Arsyila Maharani harus terpaksa melalui hari- hari yang sulit, hanya karena sebuah kesalahan satu malam yang di luar kendalinya.
Arsyila menjadi korban dari bos tempat Ia bekerja yang pada saat itu sedang terpuruk, kehilangan mahkota yang sangat berarti dua hari sebelum pernikahan mereka.
Mampukah Arsyila melalui hari- harinya ke depan, bukan hanya masalah dari keluarga nya dan juga masyarakat yang memandang dirinya hina.
Bagaimana Ia menghilangkan rasa trauma berat dalam hidupnya, apakah ada cinta tulus yang akhirnya menghampiri nya. Yuk simak kelanjutan nya disini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💘 Nayla Ais 💘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
William
Larissa turun dari mobil lebih dulu, disusul Pak Bejo. Lastri yang melihat kedatangan Larissa pun bergegas menghampiri.
Bejo mengeluarkan barang- barang belanjaan di bantu oleh Larissa. Lastri memperhatikan keduanya yang tengah sibuk lalu tersadar bahwa ada yang kurang.
" Ris, kemana Arsy. Bukannya tadi kalian pergi bersama. " Tanya Lastri
" Oh itu Bude, nanti Rissa cerita, sebaiknya kita kedalam dulu ya. "
Sembari menata barang belanjaan di dalam lemari pendingin, Larissa menjelaskan keberadaan sahabat nya, mengapa tidak kembali bersama mereka.
Ia bersyukur kerana ternyata wanita itu mempercayai nya.
Sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan sebuah rumah, tidak lama kemudian terdengar seruan dari luar.
" Bi Bibi, buruan kemari. "
Seorang asisten rumah tangga yang mendengar teriakan itu bergegas berlari menghampiri dengan nafas terengah-engah.
" Kenapa sih lelet amat, buruan bantu bawa semua barang- barang ini kedalam. "
Bi Marta mengangguk dan dengan sigap menjalankan apa yang memang menjadi pekerjaan nya.
" Oh ya Makasih sayang untuk hari ini. "
" Tidak apa-apa sayang, kalau begitu aku langsung pamit pulang ya. Oh ya, jangan lupa besok. Apa mau di jemput atau...
" Ah nanti aku kabari lewat pesan, sekali lagi terima kasih. Hati-hati di jalan sayang. "
Renata sedikit mendorong kekasih nya agar segera pergi dari kediamannya karena melihat seorang yang sudah berdiri di depan pintu.
Ia melangkah masuk bahkan melewatinya begitu saja.
" Rena tunggu. "
" Pria mana lagi yang kamu bawa Rena ? Ini lagi, semua barang- barang ini kamu dapat dari mana. Ini barang- barang branded Ren, apa semua ini dari pria itu. "
Rena menghentikan langkah nya dan berbalik arah.
" Kalau iya memang kenapa Bu, ini kan tidak merugikan Ibu. Bahkan seharusnya Ibu bersyukur karena aku bisa cari uang sendiri, aku bisa membeli semua yang aku mau tanpa membebani Ibu. "
" Tapi Nak, dia terlihat lebih dewasa bukan seumuran dengan mu. "
" Masa bodoh Bu, zaman sekarang tidak pandang umur. Yang penting bisa memberikan semua yang di butuhkan, aku tidak mau hidup serba kekurangan. "
" Ren, bukan begitu. Maksud Ibu, dia terlihat lebih dewasa. Apa kamu yakin kalau dia masih sendiri, bagaimana kalau dia sudah berumah tangga. Jangan sampai kamu menjadi penyebab hancurnya kebahagiaan orang lain. "
" Sudahlah Bu, itu bukan urusan ku. Kalau dia pandai menjaga keluarga nya, tentu suaminya tidak akan jajan di luar. "
duarrrrttttt
Sebuah bayangan kelam menari di pelupuk mata ketika mendengar ucapan Rena, Mely sampai terhenyak dengan nafas memburu. Tubuhnya luruh di atas sofa dengan tangan mencengkram erat pinggiran berbusa itu.
" Bu, Ibu tidak apa-apa. "
Marta yang tadi mendengar perdebatan Ibu dan anak itu bergegas menghampiri majikannya yang nampak tidak baik- baik saja.
Mely berusaha mengatur nafasnya yang terasa sesak lalu kemudian menggeleng pelan, air matanya luruh mengiringi rasa sakit yang Ia rasakan.
" Bu, apa tidak sebaiknya Ibu jujur saja pada Non Rena. Sungguh Bibi tidak tega melihat Ibu di perlakukan seperti ini, makin lama Non Rena semakin keterlaluan. "
Mely spontan menggenggam tangan Bi Marta, Ia menggeleng berulang-ulang.
