NovelToon NovelToon
Cahaya Terakhir Senja

Cahaya Terakhir Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Allamanda Cathartica

Berawal dari hujan yang hadir membalut kisah cinta mereka. Tiga orang remaja yang mulai mencari apa arti cinta bagi mereka. Takdir terus mempertemukan mereka. Dari pertemuan tidak disengaja sampai menempati sekolah yang sama.

Aletta diam-diam menyimpan rasa cintanya untuk Alfariel. Namun, tanpa Aletta sadari Abyan telah mengutarakan perasaannya lewat hal-hal konyol yang tidak pernah Aletta pahami. Di sisi lain, Alfariel sama sekali tidak peduli dengan apa itu cinta. Alfariel dan Abyan selalu mengisi masa putih abu-abu Aletta dengan canda maupun tangis. Kebahagiaan Aletta terasa lengkap dengan kehadiran keduanya. Sayangnya, kisah mereka harus berakhir saat senja tiba.

#A Series

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Allamanda Cathartica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 11: Bersama Senja Mengungkap Cinta

Aletta menaiki tangga dengan berlari, dua anak tangga sekali langkah. Aletta tidak mau sahabat setianya pulang ke rumah tanpa Aletta antar. Matanya menatap cahaya jingga yang menyebar diseluruh langit, sehingga menutupi bagian yang berwarna biru. Tangan Aletta memegangi dadanya yang naik turun, disenderkannya tubuh Aletta di dinding bercat putih. Netra cokelatnya setia memandang ke atas, mengamati detik demi detik pergerakan matahari yang mulai menghilang.

Tubuh Aletta merosot jatuh, dia duduk bersila di atas lantai yang terbuat dari semen. Di gedung tua yang tidak jauh dari taman kompleks tepatnya Aletta berada. Rooftop memang tempat favorit Aletta, dia sering ke sini hanya untuk melihat sunset. Mungkin terdengar aneh, Aletta buang-buang waktu cuma demi melihat sunset. Terkadang Aletta juga meluapkan perasaannya di sini. Mengutarakan semua masalah yang membebani pikiran dengan berteriak sesuka hatinya.

Aletta menyibakkan rambutnya yang menutupi sebagian wajah, menghembuskan napas perlahan. "Senja, ingatkan gue tentang janji yang gue buat hari ini. Jangan sampai gue melanggarnya." Aletta menatap sendu ke arah langit. Satu harapan Aletta, dapat menepati janji yang dia ucapkan pada Agisha.

"Janji soal apa?" tanya seseorang dengan tiba-tiba.

Jreng ...

Suara yang berasal dari petikan senar gitar seketika membuat Aletta menoleh cepat, rasa penasaran Aletta membuatnya ingin tahu siapa orang yang memainkan gitar di tempatnya berada. Tubuh Aletta tersentak, membelalakan matanya lebar-lebar karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Aletta yang masih menggunakan ekspresi terkejutnya.

"Hey, Pendek! Seharusnya gue yang tanya, lo ngapain di sini?" Sudah bisa ditebak siapa orang misterius tadi, tidak lain adalah Alfariel. Siapa lagi yang memanggil Aletta dengan sebutan pendek kecuali Alfariel. Tidak ada. Kalau pun ada, Aletta tidak segan-segan menonjok orang yang seenaknya mengatainya pendek. Cukup Alfariel saja.

Guratan garis tercetak di dahi Aletta. "Gue ... " perempuan itu nampak semakin bingung ketika ditanya alasan mengapa dirinya berada di sini sekarang.

Derap langkah kaki Alfariel membuyarkan konsentrasi Aletta yang masih sibuk berpikir, kepala Aletta mendongak ke atas, tahu-tahu Alfariel sudah berdiri tepat di samping Aletta. "Lo suka senja ya?" ujar Alfariel bertanya dengan intonasi datar.

