Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Curhatan Hati Benny)
Di sebuah bar yang terletak di jalan xx, Benny duduk seorang diri di salah satu kursi bundar yang di depannya terdapat meja panjang dan juga berderet rak kaca berisi beraneka minuman beralkohol.
"Aaah.. segar sekali. Sudah lama tenggorokanku tak merasakan nikmatnya minuman syurga ini." oceh Benny sembari tersenyum lebar memandangi gelas kecil yang berada dalam genggamannya.
"Isi lagi," perintah Benny pada seorang bartender.
"Minumannya yang tadi, Tuan? Atau mau mencoba yang lainnya?" tanya si Bartender.
Benny menggelengkan kepala, "Saya tidak mau mencoba yang lainnya, saya maunya minuman yang sama seperti yang tadi," ucapnya setengah bergumam.
"Baiklah, Tuan."
Si Bartender lantas menuangkan minuman beralkohol yang dipegangnya ke dalam gelas milik Benny.
"Silahkan dinikmati, Tuan." ucapnya seraya menyodorkan kembali gelas kecil itu pada Benny.
Sekali teguk, minuman itu habis tak bersisa.
"Aaahh.." Benny berteriak nikmat. "Bartender! Aku mau lagi!" teriaknya sembari mengangkat tinggi-tinggi gelasnya.
"Cukup, Benn. Kamu itu dari dulu tak pernah kuat minum, jadi jangan sok-sokan minta tambah," ucap seseorang yang tiba-tiba saja merebut gelas milik Benny.
Benny menatap tak suka pada orang yang berdiri di sampingnya, "Br*ngsek kamu, Bay! Tega sekali kamu membuatku menunggu lama," umpatnya.
Bayu, teman dekat Benny tertawa mendengarnya, "Maaf.. maaf. Waktu aku mau berangkat, tiba-tiba saja klienku menelpon dan mengatakan ingin bertemu denganku. Itu sebabnya aku tak bisa langsung menyusulmu kemari," jelasnya.
"Ah! Omong kosong!"
"Trust me, Bro,"
"Aku lebih percaya kalau kamu bilang sedang tidur dengan seorang p*lacur seksi, makanya kamu terlambat menyusulku kemari," kata Benny.
Bayu tersenyum tipis, "Itu alasan lama, Benn, sekarang aku sudah bertaubat dan tak pernah bermain lagi dengan wanita-wanita seperti itu," ucapnya membela diri.
Benny memicingkan kedua matanya sambil mendekatkan wajahnya ke Bayu.
Tep.
Kedua tangannya menyentuh pipi Bayu. Dengan setengah kesadarannya, Benny berkata, "Kamu tahu, Bay? Salah satu tanda kiamat itu apa?"
Bayu menggelengkan kepalanya, "Apa memangnya?" tanyanya.
"Taubatnya seorang g*golo sepertimu." Sontak, setelah mengatakan hal itu, Benny tertawa keras.
Keduanya lantas menjadi pusat perhatian para pengunjung bar.
"S*alan kamu, Benn!" umpat Bayu sembari mendorong pelan tubuh Benny.
Melihat teman dekatnya yang sudah kehilangan setengah kesadarannya, Bayu pun lantas meminta seorang pegawai bar untuk membantunya membawa Benny keluar dari dalam sana.
Sebelum keluar, Bayu sempat mengambil dompet Benny dari dalam saku celana Benny. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu Benny untuk membayar minuman yang telah ditenggak habis oleh temannya itu.
Bayu melangkah keluar, menyusul Benny dan seorang pegawai bar yang telah lebih dulu berada di luar.
"Masukkan dia ke mobil," perintah Bayu kepada seorang pegawai bar usai ia membuka pintu mobilnya.
"Sudah, Bos," ucap si pegawai bar.
"Ini untuk tipsmu," ucap Bayu sembari menyodorkan uang dua ratus ribu kepada si pegawai bar.
"Wah, terima kasih, Bos."
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang menuju ke sebuah apartemen.
Sesampainya di sana, lagi lagi Bayu meminta seseorang untuk membantunya membawa Benny masuk ke dalam kamar apartemennya.
Sebelum masuk, Bayu sempat meminta si pegawai apartemen untuk melepaskan jas yang melekat di tubuh Benny dengan alasan ia tak suka dengan aroma tak sedap yang berasal dari jas Benny.
"Taruh di mana temannya, Pak?" tanya si pegawai apartemen.
"Taruh saja di lantai,"
"Hah? Di lantai?" si pegawai apartemen terlihat bingung usai mendengar ucapan Bayu. "Apa tidak dingin kalau ditaruh di lantai, Pak?" tanyanya berhati-hati.
