Delvia tak pernah menyangka, semua kebaikan Dikta Diwangkara akan menjadi belenggu baginya. Pria yang telah menjadi adik iparnya itu justru menyimpan perasaan terlarang padanya. Delvia mencoba abai, namun Dikta semakin berani menunjukkan rasa cintanya. Suatu hari, Wira Diwangkara yang merupakan suami Delvia mengetahui perasaan adiknya pada sang istri. Perselisihan kakak beradik itupun tak terhindarkan. Namun karena suatu alasan, Dikta berpura-pura telah melupakan Delvia dan membayar seorang wanita untuk menjadi kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta atau Obsesi
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
Dikta menarik wajahnya, menjaga jarak dari Delvia dan menoleh ke arah suara lalu tersenyum. "Ada serangga di rambut mbak Delvia mom," jawab Dikta memberi alasan. "Bukan begitu 'Mbak' Delvia?" Dikta menekankan kata mbak saat meminta persetujuan dari Delvia.
"Ya mom," tak ada pilihan selain berbohong, sungguh dia tidak ingin pernikahan kontraknya memiliki masalah, namun sikap Dikta yang terus seperti ini membuat Delvia khawatir. "Sudah malam mom, Via izin mau istirahat!"
"Ya!" jawab Nila singkat, wanita paruh baya itu menyadari ketidaknyamanan di wajah menantunya dan membiarkannya pergi.
Delvia segera masuk ke dalam kamar, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup kencang. Mulai detik ini dia memutuskan untuk menghindari Dikta demi menjaga kewarasannya.
Menjadi gila juga bukan keinginan Dikta, namun setiap melihat Delvia, hasrat cinta di dalam hatinya meletup-letup, dia tidak bisa menahan perasaannya sendiri, apalagi Delvia adalah satu-satunya wanita yang berhasil mencuri hatinya, Delvia adalah cinta pertamanya, Dikta Diwangkara.
Segelas Americano menemani malam Dikta yang begitu hampa, pria itu duduk di sebuah cafe yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Sama halnya dengan Delvia, Dikta pun merasa kurang nyaman hidup seatap bersama Delvia, meski dia senang bisa melihat Delvia setiap hari, namun Dikta juga muak melihat Delvia dan Wira yang semakin dekat.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bagas penasaran, sudah lima menit Bagas berdiri mengamati Dikta dan sahabatnya itu tidak menyadari kedatangannya.
"Aku tidak akan menyerah!" jawab Dikta ambigu, menyerah dalam hal apa yang sedang dia maksud.
Bagas menarik kursi lalu mendaratkan bokongnya "Tentang?" Bagas bertanya seraya menyeruput secangkir latte yang sudah di pesankan oleh Dikta.
"Delvia Mayuri, aku akan mengejarnya!"
Uhuk...uhuk...
Bagas tersedak, pria itu hampir tewas mendegar pernyataan gila dari sahabatnya. Dengan cepat Bagas menyambar tisu, menyeka mulutnya yang basah. "Kamu sudah gila?" ujar Bagas dengan mata membelalak.
"Ya, aku gila karena dia!" aku Dikta tanpa ragu.
"Dikta Diwangkara, sadarlah! Delvia adalah kakak iparmu, kamu harus melupakannya!"
"Mereka menikah karena perjodohan, aku yakin mereka tidak saling menyukai, aku yakin Delvia juga memiliki perasaan padaku!"
Ucapan Dikta bak sambaran petir, Bagas terkejut berulang kali dan tidak menyangka Dikta akan bertindak sejauh itu. "Kamu terlalu terobsesi padanya!"
"Ini cinta, bukan obsesi!"
Bagas menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, pria itu perlu menenangkan diri. "Cinta tidak harus memiliki Dikta!" meski sangat umum, namun nasihat tersebut sangat cocok di berikan pada Dikta.
"Yang aku tahu, cinta harus memiliki. Jika aku menyerah dan tidak mengejar Delvia, itu tandanya aku tidak benar-benar mencintainya!" jawab Dikta dengan tegas.
Gila, hanya satu kata yang terlintas di kepala Bagas saat melihat kondisi Dikta saat ini. Sejak dulu Dikta memang terkenal begitu ambisius, namun Bagas tak menyangka Dikta akan terobsesi pada seorang wanita. Melihat sorot mata Dikta yang begitu kelam, Bagas memilih diam dan tak berani memberikan nasihat lagi, dia menunggu waktu yang tepat, mungkin nanti saat kepala Dikta sudah dingin dan kewarasannya sudah kembali.
***
Di hari kepindahan, Delvia harus menelan sedikit kekecewaan karena Wira harus melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri dan rencana pindah rumah pun harus di tunda selama beberapa hari. Delvia menatap koper berisi baju-baju yang sudah dia kemasi dari semalam, sorot matanya tampak redup, dia harus menahan diri tinggal serumah bersama Dikta selama beberapa hari lagi. Pagi Delvia semakin muram karena dia kembali bertatap muka dengan Dikta, mereka kembali sarapan bersama di meja yang sama.
