mentari yang ikut menyaksikan pembicaraan mereka.
"Enam tahun yang lalu tuan mengalami musibah. Malam setelah perlombaan selesai tuan sangat bersuka cita menerima kembali kemenangannya. Hujan pun datang membuat kejadian tidak diharapkan itu terjadi. Nasib malang lebih berpihak pada tuan hingga membuatnya mengalami kelumpuhan. Tuan muda mengalami kecelakaan tunggal. Tuan juga menerima kabar buruk dari dokter, jika untuk beberapa saat tuan tidak bisa memanah. Karena kedua kakinya yang tidak bisa digerakan. Hancur hati tuan menerima kenyataan itu. Sampai semua piala yang didapatkannya selama bertahun-tahun dilemparkannya begitu saja. Sebagian ada di ruang kerja tuan dan lainnya ada di sini. Sejak itu menjadi hari terakhir tuan memanah. Tidak hanya kehilangan hobinya, tapi tuan juga kehilangan teman-temannya. Termasuk nona Yuuna yang dulu begitu tuan cintai," cerita Sang Oh.
Rania tidak menduga akan nasib yang dialami suaminya. Ia pikir kekurangan Park Jim-in dialaminya saat masih kecil, tapi ternyata Rania salah. Jim-in sempat mempunyai kehidupan normal seperti orang kebanyakan, bahkan mempunyai cita-cita yang begitu besar.
Tanpa sadar air mata mengalir membentuk penyesalan. Rania tidak menyadari guratan kebencian yang hadir di wajah Jim-in. Senyum yang semula pria itu perlihatkan dihari pernikahannya hanya bentuk keprihatinan tentang masa lalu. Jim-in menyimpan lukanya sendirian, berharap sang waktu menghadirkan seseorang yang mengerti akan keadaannya.
Namun, ketika keinginan terdalamnya terwujud wanita itu tidak memahaminya.
Kini sang wanita sadar. Jika sosok Jim-in sebenarnya membutuhkan seseorang untuk kembali membuatnya semangat dalam menggapai mimpi yang terkubur.
"Aku... tuan..." oech Rania tidak beraturan.
"Tuan sudah menginginkan Nona dari dulu."
Perkataan itu mengundang tanya kembali. Netra jelaga Rania menangkap senyum itu lagi datang di wajahnya. Ia tahu Sang Oh tidak mungkin berbohong.
"Dan selebihnya Nona harus mendengar langsung dari tuan. Kalau begitu saya undur diri dulu."
Sang Oh pun pergi meninggalkannya menyisakan rasa penasaran.
...🌦️🌦️🌦️...
Beberapa jam sudah berlalu, setelah pertunangannya terjadi Jim-in mengasingkan diri dalam kamar. Ia duduk termenung di tepi tempat tidur merasakan kegundahan. Ia tidak seperti salah satu pasangan yang menikmati momen indah mereka. Ia memilih untuk beristirahat daripada melayani tamu undangan yang hadir. Baginya, melihat teman-teman di masa lalu bagaikan membuka luka lama.
Perih. Alunan musik yang masih berdentum di bawah menendang keras indera pendengaran. Jim-in menunduk melihat kedua kakinya yang kini sudah bisa berjalan lagi. Meskipun tidak sesempurna di masa itu. Ia masih tertatih dengan rasa sakit yang tersisa.
Wajah ayu Rania tiba-tiba saja mencuat dalam ingatan. Tidak pernah ia bayangkan wanita yang dijadikan pelayan begitu baik padanya. Bahkan dialah satu-satunya orang yang mendukung penuh dalam penyembuhannya. Sang istri selalu mendekapnya erat menyalurkan rasa hangat menjalar sampai ke hati membuat perjuangan membuahkan hasil.
Jim-in sadar sekarang. Siapa orang yang benar-benar menerima dia apa adanya dan bukan karena ada apanya.
Dua cincin yang melingkar di jari jemarinya membuat ia terpaku. Jim-in berkali-kali meyakinkan diri siapa orang yang telah berjasa dalam hidupnya.