"Teman saya itu kalau sedang mabuk memang harus ditaruh di tempat yang dingin-dingin, Pak, biar cepat sadar," jelas Bayu.
"Ah begitu ya?" ucap si pegawai apartemen sembari menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal.
"Taruh saja di lantai depan kamar mandi dan biarkan pintu kamar mandinya terbuka lebar," perintah Bayu.
"Ba- baik, Pak." Tanpa banyak bertanya lagi, si pegawai apartemen langsung melakukan apa yang diperintahkan Bayu kepadanya barusan. "Ada tugas lagi, Pak, untuk saya?" tanyanya kemudian.
"Tidak." Bayu mengeluarkan dua lembar ratusan ribu dari dalam dompet Benny dan lalu memberikannya kepada si pegawai apartemen. "Ini tips untukmu," ucapnya.
Dengan senang hati si pegawai apartemen menerima uang itu, "Banyak sekali, Pak, terima kasih ya.." ucapnya senang.
Bayu hanya tersenyum tipis.
"Seharusnya orang-orang berterimakasih pada Benny karena uang yang aku berikan pada mereka adalah uang Benny bukan uangku." batin Bayu.
Seperginya si pegawai apartemen, Bayu langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Ia kemudian berjalan ke balkon apartemennya dan duduk di sebuah kursi bundar miliknya yang terbuat dari rotan.
Pandangannya lurus ke depan, menatap lampu-lampu yang berkelap-kelip dari gedung-gedung tinggi di jauh sana.
Bayu menikmati malamnya dengan sebatang rokok mild di sela bibirnya dan juga sekaleng minuman beralkohol rendah yang berada di genggamannya.
"Bay!!"
Di tengah lamunannya, tiba-tiba saja Bayu mendengar suara Benny memanggil namanya.
Dengan sedikit berteriak, Bayu menyahut, "Aku di balkon, Benn,"
Tap.
Tap.
Tap.
Dari dalam ruangan apartemennya, muncullah Benny. Ia berdiri di ambang pintu sambil meremas kuat rambutnya.
"Cepat sekali kamu sadarnya, Benn? Biasanya pagi kamu baru tersadar," tanya Bayu.
"Kalau aku ditaruh di atas ranjang yang empuk dan hangat, sudah pasti aku akan bangun di pagi hari. Berbeda halnya kalau ditaruh di lantai dingin, di depan kamar mandi yang pintunya terbuka lebar," ucap Benny setengah menyindir.
Bayu tertawa, "Sorry.. sorry.." ucapnya tanpa penyesalan.
"Hoaahm! Jam berapa ini, Bay?" tanya Benny sembari ikut mendudukkan pantatnya di kursi kosong yang berada di sebelah kursi Bayu.
"Jam 8 malam,"
"Hah, sudah jam 8? Gi-la, berapa lama aku berada di bar tadi?" Benny menengadahkan wajahnya menghadap ke langit-langit balkon sambil dipijatnya pelan kepalanya yang masih terasa berdenyut.
"Hem.. sekitar 3 jam'an mungkin,"
Tiba-tiba Benny beranjak dari duduknya. "Ponselku mana, Bay?" tanyanya sembari mencari-cari ponselnya di saku celananya.
"Di saku jas kerjamu mungkin," jawab Bayu. "Itu jasmu, ku letakkan di atas sofa," tunjuknya ke arah sebuah sofa yang berada di ruang tv.
Benny langsung menuju ke sana.
Beberapa menit kemudian, ia kembali ke balkon dan duduk di tempatnya semula.
"Sudah?" tanya Bayu.
"Sudah. Niatku mau mengabari istriku kalau aku sedang berada di sini bersamamu, tapi setelah melihat deretan pesan yang belum ku baca dan notifikasi panggilan tak terjawab dari istriku, kepalaku tiba-tiba saja kembali berdenyut. Akhirnya aku urungkan saja niatku itu dan mematikan ponselku," ucap Benny.
Bayu terkekeh mendengarnya, "Kalian itu masih jadi pengantin baru, Benn, seharusnya keadaan kalian sedang mesra-mesranya. Ini malah kebalikannya," ejeknya.
Benny berdecak, "Yang ku inginkan juga seperti itu, tapi-" Benny menghentikan ucapannya.
"Tapi kenapa?"
Benny menatap Bayu sambil tersenyum tipis, ia lalu memalingkan pandangannya lurus ke depan, memandangi gelapnya malam itu.
_