"Wajahmu kenapa sayang? Kamu sedih karena tidak jadi pindah hari ini ya? Kamu tidak betah ya tinggal di rumah mommy?" tanya Nila khawatir, baru kali ini dia melihat Delvia menunjukkan ekspresi yang berbeda.
Delvia menarik sudut bibirnya, menciptakan seulas senyum terpaksa. "Bukan begitu mom, aku hanya sedang mengkhawatirkan mas Wira," bukan ingin memanasi adik iparnya, Delvia hanya ingin memperjelas posisinya sebagai istri Wira sehingga Dikta sadar jika perbuatannya tidak di perbolehkan lagi.
"Tenang saja, suamimu pasti baik-baik saja. Sabar ya, sepuluh hari lagi suamimu pulang!"
"Iya mom!"
Sementara itu Dikta hanya diam, ucapan Delvia sama sekali tak mempengaruhi ucapannya, dia justru berpikir jika Delvia sedang mencoba membuatnya cemburu. "Kamu mau ke butik kan?" tanya Dikta tiba-tiba.
Delvia mendongak, menatap Dikta penuh tanya. "Ya," jawab Delvia singkat. "Apa yang kamu rencanakan mas?" sambung Delvia dalam hati.
"Kebetulan kita searah, bagaimana kalau kita berangkat bersama?" ajak Dikta.
"Tidak perlu!" Delvia menolak dengan cepat. "Aku bawa mobil sendiri!"
"Oke," jawab Dikta seraya tersenyum, entah apa yang membuatnya tersenyum padahal Delvia baru saja menolaknya.
Saat Delvia akan berangkat ke butik, hal tak terduga terjadi, tiba-tiba kedua ban mobilnya kempes, padahal semalam masih baik-baik saja. "Sial!" umpat Delvia kesal.
Mendengar kakak iparnya mengumpat, Dikta menghampiri Delvia karena kebetulan dia juga berada di garansi. "Kenapa?"
"Bannya kempes," jawab Delvia tanpa menoleh.
"Mau aku pesankan taxi? Atau mau berangkat bersamaku?" Dikta kembali menawarkan niat baiknya.
"Aku bisa sendiri!" Delvia membuka gawai pintarnya untuk memesan taxi. Sialnya karena berada di jam sibuk dia belum juga mendapatkan taxi, padahal dia memiliki jadwal wawan cara dengan pelamar di butiknya.
Dikta menahan senyum melihat kekesalan di wajah Delvia, dia merasa Delvia semakin memesona saat sedang kesal. "Mau bawa mobilku saja?"
Delvia menoleh, menatap kunci mobil yang Dikta serahankan padanya. "Bagaimana denganmu?"
"Aku bisa naik motor," Dikta menunjuk sebuah motor sport yang terpakir di antara mobil-mobil mewah di garansi rumahnya.
Waktunya semakin terbatas, Delvia harus segera tiba di butik, dia tidak ingin terlambat di hari wawancara. Setelah berpikir cukup lama, Delvia akhirnya menyambar kunci mobil dari tangan Dikta. "Aku akan meminjamnya hari ini, terima kasih!"
"Hem," Dikta bergumam, dia kembali tersenyum. "Have a nice day sweet heart," ucap Dikta dengan begitu lembut.
"Dasar gila," batin Delvia, dia bergegas pergi sebelum Dikta bertindak semakin jauh. Delvia pikir dia sudah aman setelah masuk ke dalam mobil, namun ternyata pikirannya salah. Jantungnya kembali memacu saat melihat fotonya berada di dalam mobil Dikta. Delvia segera mengambil foto itu dan memasukannya ke dalam tas, jangan sampai ada orang lain yang melihat fotonya berada di dalam mobil adik iparnya.
Delvia memacu mobilnya dengan kecepatan penuh, dia terburu-buru setelah mendapat telefon dari salah satu karyawannya jika beberapa pelamar sudah tiba di butik. Memikirkan butik membuat suasana hati Delvia sedikit membaik, kini hasil kerja kerasnya mulai terlihat meski Wira cukup berperan dalam kesuksesan butiknya.
Setelah memarkirkan mobil, Delvia bergegas masuk ke butiknya, dia melewati beberapa pelamar yang akan melakukan wawancara. Delvia sudah berada di ruangannya dan siap untuk melakukan wawancara. Delvia membuka berkas pelamar pertama, tiba-tiba kedua matanya melebar setelah membaca resume salah satu kandidat calon karyawannya. "Puspita Sari!"
.
Ry dukung Dikta tunggu jandanya Delvi
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada buat Dy
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada bersamanya bkn suaminya
Lagian suaminya sibuk selingkuh sesama jenis
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Suami mana peduli
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Devi di datangi pelakor yg merebut ayah nya lagi
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
jangan sampai Dikta terjerat oleh Hera
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan