"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Zea, kamu mau kan balikan lagi sama aku?"
"enggak Kai, aku gak bisa kita udah berbeda"
"enggak Ze, enggak!. kamu tetep Zea-nya Kaiden. gadis yang aku cintai sedari dulu. kamu dan hadirnya berarti dalam hirup aku Ze"
"kisah kita memang indah, tapi tidak untuk diulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Azalea
"Hiks....aku benci kamu Yoan. Aku benci...." jerit Vara membanting gelas berisi air yang tersedia diatas meja samping ranjang.
Sudah lama hampir setahun ini Vara nge crush-in Ezra. Semua tentang Ezra Vara benar-benar hampir tahu. Tapi tidak untuk hubungan ini. Vara menaruh rasa marah yang benar-benar besar pada Yoan.
"Yoan lo bahkan tau...gue suka sama sama kak Ezra tapi kenapa...." Ia berteriak terus menerus.
Tangisnya tak henti. Bukan soal hubungan yang ia ketahui tapi kelakuannya yang terbilang menjijikkan. Dimata Vara Yoan anak yang baik betul. Pendidikan bagus gak pernah bolos. Tapi tadi apa? Mereka ciuman yang bukan sekedar ciuman biasa.
Sering nonton drakor Vara tahu betul itu ciuman apa, meski untuk saat ini Vara belum pernah melakukan apalagi merasakannya. Yang ada dalam benaknya kalau lagi nonton drakor ya bayangin dirinya sendiri sama Ezra si cowok ganteng yang sialnya malah pacaran sama sahabatnya.
Tok
Tok
"Vara?" diluar pintu sana Estiana mengetuk. Berulang kali memegang handle pintu yang dikunci dari dalam. "Sayang jangan ngurung diri dikamar dong. Ini Laskar nungguin kamu lho." ngomongnya sambil melirik Laskar yang berdiri dibelakangnya.
"Vara buka sayang." pinta Estiana memohon. Ia menoleh melihat Zea yang baru menutup pintu kamar Kaiden. Dari tatapan nya Zea paham kalau Esti sedang memperhatikan.
"Saya abis naruh pakaian mas Kaiden Bu." jawab Zea takut-takut.
Estiana menghela nafas. "Saya merhatiin kamu bukan karena itu Zea. Saya lagi minta kamu buat bantu mikir. Saya takut Vara nekat."
Zea mengangguk. "Bentar Bu, kalau gak salah kemarin di laci gudang ada banyak kunci. Kali aja ada kunci kamar non Vara." Estiana mengangguk antusias. "Buru Ze!" serunya meneriaki Zea yang berlari menuruni undakan tangga.
Laskar maju dan berdiri di samping Estiana. "Ra udah nangisnya. Yuk kita beli es krim. Katanya tadi peng-"
Ceklek
Pintu dibuka dari dalam wajah cantik Vara menjadi teramat begitu kacau matanya yang sembab sudah dipenuhi dengan kaca-kaca yang siap kapan saja menetes. Ia bahkan terus bernafas sesenggukan.
Ia membuka pintu semakin lebar dan menghambur memeluk Estiana. "Sayang are you okay?" Estiana mengelus punggung putrinya.
"Sudah sayang sudah." ia menenangkan.
Bibir Vara melengkung kebawah. "Mah." ucapnya lirih dan tak kuat melanjutkan.
Laskar menghela nafas melihat gadis yang keseharian dipenuhi canda tawa dan bisa dibilang Vara kalau disekolah adalah biang tawa dan memang sangat ceria berubah menjadi gadis yang terlihat begitu menyedihkan.
"Sudah jangan nangis. Kamu gak malu sama Laskar." seru Estiana mengelus punggung putrinya.
"Sebenarnya ceritanya gimana sih Las? Kok Vara sampai jatuh kepleset di toilet sekolah." tanya Estiana.
"Bu ini kunci-" tak jadi melanjutkan kalimatnya karena ia bisa melihat maa Vara yang memelototinya. Zea hanya nyengir dan mengedipkan sebelah matanya pada Laskar. Merasa Laskar peka Zea memilih turun dan mengerjakan yang belum ia kerjakan.
