Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Melihat Narendra terdiam, Bastian tidak ingin merusak malam bocah kecil itu, dengan membuatnya memikirkan masalah rumah tangga kedua orang tuanya.
"Om bukakin snacaknya ya? Nanti om lihatkan video pesepak bola handal, dengan atraksinya!" seru Bastian memecah keheningan.
Narendra menoleh girang, "Yee, aku mau om! Aku ingin bisa jadi pesepak bola hebat!" sahutnya.
Melihat kedekatan tuan mudanya dengan orang asing itu, sontak bibir Inem terangkat keatas. Sudah hampir dua minggu dia menjadi pelayan keluarga Bagas, tidak pernah sekalipun Bagas mengajak putranya bermain, walau sekedar menemaninya belajar.
Narendra dan Bastian bagaikan putra dan seorang ayah yang tengah menghabiskan malamnya, dengan tawa lepas, dan banyak cerita.
Aisyah berjalan keluar, sembari mengedarkan pandangan untuk mencari dimana sang putra dan pelayan.
Langkahnya terhenti, saat dia melihat putranya tengah asik bercengkrama dengan seorang pria, yang tak asing lagi baginya.
"Narendra sayang...!" seru Aisyah yang sudah berhasil menghampiri putranya.
Narendra sontak menoleh, begitu juga Bastian. Pria dewasa itu langsung bangkit dari duduknya, dengan sedikit menunduk canggung. Entah mengapa, jantungnya kembali berpacu dengan begitu cepat.
"Bunda...! Bunda pasti nyariin Rendra, ya?" tanya bocah kecil itu, seraya turun dari bangku besi, "Oh ya bunda. Apa mamah Melati sudah pulang?"
Aisyah merasa tidak enak hati, terhadap ucapan putranya yang saat ini terdengar orang lain. Dia melambai tangan, agar putranya itu segera mendekat kearahnya.
"Sini sayang!!" serunya. Tatapanya beralih pada pria didepanya yang sejak tadi hanya diam, namun kedua matanya seolah melempar beberapa pertanyaan, yang ingin sekali dia utarakan, "Terimakasih, sudah menemani putra saya!! Maaf, jika Narendra begitu merepotkan anda!"
Narendra mendongakan wajahnya, seraya kedua tangan kecilnya mengangkat katung besar tadi, dengan menunjukan deretan gigi susunya. Dari tatapan kecil itu, dia ingin menunjukan kepada bundanya, bahwa dia barusan mendapat hoki dari pria dewasa disampingnya.
Bastian tersadar, hingga dia hanya tersenyum sambil menggaruk tengkuk belakang kepalanya, yang tiba-tiba terasa gatal. Entah apa yang pria 32 tahun itu rasakan, hingga membuatnya benar-benar salah tingkah.
"Sama sekali tidak! Tadi pas saya mau masuk, saya melihatnya sedang duduk dengan pengasuhnya!!" pekik Bastian.
"Bunda...apa nanti mamah Melati akan tidur dengan kita malam ini? Apa mamah Melati nanti, juga bobog dengan ayah?" tiba-tiba Narendra melontarkan kalimat, yang membuatnya sulit sekali untuk menjawab.
Aisyah semakin canggung dengan pria didepanya itu. Dia hanya tersenyum culas, sambil tanganya mengusap kepala sang putra. Tatapanya beralih kembali kepada Bastian.
"Maaf, kami permisi masuk dulu!" pamitnya, kemudian Aisyah menggandeng tangan putranya, untuk dia ajak beranjak dari tempat tersebut.
"Aisyah, sebentar!!" seru Bastian, menghentikan langkah bunda Narendra.
Aisyah membalikan badan kembali, sambil berfikir, dari mana pria itu dapat mengetahui namanya.
"Anda mengetahui nama saya?" kata Aisyah setelah berhasil membalikan badanya.
Bastian tersenyum, "Saya bertanya pada bu Fatma, pemilik butik Fatma collection!!" jawabnya, dan hanya mendapat anggukan kecil dari lawan bicaranya. "Apa lusa, saya boleh mengajak Narendra main di taman? Kebetulan saya juga sedang cuti!!" lanjutnya.
Aisyah melirik sekilas kearah sang putra, yang sudah menunjukan wajah girangnya, "Maaf sebelumnya, tapi malam ini saya berencana mengajak Narendra untuk pulang kerumah orang tua saya!" tolak Aisyah dengan lembut, karena memang dia tida tahu, apakah dia masih akan tinggal di pat house ini atau tidak.
Bastian mengernyit, "Malam-malam seperti ini? Maaf jika lancang, apa suami anda yang akan mengantar??" tanyanya, seakan menunjukan rasa khawatir dari sorot matanya.
Aisyah tersenyum sambil menggelengkan kepala lemah, "Saya yang akan menyetir sendiri!! Kalau begitu, saya permisi!" Pamitnya, karena Aisyah tidak ingin orang lain mengetahui masalah rumah tangganya.
Bastian hanya menatap nanar kearah jalanya ibu dan anak itu. Dia semakin yakin, jika saat ini rumah tangga wanita yang dikaguminya, sedang tidak baik-baik saja.
** **
Klek..
Pintu terbuka dari luar. Dengan menormalkan wajahnya sedingin mungkin, Aisyah melangkahkan kakinya masuk kedalam sambil sebelah tanganya masih menggandeng tangan sang putra.
Melihat kedatangan Narendra, Melati dan Bagas sontak bangkit dari duduknya dimeja makan, untuk menghampiri bocah kecil itu.
"Narendra...sini sama mamah sayang!" seru Melati tersenyum hangat, menghentikan langkah ibu dan anak tersebut.
Narendra menoleh, "Hai mamah...! Lihatlah, tadi Narendra dikasih snack banyak dari om pesepak bola!" tunjuknya sambil mengangkat sekantung makanan tadi.
Bagas yang mendengar, sontak mengerutkan dahinya, "Om pesepak bola? Memang dia siapa sayang?" tanyanya.
"Ayo Narendra!" seru Aisyah mengingatkan putranya.
Tanpa menjawab pertanyaan sang ayah, bocah kecil itu hanya mengangguk, semakin memperkuatkan genggaman tanganya pada tangan sang bunda. Narendra mendongak menangkap tatapan Aisyah, seolah bocah kecil itu semakin mantap dengan keputusan bundanya.
Melati bangkit kembali setelah keduanya masuk kedalam kamar, dengan sikap dingin Aisyah.
"Lihatlah mas, mbak Aisyah pasti sudah sudah meracuni otak putra kita!! Narendra semakin asing sikapnya denganku!" ucap Melati mendramalisir keadaan.
Bagas yang merasa pusing, hanya menghela nafas berat, hingga memutuskan beranjak menuju depan, tanpa menjawab ucapan istri keduanya.
Sementara didalam kamar, Aisyah mencoba memberi paham kepada putranya, bahwa mereka malam ini akan keluar dari rumah yang sempat mereka huni beberapa minggu terakhir.
"Apa Rendra tidak keberatan sayang, jika malam ini kita pulang kembali kerumah oma dan oppa?!" ujar Aisyah yang menekuk kakinya, saat menatap sang putra yang kini tengah duduk diatas ranjang.
Entah mengapa hatinya tiba-tiba terasa sesak, hingga tanpa dia rasa buliran bening ikut berjatuhan melewati rahang keras pipinya.
"Apa ayah juga akan ikut, bunda?" tanya Rendra, sambil satu tanganya terangkat mengusap air mata bundanya.
Aisyah tersenyum kecut, seolah merutuki kesalahanya yang sempat menangis didepan Narendra.
"Maaf sayang, bunda tadi kelilipan!!" tawa Aisyah memecah keheningan, "Ayah, tidak bisa ikut sayang! Ayah kan harus menemani mamah Melati!" balasnya.
"Baiklah bunda, Narendra mau ikut dengan bunda, kemanapun bunda pergi!! Narendra anak laki-laki, dan harus selalu menjaga bundanya!!" kata bocah kecil itu, sambil mengangkat kedua lengannya yang penuh dengan gumpalan daging dan lemak.
Aisyah langsung memeluk sejenak tubuh Narendra, sembari membatin, 'Maafkan bunda sayang! Bunda belum bisa menciptakan keluarga cemara seperti keluarga lainnya! Suatu saat, jika kamu sudah dewasa, kamu pasti akan tahu, sesakit apa yang bunda jalani!'
"Sekarang, yuk bantuin bunda buat siap-siap! Nanti keburu malam."
Narendra mengangguk, "Siap bunda!" bocah kecil itu langsung turun dari ranjang, dengan meloncat girang, tanpa dia tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi.
Selang beberapa menit.
"Mbak Inem sudah siap?" seru Asiyah pada sang pelayan, karena dia sudah berencana untuk mengajaknya pulang kerumah.