Pintu kamar di buka perlahan. Tidak lama berselang wanita berhijab coklat muda menyembul masuk ke dalam. Kedua mata mereka saling beradu pandang. Sejenak menyelam dalam keindahan masing-masing, terpaku pada pancaran hangat sorot mata mendamaikan.
Hingga Rania pun berkata, "Tuan? Kenapa Tuan ada di sini? Tidak melayani tamu?"
Senyum mengembang mengakhiri pertanyaan.
Jim-in pun bangkit berjalan lunglai mendekati sang istri. Rania diam tidak bersuara, sampai mereka saling berhadapan menatap kehadiran masing-masing.
"Tu-tuan?" panggil Rania lagi saat tidak mendapati suaminya berbicara. Ia mendongak melihat gurat ketegasan yang terpancar di wajah tampan Jim-in.
Tanpa ada kata terlontar Jim-in mendekap hangat tubuh sang istri. Sontak hal itu membuat Rania melebarkan pandangan. Ia terkejut tiba-tiba saja Jim-in memeluknya erat. Bisa ia rasakan hangatnya hembusan napas Jim-in menyentuh ceruk lehernya. Ia juga mengetahui tubuh Jim-in sedikit mengigil. Hal tersebut mengundang keprihatian Rania. Terlebih sekarang ia tahu seterpuruk apa Jim-in setelah kecelakaan itu merenggut masa depannya.
Perlahan kedua tangan Rania terangkat lalu membalas pelukannya seraya mengusap punggung rapuh sang suami. Jim-in terhenyak dan kembali tenang saat Rania memperlakukannya dengan hangat. Kini ia bisa benar-benar merasakan kehadiran seseorang.
Terlebih itu yang paling berharga.
Kehangatan dalam dekapan orang terkasih membuat keduanya terbuai. Warna jingga di langit sana menggantikan kilauan biru yang membentang. Kehangatan raja siang yang hendak kembali ke peraduan menjadi saksi bisu kebersamaan pasangan suami istri tersebut. Pernikahan yang terjadi mengantarkan mereka ke dalam suatu hubungan yang mendasar.
"Mianhae, aku sudah menyakitimu. Aku sadar selama ini terlalu banyak melakukan kesalahan. Aku tidak melihat siapa orang yang benar-benar berjuang bersamaku. Mianhae, jeongmal..... mianhae.... saranghamnida."
Kata-kata terakhir yang Jim-in lontarkan membuat Rania menegang. Darahnya mendesir diseluruh tubuh. Rasa panas menjalar memberikan rona merah di kedua pipi gemilnya. Kata yang terucap meskipun dengan suara lirih berhasil merobohkan pondasi dalam mata.
Keristal bening jatuh dengan indah. Varsha, memang cocok bersanding dengan Rania. Hujan kembali turun membasahi tanah gersang. Satu kata yang sudah lama ia idam-idamkan kini terlontar sudah. Bagaikan khayalan yang menjadi kenyataan.
Rania tidak percaya dengan kala yang datang padanya saat ini. Ia pun semakin mengeratkan pelukan pada sang suami. Jim-in pun melakukan hal yang sama. Setidaknya untuk saat ini ia ingin merasakan kehadiran Rania. Wanita yang ia perlakukan seenaknya.
Dan wanita yang paling ia inginkan,
"Sejenak termenung dalam diam menyeruakan keinginan. Malaikat yang berwujud manusia hadir dalam bentuk sebaik-baiknya. Aku tahu tidak ada yang sempurna di dunia ini. Namun, wanita ini lebih dari sempurna di mataku. Allah memang tidak pernah salah memberikan ujian pada setiap hamba-Nya. Karena itu bersanding dengan kebaikan di dalamnya. Hujan datang membasahi hati yang gersang. Kelembapan tercipta mengundang kesejukan. Kilauan kebaikan berhasil meruntuhkan ego yang mendera. Kamu hadir menyadarkanku tentang artinya sebuah keberadaan,"_Park Jim-in.
...🌦️PENGUNGKAPAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