"Laskar juga gak tahu banget gimana ceritanya tant, beneran deh tadi Laskar juga udah bilang ke temen-temen yang ikutan ngevidio Vara yang malu. Jadi banyak yang bully Vara karena rok sekolahnya juga jadi basah."
"Lain kali kalau ubinnya licin hati-hati jalannya sayang. Kamu pasti malu banget kan kalau jadi bahan bullyan di sekolah besok." ucap Esti menatap kasihan yang gak sepenuhnya. Kaya lucu aja cuman jatuh karena rok basah Vara jadi nangis. Kaya gak masuk akal tapi memang benar adanya seperti itu.
Bibir Vara mengerut, ia menghapus air matanya dengan lengan seragam sekolahnya. "Siapa juga yang nangis karena kep-"
"Assalamualaikum." Vandra masuk menenteng tas kerjanya.
"Zea." panggilnya sedikit berteriak karena merasa rumah sepi.
"Iya mas." sahut Zea yang baru saja keluar dari kamar tamu.
Vandra menuding kearah pintu yang sedikit terbuka. "Mau ada tamu?" tanya nya.
Zea mengangguk mengiyakan. "Kata ibu temannya ada yang mau menginap mas." ucap Zea berbalik menutup pintu kamar.
"Kamu sudah selesai?" tanya Vandra memperhatikan Zea dari atas sampai bawah.
Tatapan mata Vandra yang reflek buat Zea menatap dirinya sendiri. "Kenapa mas?" tanya Zea yang merasa bingung akan tatapan Vandra.
Untuk sesaat Vandra terus menatap tanpa menjawab membuat Zea menghembuskan nafas kasar. "Oh iya mas jadi mau ke acara ulang tahunnya?" tanya Zea mengalihkan fokus Vandra.
Vandra sedikit mikir dan kemudian mengangguk. "Kamu temani saya kesana ya." ucapnya dan langsung ngeloyor masuk ke ruang keluarga. Dan tak lama terdengar hentakan sepatu yang menapaki tangga.
Zea yang merasa sedikit kurang 'oke' kalau diajakin ke acara ulang tahun memilih masuk kamar. "Oke Zea. Kerjaan kamu udah beres. Sekarang kamu harus mandi dan siap-siap." ngomong sama diri sendiri yang berdiri menghadap kaca yang menggantung di tembok kamarnya.
Ia membuka lemari mencari baju yang sekiranya cocok ia pakai. Baju yang memang bekas pakai Vara. "Ini cocok gak ya." Zea menempelkan baju itu ke tubuhnya dan merasa sebel karena terlalu pendek.
"Atau yang ini?" ia menganti pakaian berulang kali dan ia tempelkan ditubuhnya.
Fokusnya teralihkan pada dress hitam yang Zea hanger. "Kan kemarin baru aja dipakai." keluh Zea.
Lama berfikir ia jadi benar-benar merasa tidak semangat. Nemenin orang ganteng itu susah. Apalagi Vandra selalu minta supaya Zea gak terlihat begitu kekampungan padahal mah memang iya.
Tok
Tok
Ceklek
"Loh belum siap?" tanya Vandra menatap jengah Zea.
Zea menggaruk sisi kepalanya yang tidak gatal. "Bingung mas mau pakai baju apa." ucapnya malu-malu.
Vandra menghela nafas kasar. "Pakai baju santai saja Ze. Baju yang dari Vara kan banyak." ngomongnya sambil masukin tangan kedalam kantong celana hitam yang sebatas lutut.
Zea memperhatikan penampilan Vandra. "Mas pakai baju ini aja?" tanyanya. Bukan bermaksud kurang ajar tapi kayak biar sesuai dan nyamain aja.
Vandra mengangguk singkat setelahnya ia berjalan meninggalkan Zea yang diam ditempat.
Buru-buru Zea mandi dan dandan sesimple mungkin. Pokonya nyamain setelannya Vandra saja.
***
Ting
Notifikasi yang Kaiden abaikan. Enggak perduli juga siapa yang ngechat karena merasa gak penting.
Memilih makan bakso yang ada di kantin fakultas nya.
"Cuk!" Ikbal menepuk pundak Kaiden membuat pemuda tampan itu hampir tersedak.
"Nih, nih minum." Ikbal dengan cepat membuka botol air mineral.
Glek
"Njir hampir pindah alam." ucap Kaiden menepuk dadanya berulang kali.