" Tidak Bi, aku tidak apa apa. Tidak perlu mengatakan apapun padanya. Bi, aku hanya ingin yang terbaik untuk nya bukan membuat nya pergi meninggalkan ku. Aku hanya berharap dia bisa berubah sebelum terjadi sesuatu yang besar dan membuat nya terluka. "
Mendengar ucapan Mely Bi Marta hanya bisa mengangguk tidak bisa berbuat apa-apa. Mely pamit ke kamar dengan alasan ingin istirahat, namun sampai di kamar nyatanya Mely hanya berdiri di balkon menatap hilir mudik keramaian kota.
Ingatannya kembali pada satu peristiwa yang membuat sebuah rasa bersalah menyelimuti hatinya.
Di remasnya pinggiran besi sebagai pembatas agar tidak mudah jatuh.
" Apa ini karma untuk ku, aku sudah bertindak gegabah tanpa berpikir. Tidak juga menerima penjelasan dari mereka, apakah aku harus meminta maaf. Tapi dimana mereka sekarang aku pun tidak tau. "
Sementara di sebuah penginapan kecil seorang pria sedang terbaring di atas ranjang. Luka bekas tusukan dari seseorang sudah di tangani oleh seorang Dokter yang di datangkan khusus.
" Tuan, luka anda sudah saya jahit. Saya juga memberikan perawatan yang terbaik, tapi kalau boleh saya beri saran. Meskipun obat yang saya gunakan adalah obat terbaik tapi saya sarankan untuk Tuan beristirahat minimal dua hari kedepan agar jahitan nya mengering dengan cepat. " Si Pria hanya mengangguk malas.
" Baiklah, bagaimana besok. Apa saya datang kemari lagi untuk menggantikan perban Tuan. "
" Ah tidak perlu, terima kasih. Aku tidak mau ada yang mengetahui keberadaan ku disini. "
" Baik kalau begitu, saya pamit Tuan. " Sembari membungkuk hormat Pria yang sebenarnya adalah seorang Dokter keluar meninggalkan ruangan.
Di depan pintu Ia berpapasan dengan Arsy yang tersenyum kepada nya.
" Dia baik- baik saja, tolong jangan biarkan dia terlalu banyak gerak. Oh ya, besok perban nya bisa minta tolong di ganti yang baru. "
Arsy mengangguk meskipun sedikit bingung. Setelah Pria itu pergi Arsy langsung mengunci pintu dan bergegas melihat kondisi Pria yang di tolong nya.
" Aneh, dia nampak baik- baik saja. Tidak terlihat seperti orang yang baru melewati kritis. " Batin Arsy.
" Hm, kemari. "
Arsy melangkah pelan dan duduk di sisi ranjang agak jauh dari si Pria.
" Terima kasih, kamu sudah menolong ku. Nama ku Wiliam, panggil saja Wili. "
Arsy sedikit tercengang mendengar ucapan terimakasih dari orang di depannya.
" Tidak perlu berterima kasih, aku hanya melakukan hal yang seharusnya ku lakukan. Lagi pula, seperti nya tanpa bantuan ku pun Anda pasti akan tetap baik- baik saja. "
William terdiam sesaat, memang benar apa yang di katakan wanita itu. Meskipun begitu Ia tetap bersyukur karena tanpa sadar Arsy sudah menolong nya kemarin. Andai Arsy tidak mengusir dua orang Pria itu pasti mereka akan menemukan keberadaan nya yang saat itu sedang sekarat sebelum bantuan datang.
" Oh ya, seperti nya kondisi anda sudah tidak ada yang perlu di khawatirkan, Kalau begitu aku ijin pulang. Kasihan orang rumah, pasti pada khawatir karena aku nggak pulang. "
William terdiam setelah Arsy menghilang dari hadapan nya, namun kemudian Ia menyadari sesuatu. Ia berusaha bangkit untuk mengejar kepergian Arsy namun rasa nyeri di bagian luka yang baru saja di jahit itu membuatnya memilih tetap rebahan di ranjang.
" Aku lupa minta nomor ponsel nya, namanya juga dia tidak menyebutkan namanya. Ah kemarin aku mendengar kalau nggak salah ' Sy ' Sy apa ya. Ah aku benar-benar bodoh, tidak memberikan apa-apa pada orang yang sudah menolong ku. Apa masih bisa bertemu lagi dengan nya nanti. "
William meraih ponsel nya yang di letakan di atas meja lalu melakukan panggilan pada seseorang.
lope lope dah pokoknya ini mah cantik habis othor. next visual yang lain ya jangan lupa wiliam juga oke