"Eum ... " gumam Aletta sambil mengangguk. "Kata orang warna oranye melambangkan kegembiraan. Karena itulah gue suka sama senja. Senja bisa buat gue seneng."

"Tetapi kalau ternyata senja juga yang membuat lo sedih, apa lo akan membenci senja?" Alfariel memandang lurus ke depan melihat warna merah dan kuning yang bercampur menjadi warna jingga.

Aletta tersenyum. "Nggak akan." Jeda sebentar, Aletta mengambil gitar yang ada di depan Alfariel. Menaruhnya di pangkuan lalu memainkan gitar itu dengan memetik senar perlahan. "Biar gue kasih tahu lo tentang senja. Senja datangnya memang singkat. Tetapi dia dapat membuat semua orang akan setia menunggunya. Apa lo tahu? Senja tidak hanya penghantar siang menuju malam, senja juga penyatu di antara keduanya."

Alfariel menghela napas. "Lo kalau ngomong jangan pakai bahasa kiasan, sumpah dah gue nggak ngerti. Ngerjain aljabar xy xyan gue aja kagak paham, apalagi pecahin teka-teki lo."

"Gue nggak nyangka, ternyata lo lemah juga dalam urusan matematika. Tampang doang yang sok belagu," ujar Aletta. Dia tak habis pikir dengan laki-laki yang duduk di sebelahnya itu.

Alfariel mendengus tidak membalas. Aletta melanjutkan, "Dengerin ya, terkadang orang salah mengartikan cinta cuma sebagai rasa sayang, takut kehilangan, atau rela berkorban. Tapi bagi gue, cinta itu lebih dari itu. Cinta adalah ketika lo bisa mencintai tanpa mengharapkan balasan. Kayak senja yang datang dengan sederhana tapi tetap dinantikan. Hubungan yang didasari cinta itu seharusnya menyatukan dua hati, saling melengkapi, bukan sekadar menyalurkan rasa sayang."

Alfariel terdiam. Untuk pertama kalinya, dia mendengarkan tanpa menyela. Senja di langit mulai memudar, tetapi percakapan mereka terasa seperti awal dari sesuatu yang baru.

Prok-prok-prok.

Alfariel berdiri, dia bertepuk tangan sambil menggelengkan kepala. Sepertinya dia mulai baper dengan penjelasan Aletta tentang senja yang menyangkut soal cinta itu. "Biar gue tebak, lo pasti pemenang lomba nulis puisi se-RT, kan? Bahasa lo puitis banget, sumpah!"

'Hah? se-RT? Jangankan juara se-RT, juara di hati lo aja nggak pernah,' ucap Aletta dalam hati. Matanya menatap Alfariel yang juga menatapnya.

Aletta mengangkat gitar yang masih di pangkuannya lalu menyodorkannya ke arah Alfariel. "Menurut lo, cinta itu apa?" tanyanya mencoba membalikkan situasi. Kali ini, giliran Alfariel yang menjawab.

Alfariel mengernyitkan dahi, seakan pertanyaan itu adalah soal ujian yang tidak dia pelajari. Alfariel mengangkat bahu tanda ketidaktahuan lalu melangkah menjauh dari tempat Aletta duduk. "Gue akan jawab pertanyaan lo," ucapnya dengan nada santai. "Tapi nanti ... saat kita berdua liat senja lagi di sini."

Aletta mengangkat alis, bingung sekaligus penasaran dengan jawaban tidak terduga itu. Namun, sebelum dia sempat menanggapi, Alfariel melirik ke belakang sekilas. Pandangannya bertemu dengan senyuman Aletta yang entah kenapa terasa tulus dan hangat.

‘Kenapa senyumnya kayak gitu?’ pikir Alfariel, mendadak merasa aneh dengan dirinya sendiri. Namun, dia tak menunjukkan apapun, hanya membalikkan badan dan melanjutkan langkahnya, meninggalkan Aletta dengan sejuta tanya yang menggantung di udara.