"Bahaha lo sih gue chat gak baca." ucap Ikbal membuka ponselnya. "Nah, itu si curut baru nongol." ucapnya memberi tahu Kaiden.
Kaiden jadi menatap seseorang yang berjalan kearahnya menghampiri. "Cuk." sapanya nepuk pundak Kaiden cukup kuat.
"Dendam njing!" seru Kaiden dengan muka juteknya.
"Dih,,,dendam apaan? Buk bakso sama teh pucuk satu." ngomongnya sama ibu kantin.
"Dua bu sama punya saya. Samain ya." teriak Ikbal.
"Udah lu buka foto dari gue?" tanya Ikbal menarik turunkan alisnya saat mendapat anggukan Venus. "Kai Lo gak penasaran apa? Sama yang gue kirim tadi?" tanya Ikbal.
Kaiden menghela nafasnya. "Bentar ya Kaiden makan dulu. Nanti bakalan Kaiden lihat kok." ucapnya tersenyum ramah.
"Bwahaha" Ikbal dan Venus tertawa.
Venus kelihatan mikir. "Apaan Bal kalo ngomong nada begini?"
Ikbal nabok lengan Venus. "Soft spoken anjir!"
"Bwahahah." tawa Venus dan Ikbal terpotong karena seseorang datang menghampiri.
"Ini mas pesenannya." anak Bu kantin yang nganterin ke meja. Setelahnya ia berlalu pergi.
"Gue tadi ngirim foto cewek. Anjir lah cantik banget." seru Ikbal antusias.
Venus mengangguk setuju. "Kira-kira anak mana ya? Bisa kali jadi yang kedua."
Ikbal nabok lengan Venus kuat. "Emang yang pertama siapa?" tanyanya dengan sunggingan senyum remeh.
Venus terlihat salah tingkah karena salah bicara. "Emmm. Ya emak gue lah. Ada aja!" ucapnya yang langsung menyeruput teh pucuk miliknya.
"Kali aja ya kan Kai? Si Venus diam-diam punya cewek." seru Ikbal menaikan sebelah alisnya.
Kaiden mengangguk setelah menggeser mangkuk bakso yang udah kosong tinggal kuah beberapa sendok. "Yoi. Bakar-bakar lah kalau punya cewek."
"Bakar apapan?" goda Ikbal
"Bakar kampus." Seru Kaiden yang mengundang tawa Ikbal.
Setelahnya meja itu sunyi karena Ikbal dan Venus sibuk menyantap semangkuk bakso. Kaiden merogoh hp dalam kantong celana nya.
(picture) yang belum dibuka sama Kaiden dan pastinya dari Ikbal.
Klik
Mata kaiden melotot kaget saat mengunduh gambar dan menampilkan seorang gadis yang duduk anteng.
'Zea?' batin Kaiden. Ia menatap Ikbal dan Venus bergantian. "Dapat dari mana fotonya?"
Ikbal menelan baksonya terlebih dahulu. "Ven kelihatan banget si Kaiden gak cinta keluarga."
Venus mengangguk dengan senyum remeh. "Dia kan kerabat lo!" ucap Venus yang berdiri meninju bahu Kaiden.
"Ven bayarin semua yak!" ucap Ikbal sambil mengacungkan jari jempolnya pada Venus yang tengah membayar.
Kaiden diam karena memang dia gak cerita. Ya lagian notabene nya si Zea kan pembantu. Apa pentingnya untuk diceritakan.
"Gak usah diem dong Kai? Lagian gak Lo kenalin gue udah kenal duluan." ucap Ikbal yang membuat Kaiden menatap tajam kearahnya.
"Namanya Azalea. Umurnya masih satu tahun dibawah kita. Iya kan?" ucap Ikbal penuh bangga.
Kaiden menatap kesal muka Ikbal yang ngomong-in Zea "Tau dari mana?"
"Makanya jangan Nesha mulu yang ada di otak lo. Adik lo tuh si Vara yang posting di Ig."
Kaiden membuka hp dan mencari akun media sosial adiknya dan benar. Dia memfoto Zea yang kala itu sedang ia dandanin. Pake caption.
(Make up by me @Az_lea)
Kaiden mengusap wajahnya kasar. Beneran gak tahu kalau Vara yang posting malah pake tag akun.