"Sudah non!!" jawab Inem, sambil menenteng tas kerjanya.
Tap.. Tap.. Tap..
Bagas masih duduk termenung diatas sofa ruang tamu, menunduk lesu, tanpa peduli ocehan istri keduanya. Fokusnya teralihkan, saat mereka kedua mendengar deru langkah kaki, yang disertai seretan koper semakin mendekat kearahnya.
Tatapanya menajam, setelah dia melihat istri dan juga putranya sudah siap dengan tas mereka masing-masing.
Bagas dan Melati bangkit dari duduknya, "Ara, mau kemana kalian malam-malam seperti ini?" tanya Bastian dengan sorot mata begitu cemas.
"Tidak perlu lagi kamu tahu, kemana aku akan pergi!! Yang jelas, aku tidak sudi tinggal didalam rumah ini lagi!! Tandas Aisyah dengan sorot mata dingin, tanpa menatap kearah suaminya.
"Narendra...kamu mau kemana sayang? Mamah jauh-jauh kesini, agar bisa merawat Narendra kembali. Tapi sekarang, Narendra mau kemana?" sahut Melati, yang juga merasa terkejut.
"Rendra sebagai anak laki-laki, harus menjaga bunda, kemanapun bunda pergi!!" jawab Narendra sambil tersenyum bangga menatap kearah bundanya.
"Ayo sayang....!!" ajak Aisyah kembali, mengingatkan putranya.
"Ara...tunggu!! Kalian menetap lah disini, biar aku yang mengajak Melati keluar. Pat house ini sudah aku berikan padamu. Jadi kumohon, jangan pergi!!" suara Bagas memberat. Sorot matanya menyirat permohonan yang begitu dalam.
Namun hati Aisyah sudah mengeras. Seribu kali pun Bagas memohon, tidak dapat mengurungkan tekadnya yang sudah bulat. Apapun yang menyangkut suaminya, sebisa mungkin akan dia lepasnya secara perlahan.
"Maaf! Simpan saja permohonanmu," singkat Aisyah, dan langsung segera beranjak keluar dari pat house mewah tersebut.
Mungkin sudah saatnya dunia tahu, bagaimana kejamnya rumah tangga yang diciptakan oleh seorang Bagas. Aisyah berjalan melewati lorong yang begitu sunyi, dengan datangnya semilir angin dari pepohonan, seolah mengucapkan salam perpisahan dari mereka.
Dan malam itu, menjadi saksi perjalanan rumah tangganya harus berakhir sudah. Aisyah meraup nafas dalam-dalam, memantapkan hatinya agar lebih ikhlas menjalani. Dia yakin, dibalik ujiannya saat ini, ada kebahagiaan yang telah melambai menantinya disana.
** **
"Abah, kok perasaan bunda ngga enak ya?!" kata bu Sinta, yang terlihat menahan kegelisahan.
Tuan Abdullah yang sedang fokus pada laptop kerjanya, hanya menoleh sekilas, "Istigfar saja bu. Mungkin ibu yang terlalu berlebihan, dalam memikirkan sesuatu!"
"Apa rumah tangga Ara, baik-baik saja ya bah?" sahut bu Sinta kembali.
Kedua parubaya itu, saat ini sedang duduk diteras depan, menikmati sapuan angin yang melewati rumah mewah tersebut.
Dan entah mengapa, sejak tadi bu Sinta kepikiran dengan putri bungsunya itu. Keajaiban apa, yang telah Tuhan karuniakan antara ibu dan putri angkatnya, sehingga ikatan batin diantara keduanya begitu sangat erat.
Dan tak lama kemudian, mobil mewah bewarna hitam baru saja memasuki gerbang mewah, setelah di buka oleh sang penjaga.
"Abah...itu mobil putri kita?!" tatapan bu Sinta lurus kearah mobil Aisyah yang baru saja tiba, dengan tangan menggoyangkan lengan suaminya.
Bu Sinta segara bangkit, dan langsung menghampiri putri kecilnya itu. Entah mengapa hatinya seketika mencoles, saat dia melihat sang putri baru saja keluar dari mobil, sembari menghela nafas dalam.
"Apa yang terjadi?" tegur bu Sinta sembari mengedarkan pandangan.
Aisyah masih tersenyum hangat. Dia memerintahkan Inem untuk menggendong Narendra, karena bocah kecil itu sudah tertidur pulas. Sementara penjaga rumah, tampak mengambil koper dan barang-barang lainnya dari dalam mobil.
"Pak Imam, tolong bawa kedalam kamar saya!" perintahnya pada sang penjaga, "Mbak Inem bisa ikuti pak Imam. Dan tolong, nanti jaga Rendra sebentar, karena ada yang ingin saya bicarakan dulu pada orang tua saya!!"
Inem hanya mengangguk sopan, lalu segera beranjak dari tempatnya, setelah memperkenalkan diri secara singkat.
Bu Sinta merengkuh pundak putrinya untuk diajaknya masuk kedalam, begitu pun dengan tuan Abdullah, yang tampak antusias.
"Katakan apa yang terjadi, sayang?" kata Sinta, setelah mereka berhasil duduk diruang tengah.
Aisyah yang mendapat usapan lembut dari tangan sang ibu, sontak kedua matanya memanas. Mencoba untuk membendungnya, namun tidak bisa. Air mata yang sudah menggenang itu, pada akhirnya berjatuhan juga.
"Bunda, abah..." Aisyah menatap satu persatu kedua orang tuanya, "Maaf!! Ara sudah tidak sanggup bertahan dengan mas Bagas!! Ara tidak dapat mempertahankan rumah tangga Ara. Bukan karena Ara egois, tidak memikirkan nasib Narendra. Tapi, rumah tangga Ara benar-benar sudah tidak sehat!! Ara......"
"Sudah sayang, sudah...!! Tidak perlu kamu lanjutkan lagi. Abah dan bundamu dapat mengerti!!" sela tuan Abdullah, sembari melepas kacamata, karena tanpa dia sadari air matanya juga ikut menetes.
Bu Sinta langsung memeluk tubuh putrinya, karena dadanya begitu sesak, "Apapun keputusanmu, bunda dan abah akan dukung sayang!! Jangan korbankan kesehatan mentalmu, demi anak!! Putramu pun akan bahagia, jika melihat bundnya bahagia. Mungkin ini kehendak ALLAH untuk mengakhiri pernikahan kalian!! Sudah, keputusanmu sudah tepat!!" sambung bu Sinta kembali.
Dan ternyata benar, apa yang bu Sinta rasakan. Sebegitu kuatnya ikatan mereka berdua.
Tidak ada orang tua yang baik-baik saja, disaat melihat dunia putrinya hancur seketika. Putri kecil yang dia besarkan, berharap ketika besar bisa mendapat kebahagian dari pasanganya setelah menikah. Namun apa yang terjadi?? Hidup sebuah pilihan. Tuhan pun tidak membenarkan poligami, dari sebuah penghianatan.
** **
Di belahan dunia, tepatnya di negara Swiss.
Seorang pria, baru saja memutus sambungan telfonnya dengan seseorang. kedua tanganya terkepal kuat, dengan pandangan lurus kedepan. Guratan merah dilehernya, menandakan dirinya pagi ini benar-benar menahan geram terhadap seseorang.
Dia kembali masuk kedalam kamar, dan berhenti tepat disisi dinding, yang menampakan lukisan seorang wanita yang tengah tersenyum lembut sambil menopang dagu.
"Arrghhkkk....." teriak pria itu, sambil memukul tembok yang berada didepanya. Emosinya tidak terkendali, karena dia baru mendapat kabar yang begitu menyakitkan.
Pria tua yang mendengar putranya teriak begitu kencang, sontak berjalan tergesa menuju kamarnya, untuk melihat apa yang terjadi.
Klek... Pintu terbuka dari luar.
Dan betapa shocknya, disaat dia melihat darah segar mengucur disela-sela jari sang putra.
"Ya ALLAH...!! Apa yang terjadi?!" kata sang ayah, dengan mata terbuka lebar. Detik kemudian dia segera bergegas menghampiri kearah putranya.
sudah author up dibab 1 ya. baru tahap review. nati sudah bisa dilihat.
untuk Dava dan Bastian next bab ya 🤗🤗😍
terus sdh berapa lama tdk nyampur sama melati.
laki2 paling ingatnkalau soal LUBANGHGG
terus bagas engga curiga begitu, apalagi klu di pakai sama bagas. punya melati becek,banjir. bau pejunya si bisma.biar dicuci juga msh bau bagian dalammm.
lanjut kak
dan abaikan kemarahan dinda saat menyaksikan dava melamar aisyah
lanjut double up ya kak
emang jodoh aisyah tuh babang dava
lanjut kak