Sementara itu, Aletta memandangi punggung Alfariel yang semakin menjauh. "Dasar orang aneh," gumamnya pelan. Bibirnya masih menyunggingkan senyum kecil. Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan tentang lelaki itu dan mungkin dia juga tidak ingin menjelaskannya.

Aletta masih duduk di tempatnya, menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dilewati Alfariel. “Kenapa dia harus bikin semuanya jadi teka-teki?” gumam Aletta sambil menghembuskan napas panjang. Pertanyaan yang dia ajukan tadi sebenarnya sederhana, tetapi entah kenapa jawabannya malah membuat perasaannya campur aduk.

Aletta menggigit bibir bawahnya, berusaha mengusir rasa penasaran yang mulai menguasai pikirannya. Sayangnya itu sulit sekali. Sosok Alfariel dengan tatapan datar dan sikapnya yang penuh misteri terus saja terlintas di benaknya. ‘Kalau senja berikutnya harus nunggu dia buat jawab pertanyaan gue, kapan tuh bakal terjadi?’ pikirnya.

Di sisi lain, Alfariel berjalan lambat menuju taman kompleks di dekat gedung tua itu. Malam semakin larut dan suasana menjadi semakin sunyi. Dia duduk di salah satu bangku taman sambil memandangi bayangan pohon yang bergoyang tertiup angin.

“Kenapa gue malah mikirin dia?” Alfariel mengusap wajahnya merasa jengkel dengan dirinya sendiri. ‘Senja dan cinta .… semua itu nggak ada hubungannya sama gue. Tapi kenapa dia bikin gue ngerasa beda?’ batinnya.

Dia mendongak ke langit, menatap bintang yang mulai bermunculan. “Aletta … ” gumamnya pelan nyaris seperti bisikan. “Lo emang unik ya.”

Sedetik kemudian dia menggeleng pelan, mencoba menepis pikirannya. ‘Gue nggak bisa deket sama siapa pun sekarang. Gue masih punya luka yang belum sembuh. Gue nggak mau jadi beban buat siapa pun, apalagi dia.’

Alfariel berdiri, menjejalkan tangannya ke dalam saku jaketnya. Dia menatap gedung tua itu sekali lagi sebelum melangkah pergi. Dalam hati, dia tahu ada sesuatu yang berbeda pada Aletta, sesuatu yang mengusik dinding tebal yang selama ini dia bangun. Namun, dia belum siap untuk menghadapinya.

***

Bersambung …..

1
Oryza
/Speechless/
Hindia
nah kan bener ada backingannya
Hindia
pantes aja ya ternyata dia punya backingan
Hindia
sok sok an banget
Hindia
parah banget mita
Hindia
sumpah bu tya ini sangat mencurigakan
Hindia
lah berarti selama ini alfariel ngode gak sihh kalau emang ekskul tari itu ada sesuatu
Hindia
Alurnya ringan, sejauh ini bagusss
Hindia
Walahhh alfariel mah denial mulu kerjaannya
Hindia
Gass terus abyan
Hindia
Tumben banget nih si Fariz agak bener otaknya
Gisala Rina
🤣🤣
Gisala Rina
udah lupa ajah nih anak 🤣🤣
Gisala Rina
mungkin ada alasan yang bikin papa lu ga bicara jujur.
Gisala Rina
jangan gitu. begitu juga itu papa lu alfariel 🤬
Gisala Rina
mang eak mang eak mang eak sipaling manusia tampan 1 sekolah 😭
Gisala Rina
cowok bisa ngambek juga yaa ternyata hahaha
Gisala Rina
Kwkwkwkwk kalian kok lucu
Gea nila
mending kamu fokus ajah alfariel. emang sih bakal susah. tapi ya gimana lagi 😭
Gea nila
wkkwkwk sabar ya nasib jadi tampan ya gitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!